ANALISIS PSIKOANA - EJOURNAL UMM

Download 2 Ags 2011 ... psikoneurosa atau psikose.Dorongan- dorongan yang terdapat dalam ketidaksadaran sebagian adalah...

0 downloads 270 Views 84KB Size
PERGESERAN CITRA PRIBADI PEREMPUAN DALAM SASTRA INDONESIA: ANALISIS PSIKOANALISIS TERHADAP KARYA SASTRA INDONESIA MULAI ANGKATAN SEBELUM PERANG HINGGA MUTAKHIR Ekarini Saraswati Universitas Muhammadiyah Malang

Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan gambaran pribadi perempuan, pribadi perempuan menurut pengarang perempuan dan laki-laki dan pergeseran pribadi perempuan dalam novel Indonesia mulai zaman sebelum perang hingga mutakhir. Teori yang digunakan berdasarkan ahli psikoanalisis Sigmund freud yang meliputi struktur jiwa dan mekanisme pertahanan serta dari Adler tentang tipe kepribadian. Jenis penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Sampel penelitian yang digunakan purposif dengan mengambil sampel novel yang terdiri dari Siti Nurbaya novel Layar Terkembang, novel Belenggu novel Pada Sebuah Kapal, novel Burung-burung Manyar dan novel Saman Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dengan memilih novel yang menggambarkan kehidupan perempuan sehingga sesuai dengan masalah yang diajukan. Analisis data dilakukan dengan cara heuristik dan hermeneutik (Riffaterre) Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh perempuan memiliki struktur jiwa yang didominasi oleh superego dan id. Adapun mekanisme pertahanan yang dilakukan melalui represi, rasionalisasi dan kompensasi. Gambaran pribadi perempuan dalam novel menurut pengarang perempuan dan pengarang laki-laki tidak ada perbedaan. Pengarang yang memiliki latar pendidikan Barat mengangkat perempuan yang memiliki kemandirian tinggi. Pada zaman sebelum perang pribadi perempuan lebih didominasi oleh superego dan pada zaman mutakhir lebih didominasi oleh id. Kata Kunci: psikoanalisis, struktur kepribadian, mekanisme pertahanan, tipe kepribadian,

PENDAHULUAN Perempuan banyak dijadikan bahan inspirasi bagi penyusunan karya sastra. Sutan Takdir Alisyahbana (dalam Pamusuk, 1982) yang tertarik pada ilmu dan filsafat mencurahkan hasil pemikirannya melalui karya sastra dengan menempatkan perempuan sebagai media penyampai seperti tergambar dalam novel Layar Terkembang yang mengangkat tokoh Tuti sebagai pejuang kemerdekaan dan persamaan hak perempuan.Subagio Sastrowardoyo berpandangan kehidupan di

dalam diri kita terbagi dalam dua komponen yang saling menentang tetapi saling melengkapi: laki-laki dan perempuan.Perempuan sebagai media kesadaran yang ditunjuk Tuhan ketika terjadi seksualitas. Hal yang hampir sama diungkapkan oleh Danarto (hasil wawancara dengan peneliti tahun 1995) mengakui banyak menggunakan tokoh perempuan dalam cerpen yang dia buat dan dia beranggapan bahwa perempuan merupakan laboratorium Tuhan. Melalui pundak perempuan dipikulkan beban kebenaran Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 754

yang merupakan daya tahan perjuangan lelaki, misalnya Allah menunjuk Siti Maryam ibunda Nabi Isa a.s. Demikian juga dengan pengarang perempuan yang sebagian besar karyanya beranjak dari kehidupan sehari-hari mereka. Nh. Dini (dalam Pamusuk, 1982) dapat menuangkan idenya dalam novel La Barka ketika dia menjadi ibu rumah tangga. Titis Basino (2000) dapat menuangkan idenya dalam novel Jalan Lain ke Coolibah beranjak dari pengalaman dia ketika menjalankan ibadah haji. Permasalahan perempuan yang diangkat dalam karya sastra baik dalam novel, cerpen maupun puisi sejak zaman sebelum perang hingga mutakhir begitu kompleks. Dalam bentuk novel permasalahan yang diangkat mulai dari perlakuan adat terhadap kebebasan perempuan dalam memilih pasangan (Siti Nurbaya) hingga adanya kebebasan yang dimiliki perempuan di dalam menentukan sikap hidup terutama dalam masalah seks (Saman). Demikian juga dengan cerpen yang dimulai pada angkatan 45 hingga mutakhir menggambarkan kebebasan berpikir juga menentukan sikap hidup yang akan mereka jalani. Mengingat begitu banyaknya permasalahan perempuan yang diangkat dalam karya sastra Indonesia telah banyak menarik minat orang untuk meneliti dari berbagai segi. Tineke Hellwig dalam bukunya Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia mengangkat masalah perempuan yang ditinjau dari segi sosiologi. Melani Budianta(Hellwig, v) menyebutkan sebagai pelopor dalam menerapkan kritik sastra feminis sebagai pendekatan untuk membaca satu per satu teks secara sinkronis untuk menjawab satu permasalahan pokok. Dari hasil penelitian Tineke kedudukan perempuan dari mulai zaman perang hingga tahun 80-an kedudukan perempuan

belum berkembang dan dapat membebaskan diri dari stigma sebagai jenis kelamin kelas dua. Bagi perempuan peran domestik sebagai istri dan ibu tetap yang utama. Pencapaian profesional tidak terlalu penting sehingga adanya internalisasi bagi kedua jenis kelamin tentang penguasaan lelaki atas tubuh dan pikiran perempuan. Adapun ditinjau dari ungkapan pengarang pria dan perempuan pengungkapan pengarang pria lebih positif daripada pengungkapan pengarang perempuan hal ini didasarkan pada tingkat pendidikan perempuan yang baru mendapatkan kesempatan belajar berikutnya setelah pria. Stigma perempuan sebagai jenis kelamin nomor dua mulai ada pemberontakan pada perkembangan sastra berikutnya. Ayu Utami lewat novel Saman mencoba mengungkapkan kebebasan perempuan dalam menentukan sikap termasuk dalam hubungan antar jenis kelamin sebagaimana dikemukakan oleh Aguk Irawan dalam artikelnya yang berjudul Sastra Seksual danPembusukan Budaya menuduh Ayu Utami sebagai pencetusnya. Keberanian Ayu Utami mengobarkan semangat penulis perempuan lainnya untuk melahirkan sastra yang sarat dengan keberanian pengungkapan masalah seks seperti Djenar Mahesa Ayu, Dinar Rahayu, Nova Riyanti dan Herlinatiens. Aguk selanjutnya menafsirkan kebebasan mereka merupakan pemberontakan bahwa bukan hanya laki-laki saja yang berani membicarakan masalah seks. Mereka sepertinya meneguhkan jati diri mereka sebagai bagian khazanah sastra Indonesia yang selama ini terpinggirkan. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pendekatan psikoanalisis dari Freud, dan Adler dengan cakupan novel dan cerpen. Bagaimanakah eksistensi perempuan dalam karya novel Indonesia ditinjau dari segi psikoanalisis. Masalah pokok yang Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 755

hendak dijawab dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah gambaran persona perempuan yang direpresentasikan di dalam karya sastra (novel, cerpen, dan puisi ) Indonesia mulai zaman sebelum perang hingga zaman mutakhir? Adakah perbedaan gambaran persona perempuan yang direpresentasikan pengarang pria dan pengarang perempuan mulai zaman sebelum perang hingga zaman mutakhir? Masalah pokok ini dapat diperinci menjadi dua submasalah : (1) Bagaimanakah gambaran pribadi perempuan dalam karya sastra (novel, cerpen, dan puisi) Indonesia yang meliputi: (a) struktur jiwa, (b) pertahanan jiwa, dan (c) tipe kepribadian, (2) Bagaimanakah gambaran perempuan yang direpresentasikan oleh pengarang laki-laki dan pengarang perempuan, dan (3) Bagaimanakah pergeseran gambaran pribadi perempuan dalam karya novel Indonesia sejak zaman sebelum perang dan mutakhir, TEORI Sigmund Freud merupakan tokoh pendiri psikoanalisis atau disebut juga aliran psikologi dalam (depth psychology) ini secara skematis menggambarkan jiwa sebagai sebuah gunung es. Bagian yang muncul di permukaan air adalah bagian yang terkecil, yaitu puncak dari gunung es itu, yang dalam hal kejiwaan adalah bagian kesadaran (conscious-ness). Agak di bawah permukaan air adalah bagian yang disebutnya prakesadaran atau subconsciousness atau preconsciousness. Ketidaksadaran ini berisi dorongan-dorongan yang ingin muncul ke permukaan atau ke kesadaran. Bagian yang terbesar dari gunung es itu berada di bawah permukaan air sama sekali dan dalam hal jiwa merupakan alam ketidaksadaran (unconscousness). Ketidaksadaran ini berisi dorongan-dorongan yang ingin muncul ke

permukaan atau ke kesadaran. Dorongandorongan ini mendesak ke atas, sedangkan tempat di atas sangat terbatas sekali.Tinggallah "Ego" (Aku) yang memang menjadi pusat daripada kesadaran yang harus mengatur dorongan-dorongan mana yang harus tetap tinggal di ketidaksadaran. Sebagian besar dari dorongan-dorongan yang berasal dari ketidaksadaran itu memang harus tetap tinggal dalam ketidaksadaran, tetapi mereka ini tidak tinggal diam, melainkan mendesak terus dan kalau "Ego" tidak cukup kuat menahan desakan ini akan terjadilah kelainan-kelainan kejiwaan seperti psikoneurosa atau psikose.Dorongandorongan yang terdapat dalam ketidaksadaran sebagian adalah dorongandorongan yang sudah ada sejak manusia lahir, yaitu dorongan seksual dan dorongan agresi, sebagian lagi berasal dari pengalaman masa lalu yang pernah terjadi pada tingkat kesadaran dan pengalaman itu bersifat traumatis (menggoncangkan jiwa),sehingga perlu ditekan dan dimasukkan dalam ketidaksadaran. Sebagai teori kepribadian psikoanalisis mengatakan bahwa jiwa terdiri dari 3 sistem yaitu: Id ("es"), superego ("uber ich") dan ego ("ich"). Id terletak dalam ketidaksadaran. Ia merupakan tempat dari dorongan-dorongan primitif, yaitu dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan yaitu dorongan untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (life instinct) dan dorongan untuk mati (death instinct). Bentuk dari dorongan hidup adalah seksual atau disebut libido dan bentuk dari dorongan mati adalah agresi, yaitu dorongan yang menyebabkan orang ingin menyerang orang lain, berkelahi atau berperang atau marah. Prinsip yang dianut oleh Id adalah prinsip kesenangan (pleasure principle), yaitu bahwa tujuan dari Id adalah memuaskan semua dorongan primitif ini. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 756

Superego adalah suatu sistem yang merupakan kebalikan dari id. Sistem ini sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan. Segala norma-norma yang diperoleh melalui pendidikan itu menjadi pengisi dari sistem superego sehingga superego berisi dorongan-dorongan untuk berbuat kebajikan, dorongan untuk mengikuti norma-norma masyarakat dan sebagainya. Dorongan-dorongan atau energi yang berasal dari superego ini akan berusaha menekan dorongan yang timbul dari Id, karena dorongan dari Id yang masih primitif ini tidak sesuai atau bisa diterima oleh superego. Di sinilah terjadi tekan menekan antara dorongan-dorongan yang berasal dari Id dan Superego. Ego adalah sistem tempat kedua dorongan dari Id dan superego beradu kekuatan. Fungsi ego adalah menjaga keseimbangan antara kedua sistem yang lainnya, sehingga tidak terlalu banyak dorongan dari Id yang dimunculkan ke kesadaran sebaliknya tidak semua dorongan superego saja yang dipenuhi. Ego sendiri tidak mempunyai dorongan atau energi. Ia hanya menjalankan prinsip kenyataan (reality principle), yaitu menyesuaikan dorongan-dorongan Id atau superego dengan kenyataan di dunia luar. Ego adalah satusatunya sistem yang langsung berhubungan dengan dunia luar, karena itu ia dapat mempertimbangkan faktor kenyataan ini. Egoyang lemah tidak dapat menjaga keseimbangan antara superego dan Id. Kalau ego terlalu dikuasai oleh dorongan-dorongan dari Id saja maka orang itu akan menjadi psikopat (tidak memperhatikan normanorma dalam segala tindakannya); kalau orang itu terlalu dikuasai oleh superegonya, maka orang itu akan menjadi Psikoneurose (tidak dapat menyalurkan sebagian besar dorongan-dorongan primitifnya).

Selanjutnya Freud mengatakan bahwa untuk menyalurkan dorongan-dorongan primitif yang tidak bisa dibenarkan oleh superego, ego mempunyai cara-cara tertentu yang disebut sebagai mekanisme pertahanan (defense mechanism). Mekanisme pertahanan ini gunanya untuk melindungi ego dari ancaman dorongan primitif yang mendesak terus karena tidak diizinkan muncul oleh superego. Sembilan mekanisme pertahanan yang dikemukakan Freud adalah 1. Represi ("repression"): suatu hal yang pernah dialami dan menimbulkan ancaman bagi ego ditekan masuk ke ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak mengganggu ego lagi. Perbedaannya dengan proses lupa adalah bahwa lupa hal yang dilupakan itu hanya disimpan dalam bawah sadar dan sewaktu-waktu dapat muncul kembali, sedangkan pada represi hal yang direpres tidak dapat dikeluarkan ke kesadaran dan disimpannya dalam ketidaksadaran. 2. Pembentukan Reaksi ("reaction formation"): seseorang bereaksi justru sebaliknya dari yang dikehendakinya demi tidak melanggar ketentuan dari superego. 3. Proyeksi ("projection"): Karena superego seseorang melarang ia mempunyai suatu perasaan atau sikap tertentu terhadap orang lain, maka ia berbuat seolah-olah orang lain itulah yang punya sikap atau perasaan tertentu itu terhadap dirinya. 4. Penempatan yang keliru (displacement): kalau seseorang tidak dapat melampiaskan perasaan tertentu terhadap orang lain karena hambatan dari superego, maka ia akan melampiaskan perasaan tersebut kepada pihak ketiga. 5. Rasionalisasi ("rasionalitation"): dorongan-dorongan yang sebenarnya dilarang oleh superego dicarikan penalaran sedemikian rupa sehingga seolah-olah dapat dibenarkan. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 757

6. Supresi ("supression"): Supresi adalah juga menekankan sesuatu. Tetapi berbeda dengan represi, maka hal yang ditekan dalam supresi adalah hal-hal yang datang dari ketidaksadaran sendiri dan belum pernah muncul dalam kesadaran. 7. Sublimasi ("sublimation"): dorongandorongan yang tidak dibenarkan oleh superego tetap dilakukan juga dalam bentuk yang lebih sesuai dengan tuntutan masyarakat. 8. Kompensasi ("cmpensation"): yaitu usaha untuk menutupi kelemahan di salah satu bidang atau organ dengan membuat prestasi yang tinggi di organ lain atau bidang lain. 9. Regresi ("regression"): untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap ego, individu mundur kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah. Pemikiran psikoanalisi Alfred Adler yang akan dijadikan bahan penelitian berhubungan dengan tipe kepribadian yang dikemukakannya. Menurut Adler tipe kepribadian yang ada dalam diri manusia terdiri dari empat tipe yakni tipe ruling, tipe leaning, tipe avoiding, dan tipe socially useful. Tipe ruling dicirikan ketika pada masa kanak-kanak dia memiliki sifat agresif dan dominan. Energi mereka besara sehingga mereka cenderung mendorong dengan kasar segala sesuatu yang menghalangi langkah mereka. Sebagian besar energi mereka adalah kekerasan dan sadistis, beberapa menyakiti diri dengan kecanduan alkoho, kebergantungan obat dan bunuh diri. Tipe leaning memiliki sifat yang sensitif yang berkembang di sekitar orangorang yang akan melindungi mereka juga membawa mereka dari kehidupan yang sulit. Mereka memiliki tingkat energi yang rendah dan menjadi bergantung. Mereka berkembang dengan neurotic symptoms: phobias, obsessions dan compulsions,

general anxiety, hysteria, amnesias, dsb, bergantung pada gaya hidup individu.. Tipe avoiding merupakan tipe kepribadian yang paling rendah karena mereka sering menghindar dari keadaan apabila mereka dipaksa untuk bergerak pada tingkat tertentu mereka cenderung psikotik Tipe socially useful adalah kepribadian yang paling sehat. Mereka memiliki enrgi dan ketertarikan sosial. Apabila tidak ada energi Anda tidak dapat memiliki ketertarikan sosial sehingga tidak ingin menampilkan sesuatu kepada yang lain. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan mengungkap eksistensi perempuan dalam sastra Indonesia dengan menggunakan teori psikoanalisis. Untuk mengungkap tujuan tersebut digunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif yang digunakan dipandang sesuai karena tiga alasan. Pertama ditinjau dari segi data yang dihasilkan berupa kata-kata atau kalimat dari teks sastra dan dianalisis tanpa menggunakan teknik statistik (Bogdan dan Biklen, 1982:5, Moleong, 1996:6). Kedua, konsep yang akan dihasilkan beranjak dari data hasil analisis teks. Ketiga, dilihat dari segi instrumen yang digunakan yang menempatkan peneliti sebagai instrumen kunci. Peneliti menentukan masalahmasalah yang paling esensial yang ada dalam seluruh teks. Peneliti menentukan karya sastra mana yang dapat mewakili permasalahan.Peneliti menentukan teks mana yang menunjukkan penggambaran tokoh dari segi psikoanalisis. Penelitian ini dikongkretkan lewat dua tahap pembacaan, yakni pembacaan heuristik dan hermeneutik (Riffaterre, 1978: 5-6). Pada pembacaan heuristik, yakni tahap pembacaan tingkat pertama, yang memiliki peran penting adalah kompetensi linguistik pembaca. Artinya pada tahap ini, pembaca diharapkan dapat mengartikan Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 758

setiap satuan linguistik yang digunakan yang semuanya itu sesuai dengan konvensi bahasa yang berlaku. Selanjutnya pada pembacaan hermeneutik, yakni pembacaan tahap kedua, pembacanya diharapkan dapat mencari makna yang terkandung dalam teks yang dibacanya. Wilhelm Dilthey sebagai filsuf terkenal yang mengembangkan pemikiran Schleiermacher tentang hermeneutik merumuskan cara yang digunakan untuk memahami makna suatu teks, dengan menggunakan istilah “lingkaran hermeneutik”. Yang dimaksud adalah bahwa untuk memahami makna yang pasti dari bagian-bagian suatu satuan bahasa, kita harus mendekatinya dengan pemahaman awal tentang makna keseluruhan; namun makna keseluruhan ini baru dapat kita ketahui dengan jalan memahami makna bagian-bagiannyaKemampuan itu sangat ditentukan oleh kompetensi linguistiknya. Apabila kompetensi linguistiknya kurang, sulit baginya untuk dapat mencari makna tersebut. Pada tahap pembacaan hermeneutik ini, pembaca diharapkan mampu menafsirkan makna teks sesuai dengan konvensi sastra dan budaya yang melatarbelakanginya. Konvensi budaya dalam penelitian ini adalah teori psikoanalisis. Sumber data penelitian ini ialah karya sastra novel yang terbit mulai tahun 1920-an hingga tahun 2000-an. Adapun novel yang akan dijadikan sumber data merupakan novel yang sering dibicarakan dan menjadi tonggak perjalanan sejarah sastra Indonesia. Novel-novel tersebut di antaranya !920-an novel Siti Nurbaya yang merupakan novel pertama yang membuka cakrawala sastra Indonesia, tahun 1933 , novel Layar Terkembang yang merupakan novel yang mengangkat emansipasi perempuan tahun 1945 novel Belenggu yang merupakan novel yang banyak dipengaruhi budaya Barat,

novel Pada Sebuah Kapal, yang menggambarkan sikap perempuan, novel Burung-burung Manyar yang menggambarkan perempuan mandiri, tahun 1980 tahun 1998-2000 novel Saman yang sarat dengan kebebasan perempuan Data penelitian ini meliputi tentang (1) gambaran pribadi perempuan dalam karya sastra (novel, cerpen, dan puisi) Indonesia yang meliputi: (a) struktur jiwa, (b) pertahanan jiwa, dan (c) tipe kepribadian, (2) gambaran perempuan yang direpresentasikan oleh pengarang pria dan pengarang perempuan (3) pergeseran gambaran pribadi perempuan dalam karya novel sejak zaman sebelum perang dan mutakhir. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dengan memilih novel, cerpen dan puisi yang menggambarkan kehidupan perempuan sehingga sesuai dengan masalah yang diajukan. Selain itu juga dilakukan penelusuran pustaka yang mengulas tentang karya sastra Indonesia yang menampilkan tokoh perempuan di antaranya buku Kesusastraan Modern dalam Kritik dan Esei I, II, III, dan IV karya H.B. Jassin, buku Sastra Bari Indonesia I dan Sastra Indonesia Modern II karya A. Teeuw, buku Laut Biru Langit Biru karya Ajip Rosidi, Angkatan 66 karya H.B. Jassin, Gema Tanah Air karya H.B. Jassin, Kumpulan Cerita Pendek karya Satyagraha Hoerip, Tonggak I dan II karya Linus Suryadi A.G., dan Cerpen IndonesiaMutakhir: Antologi Esei dan Kritik karya Pamusuk Eneste. Pembacaan dilakukan berulang-ulang sehingga diperoleh pemahaman sesuai dengan kebutuhan penelitian Analisis data dilakukan dengan cara heuristik dan hermeneutik (Riffaterre) yang dibaca secara keseluruhan kemudian bagian-bagian dan kembali secara Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 759

keseluruhan sehingga peneliti dapat memahami dan menguraikan isi karya sastra dari segi kepribadian perempuan yang terdapat dalam karya sastra Indonesia. Langkah-langkah analisis data meliputi: (1) pembacaan secara kritis terhadap seluruh data (2) pereduksian terhadap seluruh data. (3) penyajian data yang terdiri dari identifikasi dan klasifikasi data berdasarkan unsur-unsur masalah (4) penafsiran terhadap seluruh data, dan (5) penyimpulan data dan penjelasan simpulan Dengan demikian diharapkan dapat diketahui pergeseran citra pribadi perempuan dalam sastra Indonesia mulai zaman sebelum perang hingga mutakhir Temuan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan tergambar bahwa pribadi perempuan yang ditampilkan dalam novel Indonesia memiliki struktur pribadi yang bervariasi demikian juga dengan mekanisme pertahanan dan tipe kepribadian. Representasi pengarang perempuan dan lakilaki tidak berbeda dan tedapat pergeseran pribadi perempuan pada zaman sebelum perang hingga zaman mutakhir. 1. Psikoanalisis Tokoh Siti Nurbaya dalam Novel Siti Nurbaya Novel Siti Nurbaya bercerita tentang kisah cinta tokoh Siti Nurbaya dengan Samsulbahri yang harus kandas karena dengan terpaksa Siti Nurbaya menikah dengan laki-laki lain untuk menolong orang tuanya dari beban hutang. Tokoh Siti Nurbaya adalah tokoh yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga kaya yang menganut agama Islam Dia memiliki paras yang cantik dan kekayaan melimpah sehingga kehidupan remaja yang dia jalani berjalan dengan menyenangkan dia memiliki

banyak teman dan kekasih yang mencintai dan dicintainya. Di satu pihak kecantikan yang dia miliki memudahkan dia untuk bergaul, namun di pihak lain membuat suatu bencana. Karena kecantikannya dia mengalami kesengsaraan yang mengakibatkan dia harus menikah dengan orang yang tidak dia cintai. Dia memiliki paras cantik sebagaimana tergambar dalam deskripsi berikut ini: Alangkah elok parasnya anak perawan ini, tatkala berdiri sedemikian! Seakan-akan dagang yang rawan, yang bercintakan sesuatu yang tak mudah diperolehnya. Pipinya sebagai pauh dilayang, yang kemerah-merahan warnanya kena bayang baju dan payungnya, bertambah merah rupanya, kena panas matahari. Apabila ia tertawa cekunglah kedua pipinya, menambahkan manis rupanya; istimewa pula karena pada pipi kirinya ada tahi lalat yang hitam. Pandangan matanya tenang dan lembut, sebagai janda baru bangun tidur. Hidungnya mancung bagai bunga melur, bibitnya halus, sebagai delima merekah, dan di antara kedua bibir itu kelihatan giginya, rapat berjejer, sebagai dua baris gading yang putih. Dagunya sebagai lebah bergantung, dan pada kedua belah cuping telinganya kelihatan subang perak, yang bermatakan berlian besar,yang memancarkan air embun. Di lehernya yang jenjang, bergantung pada rantai emas yang halus, sebuah dokoh hati-hati, yang bermatakan permata delima. Jika ia minum, seakan-akan terbayanglah air yang diminumnya di dalam kerongkongannya. Suaranya lemah lembut, bagai buluh perindu, memberi pilu yang mendengarnya. Dadanya bidang, pinggangnya ramping. Lengannya dilingkari gelang ular-ular yang bermatakan beberapa butir berlian yang bernyala-nyala sinarnya. Pada jari manis tangan kirinya yang halus itu, kelihatan sebentuk cincin mutiara, yang besar matanya. Kakinya baik tokohnya dan jalannya lemah gemulai.

Ditinjau dari segi superego dia merupakan anak Ia seorang anak kaya .. Siti Nurbaya anak Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang yang mempunyai beberapa toko yang besar-besar,

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 760

kebun yang lebar-lebar serta beberapa perahu di laut, untuk pembawa perdagangannya melalui lautan. Anak ini pun seorang gadis yang dapat dikatakan tiada bercacat, kerena bukan rupanya saja yang cantik, tetapi kelakuannya dan adatnya, tertib dan sopannya serta kebaikan hatinya, tiadalah kurang daripada kecantikan parasnya.

Ego yang dia miliki ketika menjalin cinta dengan seorang pemuda dia menempatkan diri sebagai perempuan yang senantiasa dapat menyembunyikan perasaannya. Kata Samsu pula. “Tetapi oleh anakanak muda sekarang ditukar menjadi: Pulau pandan jauh di tengah, di balik Pulau Angsa Dua, Hancur badanku di kandung tanah Cahaya matamu kuingat jua.” ”ya, tentu, begitu pun boleh juga; bagaimana kehendak yang berpantun sana,” jawab Nurbaya. Sungguhpun ia berkata demikian, tetapi di dalam hatinya buah pantun ini menimbulkan suatu pikiran; hanya tiada diperlihatkannya itu, dan dibuangnyalah mukanya menoleh ke darat...

Menganggap kekasihnya lebih tahu dari dia. "O, ya, Sam. Tadi aku diberi hitungan oleh Nyonya Van der Stier, tentang perjalanan jarum pendek dan jarum panjang, pada suatu jam. Dua tiga kali kucari hitungan itu, sampai pusing kepalaku rasanya, tak dapat juga. Bagaimanakah jalannya hitungan yang sedemikian?"

Rasa cinta kepada kekasihnya akhirnya terkalahkan oleh rasa cintanya kepada orang tua. Demi orang tua dia rela mengorbankan diri untuk menikah dengan orang yang tidak dia cintai. Tatkala kulihat ayahku akan dibawa ke dalam penjara, sebagai seorang penjahat yang bersalah besar, gelaplah mataku dan hilanglah pikiranku dan dengan tiada kuketahui,

keluarlah aku, lalu berteriak, "Jangan dipenjarakan ayahku! Biarlah aku jadi istri Datuk Meringgih!"

Mekanisme pertahanan yang dia lakukan dengan merepresi keinginankeinginan untuk bersatu dengan kekasihnya. Tipe kepribadian yang dia miliki tipe socially useful karena dia menyesuaikan diri dengan lingkungan 2 Psikoanalisis Tokoh Tuti dalam Novel Layar Terkembang Novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana berkisah tentang kebebasan seorang perempuan dalam menentukan sikapnya terhadap kehidupan yang dia jalani. Kebebasan itu tergambar dalam diri tokoh Tuti yang memiliki sikap tegas terhadap karir juga terhadap laki-laki. Tuti seorang perempuan cerdas yang tidak mudah terayu dan kagum terhadap sesuatu. Dia mencintai Yusuf kekasih adiknya, namun dia represi karena bagi dia tidak pantas merebut kekasih adiknya. Tipe kepribadian yang dia miliki perpaduan antara ruling dan tipe avoiding. Struktur Kepribadian: Superego yang dimilik Tuti: berpendidikan tinggi H.B.S. Carpentier Alting Stichting “Kalau demikian rupanya Zus sekolah H.B.S. Carpentier Alting Stichting ” (hal. 10)

Egonya dipengaruhi pendidikan yang dia tekuni dan latar agama yang dia dalami. Dari pendidikan yang dia tekuni tergambar pikiran yang tegas dengan susunan kalimat yang jelas Mendengar pikiran yang setegas dan sejelas itu susunannya, Yusuf terdiam kekaguman sejurus.

Akibat latar belakang pendidikan dan latar agama yang dia dalami tergambar bagaimana dia mampu merumuskan hakikat agama secara luas. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 761

Tetapi Tuti segera menyambung pula, ”Selama kedua pihaknya, orang kampung ataupun kaum terpelajar masih menganggap agama demikian, selama itu agama itu tiada akan menarik golongan pemuda...” ”Ya,” kata Yusuf perlahan-lahan melepaskan dirinya dari pesona kekaguman mendengar ucapan Tuti.

Dari pendidikan yang dia tekuni dia juga menjadi nggota dari sebuah organisasi perempuan, yakni Putri Sedar dari Bandung. ”Saya menghadiri kongres itu dahulu, sebagai wakil pedoman besar Putri Sedar dari Bandung” (hal.13)

Di dalam organisasi yang dia terjuni Tuti mencoba memasukkan pemikirannya tentang peran perempuan dalam masyarakat. Panjang lebar tuti menerangkan pengaruh seorang ibu dalam didikan anak yang di kemudian hari akan menjadi orang besar. Bahwa perempuanlah yang pertama kali memimpin anak dan menetapkan sifat-sifat yang mulia ang seumur hidup tidak berubah lagi dalam jiwa anak. Bahwa ibu yang sekarang tidak bedanya dengan mesin pengeram, tiada mungkin dapat menyerahkan keturuann yang berharga kepada dunia. Bahwa segala usaha untuk memperbaiki keadaan bangsa yang tiada melingkungi perbaikan keadaan perempuan tiada akan berhasil, selaku hanya menyirami daun dan dahan tanamtanaman, sedangkan uratnya dibiarkan kekurangan air.

Demikian juga dengan kehidupan pergaulannya dengan laki-laki bahwa perkawinan bukan merupakan suatu kewajiban Dalam mengingatkan perhubungan dengan Hambali itu perlahan-lahan hatinya agak tenang. Sekaliannya nyata kelihatan tergambar kepadanya. Tidak, tidak, ia tidak pernah menyesal. Selalu ia berkata apabila perkawinan menjadi ikatan baginya, bagi citacita dan pekerjaan hidupnya, biarlah seumur hidupnya ia tidak kawin. Hanya satu pendirian itu saja yang sesuai dengan akal yang sehat.

Pemikiran adalah segala-galanya bagi Tuti sehingga dia memandang rendah pada kesenian yang dianggapnya sebagai kegiatan orang yang tidak ada kerjaan. Yusuf memandang kepada Tuti, agak keheran-heranan sedikit, sebab belum pernah nampak kepadanya tuti terharu serupa itu melihat sesuatu pertunjukan. Malahan biasanya ia agak rendah memandang seni, yang menurut katanya hanya pekerjaan bagi orang yang tiada mempunyai pekerjaan yang lain.

Mekanisme Pertahanan yang dilakukan Tuti rasionalisasi terutama ketika dia harus menahan perasaan kesepian karena tidak ada laki-laki yang menemaninya. Tipe Kepribadian yang dimiliki Tuti ruling dan avoiding. Kepribadian ruling yang dimiliki Tuti karena dia senang berdebat dan berorganisasi selain itu dia juga seorang avoiding yang dicirikan kemampuannya menata rumah dengan rapih dan teratur. Dengan kemauannya yang tetap dankeras, dapat Tuti mengatur rumah, jauh lebih rapi dari ketika bundanya masih hidup dahulu. Tiap-tiap perabot mempunyai tempat yang tentu menurut susunan yang nyata. Segala sesuatu berlangsung pada waktu yang tetap, sebab Tuti ialah orang yang teliti akan waktu.

3 Psikoanalisis Tokoh Tini dalam Novel Belenggu Novel Belenggu menampilkan cerita perselingkuhan seorang dokter yang bernama Hartono dengan perempuan penghibur karena dia merasa tidak mendapatkan kasih sayang seorang istri yang memiliki karir yang cemerlang yang bernama Tini. Tini berasal dari keluarga berada, mendapatkan pendidikan tinggi dan pergaulan yang luas. Dia bersuamikan seorang dokter. Dia sibuk sebagai wanita karir dan komunikasi dengan suaminya jarang dilakukan. Kesepian yang dirasakan menyebabkan suaminya tergoda perempuan Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 762

lain bekas temannya sewaktu kecil. Karena dia merasa perempuan cantik dan berpendidikan tinggi tidak mau bersaing dengan kekasih suaminya yang seorang penyanyi akhirnya diameninggalkan suaminya. Tipe kepribadian Tini tipe ruling. Struktur Kepribadian: Superego yang dimilik Tini: pendidikan tinggi: Karena pendidikannya yang tinggi sehingga Tini tidak mungkin melakukan hal yang biasanya dilakukan seorang istri seperti melepaskan sepatu suaminya. Hal ini tampak pada pernyataan suaminya Tono Dokter Sukartono memandang sepatunya. Dia tersenyum, lucu rasanya membayang-bayangkan Tini duduk bersimpuh dihadapannya sedang asyik meninggalkan sepatunya. Mengurus bloc-note saja tiada hendak. Tiada hendak...... Betulkah karena tidak hendak? Tini pelalai di waktu belakangan ini, sampai barang sulamannya ditaruhnya di meja itu. Tini tahu, dia tiada suka ada barang di sana, biar bloc-note itu jangan tersembunyi. Dia tidak suka membiarkan orang sakit menunggu tidak perlu. (hal.13)

Sikap yang ditunjukkan Tini terhadap suaminya diakuinya juga olehnya. Dia tidak bisa melayani suaminya dengan baik karena ego yang dia miliki. Kadang-kadang sepulangnya di rumah, terbit rasa kasihan dalam hati Tini melihat Kartono lagi membaca, menanti, kalau-kalau ada lagi patient datang. Adakah didalan hatinya sepi juga seperti dalam hatiku? Rusuh gelisah kadang-kadang? Terbitlah keinginannya hendak bercimbu-cumbu dengan dia, henda meriangkan melalaikan hatinya, tetapi selalu tertahan oleh perasaan segan, Terbitlah pikirannya: ”Mengapakah mesti aku yang dahulu menghampirinya? Mengapa bukan dia?” Maka terasa pula perasaan seperti malam itu, seolah-olah kehilangan tempat pegangan bagi jiwanya. Tono tiada memberi sandaran lagi. Maka dicobanya memberanikan, menegakkan jiwanya.

Akibatnya ego yang dimiliki Tini mengakibatkan hubungan suami istri mereka mengalami keretakan dan tidak ada lagi rasa cinta di antara mereka. Tini merasa itu tidak mungkin dan menganggap suaminya masih cinta. ”Tetapi mematikan apa?” jawabnya datang lambat-lambat:”Cinta..., cita-cita.” Tetapi benarkah cinta kami mati? Benarkah dia tiada peduli lagi? Pertanyaan itu tiada terjawab oleh pikirannya, karena, tertumbuk pada tembok, sampai pada jalan buntu. Pada sikap Tini tiada sedikit juga terbayang perasaan hatinya tentang hal itu. Menduga? Didalam hati kecilnya, Kartono merasa, masih percaya meskipun sikap Tini tiada peduli, sikap seperti tembok, Kartono merasa, Tini masih menaruh kasih (hal:78)

Namun, ternyata cinta telah padam di antara mereka. Kata Tini dengan gembira:”Lemparkan mimpi itu! Gambaranmu dalam hatiku sudah kurobek-robek, ketika dalam jiwaku robek semuanya, semuanya menjadi layu, buah cintaku layu pula.” ”Tidak ada jalan lagi?” Suara Hartono sedih. Tini termenung, lalu katanya seolaholah sama sendirinya: ”Dapatkah perbuatan dahulu ditiadakan, dapatkah dipupus saja seperti tulisan pada batu tulis? Tulisan dikertas dapat, tapi berbekas juga. Dapatkah menghapus yang sudah lalu? Benar sudah lalu .... Tapi masih hidup dalam pikiran, seperti duri dalam daging, dapatkah mematikan pikiran?” 114

Cinta Tini padam karena penghianatan yang dilakukan Tono dan ia hendak mengalahkan madunya itu. Sikap yang diambil Tini menunjukkan dia memiliki tipe kepribadian ruling, senang bertengkar. Kepada Hartono sudah dikatakan oleh Tini, dia hendak mengalahkan madunya. Memang Tini tidak senang mendengar kabar, Tono bergaul dengan perempuan lain. Didalam hatinya dia belum hendak mengaku, sebenarnya dia cemburu, karena orang lain mendapat kasih saying Tono. Bagaimanakah

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 763

rupa perempuan itu itu, maka Tono tertarik. Perasaan marah dalam hatinya bercampur nafsu hendak tahu. Dengar di sini dengar di sana, banyak juga orang yang suka menceritakan padanya, bukan karena hendak menolong, bukan karena ksihan, melainkan karena suka dongeng 129

Penghinaan yang dilakukan Tini kepada madunya Yah mendapat balikan tentang keadaan Tini yang sebenarnya yang tidak lebih baik dari dirinya ketika dia masih sekolah telah melakukan hal yang tidak baik dengan seorang pria. “Nyonya,” kata Yah dengan sungguhsungguh, “terlalu banyak kata itu nyonya ulangi, membuat kuping merah.” Kemudian ditentangnya muka Tini, lalu katanya dengan perlahan-lahan: “Ingat lagi nyonya, beberapa tahun yang lalu, nyonya masih sekolah, ingat lagi sopir yang membawa nyonya dan tuan studen Technische Hoogeschool? ”

Tini terkejut Yah tersenyum, katanya perlahanlahan:”Nyonya, manakah beda kita? Janganlah nyonya memaki-maki.” 132

4. Psikoanalisis Tokoh Ati dalam Novel Burung-burung Manyar Novel Burung-burung Manyar karya YB Mangunwijaya menampilkan seorang tokoh yang bernama Ati yang dapat menciptakan suasana perasaan pada diri dua orang laki-laki. Dia memiliki daya tarik penuh sebagai seorang perempuan cantik, cerdas dan kaya. Ati berasal dari keluarga bangsawan dan berpendidikan tinggi. Dia bersuami, namun juga mempunyai kekasih. Teto merupakan kekasihnya sewaktu remaja dan masih dicintainya. Egonya meninggalkan kekasihnya dan kembali kepada suaminya. Mekanisme pertahanan yang dilakukan dengan replacement meraih pendidikan yang tinggi. Tipe kepribadian melankolik dan kolerik. Struktur Kepribadian: Superego yang dimilik Ati:

berpendidikan tinggi, wanita karir, anak bangsawan Ati seorang perempuan cantik sebagaimana digambarkan oleh Mboknya. ”Wijen. Aduh cantiknya Den Rara Larasati! Wijen?” dan Mbok Naya menyeka memanja gadis cilik yang baru saja merebahkan diri duduk di atas amben dan yang tersenyum manis merayunya. Mbok Naya tertawa geli. ”wijen untuk apa Den Rara?” ”Saya bukan Den Rara. Saya At-tik. Sudah.”

Ati bukan dari kalangna bangsawan tetapi dari kalangan berpendidikan dan berkedudukan Dalam hati Atik mengagumi ibunya. Untung ibu dulu kawin tidak dengan seorang pangeran atau kaum istana mulia ini. Ibunya menikah dengan seorang konsulen pertanian yang tidak berdarah ningrat tetapi seorang anak emas pegawai tinggi departemen entah apa. Ya cocok, anak angkat dengan anak angkat. Ia tahu itu, karena ibunya selalu berterus terang. Ayahnya bekerja di Bogor yang banyak hujannya itu, tetapi yang subur dan bersuasana bebas. Ayahnya, Meneer Antana seorang pegawai Dinas Kebun Raya Bogor dan juga ikut diserahi cagar alam Ujung Kulon. 20

Dan tahu-tahu wanita itu seperti topan membadai padaku dan jatuh ke dalam pelukanku. ”Teto! Teto!” dan menangislah ia terisak-isak. Aku tak dapat apa-apa, selain spontan membelai punggungnya dan mata tolol memandang kepada suaminya, yang ... mengangguk-angguk tersenyum seolah seorang ayah penuh pengertian melihat anaknya bertemu dengan kekasih yang sudah lama ditunggu.

Sekalipun Ati berpendidikan tinggi tetapi dia memiliki sifat kekanak-kanakan sehingga tipe kepribadian yang dia miliki socially useful. Jendela dibuka dan Atik masih dalam daaternya muncul. Seperti sumber air artesis di

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 764

lereng Gunung Merapi yang tiba-tiba namun telah lama sebetulnya menunggu pemerdekaannya, mencuatlah salam segarnya:”Haloooo Tetooo! Selamat pagi, Bu!” Wajahnya cerah serba tertawa dengan gigi-gigi yang boleh dipamerkan... ”Selamat pagi Tik!” jawabku kurang spontan karena agak terpukau terus terang saja, Bu Antana bergumam:”Anakku ini sering arif seperti nenek, tetapi sering masih seperti anak kecil.” ”Eeh, maaf,” canda-sendaku, ”Selamat pagi, Ibu Doltor maxima cum laude.” Ia cemberut manja. 224

5. Psikoanalisis Tokoh Laila dalam Novel Saman Novel Saman berkisah tentang seorang perempuan karir yang bernama Laila yang memiliki tiga orang sahabat yang semuanya memiliki sikap bebas di dalam menjalin cinta. Laila sendiri menganut sikap tradisional dengan berusaha mempertahankan keperawanannya sebelum dia menikah. Laila seorang perempuan karir beragama Islam. Dia memiliki kekasih yang telah beristri. Dia dapat menghindari hubungan di luar nikah karena agamanya dan juga karena kekasihnya sudah beristri. Tipe kepribadian yang dimiliki tipe leaning. Id yang dimiliki Laila menyuruh dia untuk melakukan hubungan suami istri, tapi dia tidak mau Lalu kami berbaring di ranjang, yanag tudungnya pun belum disibakkan, sebab kami memang tak hendak tidur siang. Dia katakan, dada saya besar. Saya jawab tidak sepatah kata. Dia katakan, apakah saya siap. Saya jawab, tolong, saya masih perawan. (Adakah cara lain.) Dia katakan, bibir saya indah. Ciumlah. Cium di sini. Saya menjawab tanpa kata-kata. Tapi saya telah berdosa. Meskipun masih perawan.

Pernyataan kekasihnya yang tidak mungkin berpacaran tanpa melakukan hubungan intim.

Di perjalanan pulang dia bilang, sebaiknya kita tak usah berkencan lagi (saya tidak menyangka). ”Saya sudah punya istri.” Saya menjawab, saya tak punya pacar, tetapi punya orang tua.”Kami tidak sendiri, saya juga berdosa.” I membalas, bukan itu persoalannya. “Orang yang sudah kawin, tidak bisa begitu.” Saya mengerti. Meskipun masih perawan. 4

Laila merupakan seorang wanita karir dengan dandanan modern Perempuan itu memberi isyarat agar pilot berputar hingga sudut yang baik bagi dia untuk memotret tiang-tiang eksplorai minyak bumi di bawah mereka. Ia telah menggeser daun jendela hingga lensa telenya menyembul kepada udara tekanan rendah yang sebagian menerobos lekas-lekas mengibarkan rambutnya lepas. Potongannya bob, tapi perias di salon membujuk agar dia juga memberi highlight warna chestnut. Dan ia menurut. 7

Laila bekerja di sebuah rumah produksi untuk memproduksi profil perusahaan. Perempuan itu dipanggil Laila. Lelaki itu Toni. Keduanya dating setelah rumah produksi kecil yang mereka kelola – CV, bukan PT- mendapat kontrak untuk mengerjakan dua hal yang berhubungan. Membuat profil perusahaan Textoil Indonesia, patungan saham dalam negeri dengan perusahaan tambang yang berinduk di Kanada. Juga menulis buku tentang pengeboran di Asia Pasifik atas nama Petroleum Extension Service. 8

Pertama kali dia mencintai seorang pria beda agama dan ditentang oleh orang tuanya. … Dia jatuh cinta pertama kali pada Wisanggeni, dengan demikian ia sendiri membatalkan lelaki sebagai penjahat. Waktu itu pemuda itu mahasiswa seminari yang ditugaskan membimbing relokasi tentang kesadaran social di SMP kami. Dan terbukti lelaki itu tidak menginginkan keperawanan. Temanku amat kagum padanya, pemuda yag tampangnya sama sekali biasa saja namun bak,

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 765

dan Frater Wis pun memenuhi buku hariannya. Mungkin ada sepuluh “Frater Wis” di setiap halaman. Tapi Laila berasal dari keluarga Minang-Sunda. Ayah dan ibunya menemukan diary itu dan habis-habisan memarahi temanku. Hampir-hampir ia dipindahkan ke sekolah lain.... 150 …Laila tetap mungil seperti anak kecil yang belum kenal dosa… 150

Konsep yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh perempuan yang ditampilkan dalam novel sebelum perang hingga mutakhir sebagian besar digambarkan sebagai sosok yang cantik, mandiri, memiliki sikap dan berasal dari keluarga berada. Norma agama dan norma masyarakat mempengaruhi sikap mereka di dalam menyeimbangkan antara id dan superego. Tipe kepribadian yang dimiliki mereka bervariasi, tipe leaning dua yakni Siti Nurbaya dan Laila, tipe ruling satu Tini, tipe sosially useful satu Ati dan kombinasi tipe ruling dan avoiding dimiliki Tuti

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 766

DAFTAR PUSTAKA Abrams, M.H. 1988. A Glossary of Literary Terms. Chicago: Holt Rinehart & Winston, Inc. Alexander, L.G. 1963. Poetry and Prose Apreciation for Overseas Students. London: Longman. Ali, Lukman, ed. 1978. Tentang Kritik Sastra. Jakarta: P3B. Aminuddin. 1984. Pengantar Memahami Unsur-unsur dalam Karya Sastra. Malang: FPBS IKIP Malang. Aminuddin. 1984. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: FPBS IKIP Malang. Barthes, Roland. 1992. "Unsur-unsur Semiologi: Langue dan Parole" dalam Panuti Sujiman dan Art van Zoest, (ed.) Serba-serbi Semiotika. Jakartaa; Gramedia, hal. 80-88. Culler, Jonathan. 1986. Theory and Criticism after Structuralism. New York: Cornell University Press. Ithaca. Daiches, David. 1986. Critical Approaches to Literature. London: Longman. Danarto. 1987. Berhala. Jakarta: Pustaka Firdaus. Edy, Nyoman Tusthi. 1991. Kamus Istilah Sastra Indonesia. Ende: Nusa Indah. Fang, Liaw Yock. 1970. Ikhtisar Kritik Sastra. Singapore: Pustaka Nasional. Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hadimadja, Aoh. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Relisme dalam Kesusastraan. Jakarta: Pustaka Jaya. Hamalian, Leo & Karl, Frederick R. 1967. The Shape of Fiction. New York: McGraw-Hill Book Company. Hardjana, Andre. 1981. Kritik Sastra. Jakarta: Gramedia. Hawkes, Terence. 1983. Structuralism & Semiotics. London: Routledge. Hellwig, Tineke. 2003. In The Shadow of Change; Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Desantara Jassin, H.B. 1965. Tifa Penyair dan Daerahnya. Jakarta: Gunung Agung. Kennedy, X.J. 1966. An Introduction to Poetry. Boston: Little, Brown and Company.

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 767

Luxemberg, Jan van. et.al. 1963. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sujiman, Panuti. 1985. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. The Liang Gie. 1976. Garis Besar Estetik. Yogyakart: Karya. Teeuw, A. 1983. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Teeuw, A. 1991. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1983. Teori Kesusastraan. (Terjemahan Melani Budianta.) Jakarta: Gramedia.

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 768