BAB I PENDAHULUAN

Download pencatatan dan pelaporan rutin Sektor Kesehatan, seperti angka kematian bayi ( AKB) dan angka Kematian Ibu (AKI...

0 downloads 264 Views 6MB Size
BAB I PENDAHULUAN

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 merupakan salah satu bentuk dokumentasi tahunan dari produk Sistem Informasi Kesehatan yang dapat memberikan gambaran perkembangan situasi kesehatan khususnya di Wilayah Administratif Provinsi Jawa Barat dan juga merupakan investasi informasi untuk kebutuhan di masa yang akan datang. Instrumen dasar untuk penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat mengacu kepada Pedoman Penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2010 yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang memuat berbagai indikator, variabel yang berkaitan dengan Program Pembangunan Kesehatan. Mekanisme penyusunan Profil Kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Lintas Sektor antara lain BPS, BKKBN, melalui kegiatan pertemuan pemutakhiran data profil, validasi data profil secara berjenjang. Indikator-indikator yang ditampilkan pada Profil Kesehatanantara lain Indikator Derajat Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan. Indikator Derajat Kesehatan merupakan indikator outcome meliputi mortalitas dan morbiditas serta Angka Harapan Hidup. Indikator Upaya Kesehatan merupakan indikator output hasil kegiatan Pelayanan Kesehatan Dasar maupun Rujukan. Indikator Sumber Daya Kesehatan merupakan indikator input yang merupakan syarat pokok dalam pelaksnaan pembangunan kesehatan. Secara umum dalam penyusunan profil kesehatan ini dilakukan analisis deskripsif, analisis komperatif antar Kabupaten, Kota dan Provinsi. Untuk melihat trend tahunan suatu indikator tertentu dilakukan analisis kecenderungan. Secara terbatas dilakukan juga analisis hubungan antar faktor risiko dengan output atau outcome. Untuk mempermudah dalam analisis, variabel indikator yang tersedia pada tabel profil kesehatan ini, disajikan melalui tampilan tabel, gambar yang disesuaikan dengan tujuan analisis seperti grafik garis, grafik batang, dan peta. Profil Kesehatan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi baik sektor kesehatan sendiri maupun sektor non kesehatan, terutama dalam proses manajemen yang meliputi

perencanaan,

penggerakan,

pengendalian

dan

monitoring

serta

evaluasi

pembangunan kesehatan. Untuk itu dilakukan desiminasi informasi melalui distribusi Buku Profil Kesehatan ke berbagai unit/sektor yang berkaitan dengan Bidang Kesehatan seperti Kemenkes.RI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, antar Dinas Kesehatan Provinsi, Bappeda. Beberapa keterbatasan yang mempengaruhi kecepatan dan ketepatan penyelesaian Profil diantaranya adalah;

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

1

 Banyaknya data yang harus dikumpulkan,  Banyaknya sumber data yang menyebabkan mekanisme pengelolaan data dan infromasi menjadi berbeda.  Pemahaman definisi operasional yang berbeda, sehingga menghasilkan data menjadi berbeda.  Belum semua variabel, indikator kesehatan yang dibutuhkan tersedia dalam sistem pencatatan dan pelaporan rutin Sektor Kesehatan, seperti angka kematian bayi (AKB) dan angka Kematian Ibu (AKI) .  Batasan waktu yang sudah ditetapkan untuk updatetidak dipatuhi menyebabkan data yang sudah disepakati seringkali berubah, bahkan ketika profil sudah dicetak.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

2

BAB II VISI MISI PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT

Visi Pembangunan Jawa Barat Tahun 2005-2025 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 adalah “Dengan Iman dan Taqwa, Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia”. Visi tersebut diwujudkan melalui 5 (lima) misi pembangunan yaitu : 1. Mewujudkan kualitas Kehidupan Masyarakat yang berbudaya Ilmu dan Teknologi, Produktif dan Berdaya Saing 2. Meningkatkan Perekonomian yang Berdaya Saing dan Berbasis Potensi Daerah 3. Mewujudkan Lingkungan Hidup yang Asri dan Lestari 4. Mewujudkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik 5. Mewujudkan Pemerataan Pembangunan yang Berkeadilan Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan tantangan dan peluang serta budaya yang hidup dalam masyarakat, maka visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013 adalah “Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera”. Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong effektifitas dan effisiensi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, ditetapkan misi Provinsi Jawa Barat sebagai berikut : 1.

Mewujudkan Sumber Daya Manumur Jawa Barat yang produktif dan ber Daya Saing

2.

Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional ber Basis Potensi Lokal

3.

Meningkatkan Ketersediaan dan Kualitas Infrastuktur Wilayah

4.

Meningkatkan Daya Dukung dan Daya tampung Lingkungan untuk Pembangunan berkelanjutan

5.

Meningkatkan Effektifitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi Dinas Kesehatan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah

Provinsi Jawa Barat berkepentingan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan fenomena penting aktual yang belum dapat diselesaikan pada periode 5 tahun sebelumnya khususnya aksesibilitas dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Maka Misi, Tujuan dan Sasaran pembangunan kesehatan adalah Misi 1 yaitu Mewujudkan Sumber Daya Manumur Jawa Barat yang produktif dan ber Daya Saing, dengan tujuan 1). Mendorong Tingkat pendidikan, kesehatan dan kompetisi kerja masyarakat Jawa Barat, dan 2) Menjadikan masyarakat Jawa Barat yang sehat, berbudi pekerti luhur serta menguasai ilmu dan teknologi, Sedangkan Sasaran utama adalah meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terutama ibu dan anak.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

3

A.

VISI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT. Dengan mempertimbangkan kesesuaian dan keterkaitan dengan Visi dan Misi Departemen Kesehatan serta Visi Pembangunan dan Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat maka telah disusun Visi Pembangunan Kesehatan Jawa Barat yaitu :Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”. Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat adalah sikap dan kondisi dimana masyarakat Jawa Barat tahu, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi permasalah kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan akibat penyakit, bencana, lingkungan dan perilaku yang buruk , serta mampu memenuhi kebutuhannya untuk lebih meningkatkan kesehatannya dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri. Dalam mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut maka telah dirumuskan Visi Dinas Kesehatan Jawa Barat sebagai berikut : “Akselerator Pencapaian Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”. Dinas

Kesehatan

Provinsi

Jawa

Barat

harus

mempunyai

pengetahuan,

kemampuan, kemauan, motivasi, etos kerja yang tinggi, dan menguasai teknologi untuk menjadi pendorong, penggerak, fasilitator dan advokator untuk terjadinya akselerasi pembangunan kesehatan di Jawa Barat yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat termasuk swasta, sehingga Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat dapat segera tercapai, dan masyarakat Jawa Barat menjadi Sehat.

B.

MISI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT. Dalam mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan tantangan kedepan dengan memperhitungkan peluang yang dimiliki, untuk mencapai Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri untuk Hidup Sehat, maka rumusan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat telah ditetapkan dalam 4 (empat) Misi yaitu : 1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas 2. Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan 3. Meningkatkan Sistem Surveilance dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 4. Menjamin ketersediaan sumber daya manumur dan fasilitas pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas. Adapun Tujuan dan Sasaran dari tiap Misi tersebut adalah sebagai berikut : Misi 1 :

Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas Tujuan :

Meningkatkan upaya kesehatan yang mampu mendukung akses dan memberdayakan masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas

Sasaran :

1. Meningkatnya upaya untuk membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan mengembangkan Upaya Kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

4

Berbasis Masyarakat serta mendorong masyarakat untuk memilih tempat pelayanan yang tepat. 2. Meningkatnya

upaya

untuk

menyediakan

pelayanan

kesehatan yang komprehensif bagi ibu maternal, bayi, balita, anak sekolah/remaja, umur produktif dan umur lanjut. 3. Meningkatnya

upaya

untuk

meningkatkan

status

gizi

masyarakat terutama pada ibu hamil dan balita. 4. Meningkatnya ketersediaan,

perlindungan pemerataan,

penggunaan obat,

masyarakat

mutu,

produk pangan,

terhadap

keterjangkauan

dan

produk farmasi yang

berbahaya serta tidak memenuhi syarat. 5. Meningkatnya upaya untuk menyiapkan dan melaksanakan penanggulangan masalah kesehatan pada saat dan pasca bencana serta antisipasi pemanasan global 6. Meningkatnya upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat. Misi 2 :

Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan. Tujuan :

Meningkatkan

ketersediaan

pembiayaan,

kebijakan

dan

pedoman, hukum, system informasi, pemahaman public yang positif tentang kesehatan, dan diikutinya standard mutu sarana, prasarana dan peralatan kesehatan Sasaran :

1. Meningkatnya Kualifikasi Rumah Sakit, Rumah Sakit khusus dan UPTD Provinsi sebagai Center Of Excellent tingkat Nasional/Internasional 2. Meningkatnya Pelayananan

Kualitas dan

dan

Akuntabilitas

Pembangunan

Manajemen

Kesehatan

meliputi

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan kesehatan yang evidence base didukung data yang akurat. 3. Terwujud dan dipatuhinya berbagai kebijakan dan regulasi kesehatan yang pro rakyat, mengutamakan kenyamanan dan keamanan klien/pasien serta petugas. 4. Terwujudnya pemahaman public yang posistif tentang pembangunan kesehatan global, nasional dan local 5. Meningkatnya pelayanan kesehatan diberbagai tatanan sesuai dengan standar mutu. 6. Meningkatnya akuntabilitas dan ketepatan pelaksanaan bantuan

keuangan

Departemen

Kesehatan,

Gubernur

Provinsi Jawa Barat ke Kabupaten/Kota Jawa Barat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

5

Misi 3 :

Meningkatkan

Sistem

Surveilans

dalam

Upaya

Pencegahan

dan

Pengendalian Penyakit Tujuan :

Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit.

Sasaran :

1. Meningkatnya peran dan komitmen pemerintah daerah, jejaring kerja LS/LP dan kemitraan dengan masyarakat termasuk

swasta

dalam

upaya

pencegahan

dan

pemberantasan penyakit 2. Meningkatnya

perlindungan,

penatalaksanaan

kasus,

pengendalian factor resiko serta terselenggaranya system surveillance dan kewaspadaan dini KLB/Wabah secara berjenjang. 3. Meningkatnya upaya untuk mengembangkan sentra regional untuk rujukan penyakit, pelatihan penanggulangan penyakit, kesiap

siagaan

KLB/Wabah

dan

bencana

maupun

kesehatan matra. 4. Mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat dan menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan. Misi 4 :

Menjamin ketersediaan sumber daya manumur dan fasilitas pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas. Tujuan :

Meningkatkan jumlah, jenis , mutu dan penyebaran tenaga serta kesehatan, dan pemberdayaan profesi kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan.

Sasaran :

1. Meningkatnya

ketersedian

tenaga

kesehatan

yang

professional dan kompeten di semua sarana pelayanan kesehatan 2. Meningkatnya

ketersediaan

sarana

dan

prasarana

pelayananan kesehatan pemerintah dan swasta yang terjangkau dan berkualitas

C.

KEBIJAKAN DAN PROGRAM Dalam rangka mencapai Visi dan Misi yang telah dirumuskan dan dijelaskan tujuan dan sasarannya, maka untuk memperjelas cara untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut melalui strategi pembangunan kesehatan yang terdiri atas Kebijakan dan Program sebagai berikut: Kebijakan 1:

Meningkatkan pelayanan kesehatan terutama Ibu dan Anak, yang dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut : 1. Program Upaya Kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

6

Kebijakan 2 :

Mengembangkan

sistem

kesehatan,

yang

dilaksanakan

melalui

program-program sebagai berikut : 1. Program Manajemen Pelayanan Kesehatan 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan Kebijakan 3 :

Meningkatkan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian penyakit menular serta tidak menular, yang dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut : 1. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular

Kebijakan 4 :

Meningkatkan Kualitas

dan

Kuantitas

Tenaga

Kesehatan,

yang

dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut : 1. Program Sumber Daya Kesehatan

Dalam upaya menjawab tantangan dan isu strategis dalam program pembangunan kesehatan Jawa Barat maka dilakukan upaya penajaman terhadap kegiatan sebagai berikut : 1. Peningkatan Persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten di fasilitas kesehatan untuk meningkatkan Angka Harapan Hidup (UHH), menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) 2. Intensitas dan penyebaran penyakit 3. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS )

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

7

BAB III GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

A. GAMBARAN UMUM DAN KEPENDUDUKAN 1.

Gambaran Umum Wilayah 0

0

Provinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 5 50’ – 7 50’ Lintang 0

0

Selatan dan 104 48’ – 108 48’ Bujur Timur, dengan batas wilayah di sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia, sedangkan di daerah Utara adalah Laut Jawa. Luas wilayah Provinsi Jawa Barat sebesar 37.116,54 kilometer persegi atau sekitar 27,82% dari luas wilayah Pulau Jawa dan Madura atau 1,85% dari luas wilayah Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Indonesia di sebelah barat Pulau Jawa. Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah. Kondisi topografi Jawa Barat, dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9,5%) yang terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai (36,48 %) yang terletak di bagian Tengah dengan ketinggian 10-1.500 m dpl., dan wilayah daratan landai (54,02%) yang terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0-10 m dpl. Jawa Barat memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar 17,40-30,70 C dengan kelembaban udara 73-84%. Jawa Barat beriklim tropis dengan curah hujan tinggi, rata-rata curah hujan dalam sebulan adalah 161 milimeter dan 7 hari hujan.Iklim demikian menunjang adanya lahan subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagian besar dari luas tanah yang ada dipergunakan sebagai 0

0

lahan pertanian. Suhu 9 C di Puncak Gunung Pangrango dan 34 C di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota, mencakup sekitar 626 Kecamatan, 3.232 Perkotaan dan 2.659 Perdesaan dan dibagi menjadi 5 Koordinator Wilayah yaitu : •

Wilayah Bogor yang terdiri dari Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

8



Wilayah Purwakarta terdiri dari Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang.



Wilayah Cirebon terdiri dari Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majelengka, Kabupaten Kuningan.



Wilayah Priangan Timur terdiri dari Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Tasikmalaya

Kota

Tasikmalaya,

Kabupaten

Sumedang

dan

Kabupaten

Pangandaran. •

Wilayah Priangan Barat terdiri dari Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Garut, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat.

2. Pertumbuhan Penduduk. Berdasarkan Estimasi Penduduk Tahun 2012, Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat adalah 44.548.431 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 22.666.168 jiwa (50,88%) dan penduduk perempuan adalah 21.882.263 (49,12%). Kenaikan Penduduk Provinsi Jawa Barat kurun waktu tahun 2010-2012 terdapat peningkatan jumlah penduduk sekitar 3,47%. Gambar III. A. 1 Jumlah Penduduk Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000 – 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Sex Ratio di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 103,06, artinya komposisi laki-laki lebih banyak dibandingkan komposisi perempuan, dengan pengertian ada 103 hingga 104 orang laki-laki diantara 100 orang perempuan. Rasio jenis kelamin tiga tertinggi di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur (107,14), Kabupaten Karawang (106,39) dan Kabupaten Indramayu (106,14), sedangkan rasio jenis kelamin tiga terendah berada di Kabupaten Ciamis (98,09), Kota Banjar (98,35) dan Kabupaten Tasikmalaya (99,41). Komposisi penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut, komposisi umur penduduk

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

9

Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 masih termasuk dalam kategori penduduk menengah, dimana median umurnya berada pada umur 26,86 tahun. Untuk mengetahui komposisi penduduk Provinsi Jawa Barat berdasarkan struktur umur dan jenis kelamin berikut digambarkan piramida penduduk seperti dibawah ini. Gambar III. A. 2 Piramida Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Kategori penduduk menengah tersebut sesuai dengan gambaran proporsi jumlah penduduk terbesar di Jawa Barat yang berkisar ada pada kelompok umur 1564 tahun dalam kurun waktu 2005 – 2012, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini. Gambar III. A. 3 Persentase Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2012 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%

5,48

5,02

4,66

4,66

4,73

66,03

65,25

66,09

66,09

66,87

28,49

29,73

29,25

29,25

28,39

2008 2009 >= 65 Thn

2010 15-64 Thn

2011

2012 0-14 Thn

Angka beban ketergantungan penduduk di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2010 sebesar 52,55% mengalami penurunan menjadi 52,0% pada tahun 2012 yang artinya bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Jawa Barat menanggung sekitar 52 orang penduduk usia belum/ tidak produktif.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

10

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun relatif cenderung terus menurun. Pada periode 2005 – 2006, LPP Provinsi Jawa Barat mencapai 1,94%, periode berikutnya mengalami penurunan sehingga pada periode tahun 2007-2012 mengalami fluktuasi menjadi 1,66 tahun 2012 dan lebih tinggi dari LPP Nasional (1,19% tahun 2012). Kondisi tersebut menunjukan upaya pengendalian penduduk di Provinsi Jawa Barat relatif cukup baik. Gambar III. A. 4 Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Barat Periode tahun 2005 – 2012 2,5

1,94

1,83

2

1,89

1,71

1,9 1,66

1,5 1 0,5 0 2005 - 2006

2006-2007

2007-2008

2000-2010

2011

2012

Sumber : Bapeda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

0,40

1,00

0,68 0,53 0,47 0,46

0,96

0,88 0,84

KAB. SUBANG

2,00

KAB. TASIKMALAYA

3,00

1,89 1,86 1,76 1,73 1,60 1,22 1,21 1,15 1,14 1,10

4,00

1,99 1,99

3,48 3,13 2,56 2,37 2,06

4,69

5,00

4,30

Gambar III. A. 5 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2000-2010

KAB. MAJALENGKA

KAB. CIAMIS

KAB. INDRAMAYU

KAB. CIREBON

KAB. KUNINGAN

KOTA CIREBON

KAB. CIANJUR

KOTA BANJAR

KOTA BANDUNG

KAB. SUMEDANG

KAB. GARUT

KAB. SUKABUMI

KOTA SUKABUMI

KAB. KARAWANG

JAWA BARAT

KOTA TASIKMALAYA

KAB. BDG BARAT

KOTA CIMAHI

KAB. PURWAKARTA

KOTA BOGOR

KAB. BANDUNG

KAB. BOGOR

KOTA BEKASI

KOTA DEPOK

KAB. BEKASI

0,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Laju Pertumbuhan Penduduk per Kabupaten/Kota periode tahun 2000-2010 berkisar antara 0,40% – 4,69%. LPP terendah terjadi di Kabupaten Majalengka sedangkan yang tertinggi di Kabupaten Bekasi. Proporsi Kabupaten/Kota dengan LPP lebih rendah dari angka Jawa Barat sebesar 65,39%. LPP di Kabupaten Bekasi mencapai 4,69 persen/tahun, menyusul Kota Depok 4,3 persen/tahun, Kota Bekasi 3,48 persen/tahun dan Kota Bandung 2,56 persen/tahun. Nilai LPP tersebut jauh di atas LPP Nasional sebesar 1,49 persen/tahun maupun LPP Jawa Barat sebesar 1,89 persen/tahun PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

11

Sedangkan proporsi kabupaten/kota dengan LPP < 1% sebesar 30,77% yaitu Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Tasikmalayan, Kabupaten Subang dan Kota Cirebon. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar III.A.5 .

3.

Persebaran dan Kepadatan Penduduk Luas wilayah yang tidak seimbang di antara Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat berdampak pula pada persebaran penduduk yang berakibat menjadi kompleknya masalah kependudukan di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 11,08% dari jumlahpenduduk Jawa Barat, disusul dengan Kabupaten Bandung sebesar 7,38%. Sedangkan daerah yang memiliki penduduk terkecil adalah Kota Banjar yanghanya sebesar 0,41% dari total penduduk Jawa Barat Pada tahun 2012 Kabupaten Bogor (5.122.473 jiwa) merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar sekitar 11,2% dari penduduk Jawa Barat. Kabupaten/Kota lainnya dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Kabupaten Bandung (3,3 juta jiwa atau 7,42%), Kabupaten Bekasi (2,79 juta jiwa atau 6,26%), Kabupaten Garut (2,48 juta atau 5,57%) dan Kota Bandung (2,46 juta jiwa atau 5,53%). Sementara itu ada 3 (tiga) wialyah yang mempunyai penduduk paling sedikit adalah Kota Banjar (180.030 jiwa atau 0,40%), Kota Cirebon (302.772 jiwa atau 0,68%) dan Kota Sukabumi (308.508 jiwa atau 0,69%, dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar III. A. 6 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Persebaran penduduk di Jawa Barat tidak merata, terjadi pemusatan penduduk yang mempunyai kepadatan diatas 1.000 jiwa per kilometer persegi yaitu di Wilayah Bogor (Kabupaten/Kota Bogor, Kota Depok dan Kota Sukabumi), Wilayah Purwakarta (Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten Karawang), Wilayah Cirebon (Kabupaten/Kota Cirebon, Majalengka), Wilayah Priangan Timur (Kota Banjar dan Kota Tasikmalaya) PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

12

dan Wilayah Priangan Barat ( Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi). Kemungkinan disebabkan oleh karena daerah tersebut merupakan daerah pusat industri yang menjadi daerah tujuan utama para migran. Kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat menunjukkan perubahan dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan dari 972 orang per kilometer persegi pada tahun 2000 menjadi 1.130 orang perkilometer persegi di tahun 2005, pada tahun 2010 menjadi 1.160 perkilometer perseginya.dan tahun 2012 naik kembali menjadi 1.200, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel III. A.1 Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa BaratTahun 2007-2012 Kepadatan Penduduk Per Keterangan Tahun kilometer persegi Sumber Data 2007 1.167 Suseda 2008 1.187 Suseda 2009 1.233 Suseda 2010 1.160 Sensus 2011 1.182 Estimasi 2012 1.200 Estimasi Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat

Kepadatan penduduk yang paling tinggi terdapat di Kota Bandung yaitu 14.634 jiwa per kilometer persegi, diikuti oleh Kota Cimahi sebesar 13.608 jiwa per kilometer persegi. Kabupaten yang paling jarang penduduknya adalah Kabupaten Ciamis dengan kepadatan penduduk sebesar 565 per kilometer persegi.

3.

Angka Kelahiran Kasar (CBR= Crude Birth Rate) dan Angka Kesuburan (TFR = Total Fertility Rate) Selama periode 2000 – 2010, trend Angka Kesuburan di Jawa Barat terus mengalami penurunan. Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan (Total Fertility Rate) di tahun

2000

masih

menunjukan

angka

2,61

dan

tahun

2005

mengalami

penurunanmenjadi 2,53 dan tahun berikutnya terus menurun menjadi 2,08 di tahun 2009, sedangkan tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 2,5. Sedangkan berdasarkan SDKI 2012, rata-rata perempuan akan mempunyai 2,5 anak selama hidupnya. Angka Kesuburan di Jawa Barat mengalami kenaikan menjadi 2,5 anak selama hidupnya. Demikian juga Angka Kelahiran Kasar yang terus menunjukkan penurunan dari tahun 2000 Angka Kelahiran Kasar sebesar 23,98 hingga pada tahun 2012 sebesar 25,00

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

13

Tabel III. A. 2 Angka Kelahiran Kasar (CBR) dan Angka Kesuburan Total (TFR) Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2000, 2005 – 2010, 2012 Total Fertility Rate (TFR) Crude Birth Rate (CBR) Tahun Angka Kesuburan Total Angka Kelahiran Kasar 2000 2,61 23,98 2005 2,53 25,41 2006 2,39 24,01 2007 2,30 23,10 2008 2,20 21,09 2009 2,08 20,92 2010 2,18 21,90 2012 2,50 25,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, BKKBN Provinsi Jabar, SDKI 2012

B. GAMBARAN SOSIAL EKONOMI 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, rata–rata Laju Pertumbuhan ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat tahun 2012 relatif meningkat. Pada 2012 Laju pertumbuhan ekonomi (LPE), sebesar 6,2 %, dengan laju inflasi antara 4,9 6%. Sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tertinggi adalah Sektor Kontruksi, Industri, Perdagangan, sedangkan kontribusi yang paling kecil diberikan oleh Sekror Keuangan, Persewaan dan Jasa. PDRB atas dasar harga

konstan 2000 pada tahun 2012, mengalami

peningkatan sebesar 6,21% dari tahun 2011 sebesar Rp. 343,11 trilyun menjadi Rp. 364,41 trilyun tahun 2012, sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga sebesar 59,08%, ekspor sebesar 36,30% dan pembentukan modal tetap bruto 19,20%. Sedangkan pertumbuhan nilai PDRB menurut penggunaan, konsumsi Pemerintah mengalami kenaikan sebesar 10,58%. Dari sisi lapangan usaha, perekonomian Jawa Barat didominasi oleh peranan tiga sektor utama yakni sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan Hotel & Restoran dan sektor Pertanian. Besarnya

pendapatan

yang

diperoleh/diterima

rumah

tangga

dapat

mengambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun demikian data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga dalam survey/ kegiatan Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) didekati melalui pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2012, Pola rata-rata pengeluaran per-kapita rumah tangga di Provinsi Jawa Barat menunjukan sebanyak 58,64% pengeluaran rumah tangga.

2. Penduduk Miskin Indikator kemiskinan ditentukan dengan Nilai Rupiah yang dibelanjakan untuk 2.100 kalori per kapita per hari ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lainnya seperti perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan, PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

14

dan transportasi. Perubahan batas kemiskinan di Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya sesuai dengan ukuran pendapatan per kapita menurut nilai mata uang rupiah yang sedang berlaku, Garis kemiskinan Jawa Barat bulan September 2012 sebesar Rp.242.104,- atau mengalami peningkatan sebesar 7,01%, apabila dibandingkan dengan garis kemiskinan bulan September 2012 (Rp. 226.097,-). Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain ditandai oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2012 sebanyak 4.421.484 orang atau 9,89% dari jumlah penduduk Jawa Barat dan mengalami penurunan dari tahun 2011 yang mencapai angka 10,57%. Tingkat kemiskinan ini dipandang sebagai ketidak-mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan. Dalam kurun waktu setahun terakhir penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan naik sebesar 0,07%, sedangkan di daerah perkotaan turun sebesar 0,17 %. Untuk daerah perkotaan garis kemiskinan sebesar Rp. 249.170,- atau naik 4,17% dari kondisi Maret 2012 (Rp. 239.189. Garis kemiskinan di daerah perdesaan sedangkan garis kemiskinan di daerah perdesaan mengalami peningkatan yang lebih tinggi yaitu 5,52% menjadi sebesar Rp. 228.577,- dibandingkan dengan kondisi Maret 2012 sebesar Rp. 216.610,-. Gambar III. B. 1 Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota (%), di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Keterjangkauan pelayanan kesehatan pada golongan lapisan masyarakat tersebut

diharapkan

dapat

menstimulus

meningkatnya

derajat

kesehatan

masyarakat.Perluasan jangkauan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

15

masyarakat dilakukan secara berkelanjutan dengan disertai upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat melaksanakan perilaku hidup sehat. Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat Jalan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 46,9,2% (Lampiran Tabel 56). Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (42,3%) mengalami peningkatan sebesar 4,6 poin. Sedangkan Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat Inap di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebanyak 2,1% (Lampiran Tabel 56).

3.

Tingkat Pendidikan Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM) terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka Melek Huruf (AMH). Capaian Tingkat Pendidikan untuk indikator Angka Melek Huruf (AMH) pada Tahun 2012 sebesar 96,97% dan terjadi peningkatan capaian AMH Tahun 2012 terhadap Tahun 2007 sebesar 1,65%. Persentase AMH penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 96,97% yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada 96-97 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Capaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada Tahun 2012 sebesar 8,15 tahun (angka perkiraan BPS Jawa Barat, 6 Maret 2013),Tahun 2008 sebesar 7,50 tahun (LKPJ 2008), sedangkan capaian RLS Tahun 2007 sebesar 7,50 tahun. Dengan demikian capaian RLS Tahun 2012 terhadap Tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 0,65 tahun. Berdasarkan Susenas 2012, AMH penduduk usia 15 tahun ke atas perempuan (94,10%) lebih rendah dibandingkan laki-laki (97,33%). AMH penduduk usia 15 tahun ke atas di daerah perdesaan (92,75%) lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan (97,28%). Rendahnya AMH penduduk usia 15 tahun ke atas disebabkan oleh rendahnya AMH penduduk usia 45 tahun ke atas. AMH penduduk usia 45 tahun ke atas sebesar 88,09 persen. AMH penduduk usia 45 tahun ke atas perempuan (83,46 persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (92,67 persen). Angka Partisipasi Sekolah (APS) menunjukkan besaran penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah. APS merupakan ukuran daya serap, pemerataan dan akses terhadap pendidikan khususnya penduduk usia sekolah. APS 13-15 tahun sebesar 89,59 persen. Ini menunjukkan masih terdapat kelompok usia wajib belajar (13-15 tahun) sebesar 19,20 persen yang tidak bersekolah. APS 16-18 tahun sebesar 58,56 persen dan APS 19-24 tahun sebesar 11,78 persen. APS di perdesaan lebih rendah dibandingkan perkotaan. Semakin tinggi kelompok umur semakin besar perbedaannya (gap). Di perdesaan APS 7-12 tahun sebesar 94,29 persen, APS 13-15 tahun 74,83 persen, APS 16-18 tahun 33,95 persen, APS 19-24 tahun sebesar 5,41 persen. Di perkotaan APS 7-12 tahun sebesar 95,68 persen, APS 13-15 tahun 84,17 persen, APS 16-18 tahun 49,95 persen dan APS 19-24 tahun sebesar 14,20 persen.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

16

Kualitas SDM dapat dilihat dari pendidikan yang ditamatkan.Gerakan wajib belajar 9 tahun mentargetkan pendidikan yang ditamatkan minimal tamat SMP. Persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah sebesar 7,22 persen, tidak/belum tamat SD 17,87 persen, tamat SD/MI/sederajat 35,51 persen dan tamat SMP/MTs/sederajat sebesar 16,29 persen. Kualitas SDM daerah perdesaan lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan. Pada gambar Persentase penduduk penduduk laki-laki berpendidikan tertinggi yang ditamatkan pada jenjang SD di daerah perkotaan sebesar 26,11% dan di perdesaan sebesar 49,26%. Dan yang berpendidikan tertinggi SMP ada 21,64% penduduk laki-laki di daerah perkotaan dan di perdesaan sebesar 19,61%. Secara rinci dapar dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar III. B. 2 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012. Persentase Penduduk Laki-laki

Persentase Penduduk Perempuan

Sumber : BPS Susenas 2012

4.

Status Pembangunan Manusia Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat berdasarkan penghitungan BPS dapat dilihat dalam Gambar III.B.4. Secara umum pembangunan manusia di Jawa Barat selama periode 2008 - 2012 mengalami peningkatan sebesar 2,03 poin. Hal ini berhubungan langsung dengan perbaikan beberapa indikator sosial ekonomi. Misalnya, angka melek huruf dewasa terus meningkat seiring dengan meningkatnya program pemerintah dalam pengentasan buta aksara. Indeks Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012, mencapai 72,67 poin, dan naik 0,67 poin apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (72,00 poin), akan tetapi pencapaian Indeks Kesehatan tersebut belum mencapai target (73,40).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

17

Gambar III. B. 3 Perkembangan IPM di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 – 2012 80,0 60,0 40,0 20,0 -

2008

2009

2010

2011

2012

IPM

71,1

71,6

72,2

72,8

73,2

Angka Harapan Hidup

67,8

68,0

68,2

68,4

68,6

Target pencapaian Indeks Pembangunan Manusia 80 tahun 2015, sesuai dengan PERDA 9 Tahun 2008 Tentang RPJPD Provinsi Jabar Tahun 2005-2025 tercantum pada gambar dibawah ini. Gambar III. B. 4 Skenario IPM 80 di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2015

Tabel III. B.1 Capaian IPM Jawa Barat tahun 2007-2012

Uraian IPM a)  Indeks Pendidikan - RLS (Tahun) - Angka Melek Huruf (%) b)   Indeks Kesehatan - Angka Harapan Hidup c)    Indeks Daya beli

2007 70,71 80,21 7,5 95,32 71 67,6 60,93

2008 71,12 80,35 7,5 95,53 71,33 67,8 61,66

Tahun 2009 2010 71,64 72,08 81,14 81,67 7,72 7,95 95,98 96 71,67 72 68 68,2 62,1 62,57

2011 72,82 82,55 8,2 96,48 72,34 68,4 63,57

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

2012 73,19*) 82,75*) 8,15*) 96,97*) 72,67*) 68,60*) 64,17*)

18

Gambar III. B. 5 Indeks Pembangunan Manusia dan Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

Beberapa kabupaten kota capaian IPM berada diatas rata-rata capaian IPM Jawa Barat yaitu Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Kota Cirebon, Kota Sukabumi,Kota Bogor, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung. Sedangkan kabupaten kota lainya berada dibawah rata-rata IPM Jawa Barat dengan capaian terendah berada di WKPP III dan WKPP IV yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon Dan Kabupten Cianjur. Indeks Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 mencapai 82,75 atau naik 1,08 point dari tahun 2010. Beberapa komponennya yaitu rata-rata lama sekolah (RLS) mencapai 8,20 tahun atau naik 0,25 tahun, angka melek huruf (AMH) mencapai 96,48% atau naik 0,48%, APK SD/MI mencapai 119,06% atau naik 1,88%, APK SMP/MTs mencapai 94,03% atau naik 0,06%, serta APK SMA/SMK/MA mencapai 59,56% atau naik 2,06%. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa berbagai program yang telah kita canangkan tentunya tidak akan berhasil dengan optimal jika tidak diiringi dengan sinergitas dan dukungan yang penuh dari segenap stakeholders pembangunan pendidikan, khususnya

untuk meningkatkan pemerataan akses

pendidikan. Selanjutnya pada tahun 2012, pencapaian Provinsi Jawa Barat dalam Indeks Daya Beli yang merupakan alat ukur untuk mengetahui standar kehidupan yang layak adalah 64,17 poin. Kondisi Purchasing Power Parity atau Paritas Daya Beli LPPD Pemerintah Provinsi Jawa Barat 2012 mencapai Rp.637.67 ribu, jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai Rp. 630,77 ribu, mengalami kenaikan sekitar 1,1%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

19

Gambar III. B. 6 Peta Angka Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

Sumber : BPS Jawa Barat

Apabila dibandingkan antara Kabupaten/Kota, dari gambar diatas terlihat bahwa ada 13 Kabupaten/Kota yang Indeks Kesehatannya diatas angka Jawa Barat (72,34) dan 13 Kabupaten/Kota dibawah angka Jawa Barat. Apabila dibandingkan per Kabupaten/Kota ternyata yang tertinggi terdapat di Kota Depok (79,95) dan yang terendah terdapat di Kabupaten Cirebon (66,95).

C. GAMBARAN LINGKUNGAN FISIK Faktor terbesar yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah lingkungan. Gambaran beberapa faktor risiko lingkungan yang dapat disajikan dibawah ini antara lain Cakupan Rumah Sehat, Cakupan Jamban Sehat, Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung, Angka Bebas Jentik dan Cakupan Pengawasan Tempat Tempat Umum Pengolahan Makanan (TTUPM). Dalam pembahasan indikator penyehatan lingkungan ini baru dilakukan analisis deskriftip dan dilakukan secara partial, belum dilakukan upaya untuk menghubungkan faktor risiko dengan outcome penyakitnya.

1. Angka Bebas Jentik (ABJ) Salah satu indikator keberhasilan pengendalian penyakit bersumber binatang yang berkaitan dengan upaya kesehatan lingkungan adalah pemantauan faktor risiko penyakit demam berdarah dengue (DBD), yakni Angka Bebas Jentik (ABJ). Besaran risiko terjadinya penularan DBD bisa di identifikasi berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ). ABJ dapat memberikan indikasi berapa banyak rumah/ bangunan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

20

yang ketika diperiksa tidak terdapat jentik nyamuk aedes aegepty penular DBD. Semakin tinggi nilai ABJ disuatu wilayah maka semakin rendah risiko terjadinya penularan DBD di wilayah tersebut.. Sebaliknya semakin rendah nilai ABJ maka semakin besar risiko penularan DBD di wilayah tersebut. Nilai rujukan ABJ yang aman minimal 95 % (kebalikan dari indikator House Index). Gambar III. C. 1 Angka Bebas Jentik (ABJ) Menurut Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Risiko penularan DBD di Provinsi Jawa Barat masih relatif tinggi, mengingat ABJ Jawa Barat masih dibawah nilai standar 95%. Tahun 2012 ABJ Provinsi Jawa Barat hanya mencapai 80%. Dari 26 kabupaten kota hanya Kota Cimahi dan Kota Banjar yang mempunyai ABJ diatas 95%. Berdasarkan risiko ABJ di Jawa Barat untuk wilayah administrasi kabupaten, Kabupaten Karawang merupakan kabupaten yang mempunyai ABJ paling rendah yakni 54% dan yang tertinggi ada di Kabupaten Garut yakni 94.1%. Sedangkan untuk wilayah administrasi kota Kota Sukabumi merupakan kota dengan ABJ terendah yakni 88.7% dan untuk yang tertinggi ada di Kota Cimahi dengan angka 96.4%.

2. Rumah Sehat Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang mempunyai jamban sehat, mempunyai sarana air bersih, mempunyai tempat pembuangan sampah, mempunyai sarana pembuangan limbah, mempunyai ventilasi rumah yang baik, memiliki kepadatan hunian rumah yang sesuai dan mempunyai lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah. Rumah merupakan tempat aktifitas dan tempat berlindung keluarga, sehingga diperlukan kondisi rumah yang dapat mengurangi/ menghilangkan risiko penghuni rumah untuk menjadi sakit. Berikut gambaran capaian Cakupan Rumah Sehat menurut kabupaten kota di Jawa Barat tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

21

Gambar III. C. 2 Cakupan (%) Rumah Sehat Menurut Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambar III. C. 3 Sebaran Cakupan (%) Rumah Sehat Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Rumah Sehat Provinsi Jawa Barat adalah 62.8 %. Sebanyak 13 kabupaten kota (50 %) cakupannya lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Rumah Sehat tertinggi untuk wilayah kabupaten terdapat di Indramayu (92.4%) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai oleh Kota Bekasi (89.5%). Sedangkan untuk cakupan terendah

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

22

wilayah kabupaten terdapat di Bandung Barat (38.7%) dan untuk wilayah kota terdapat di Kota Sukabumi dengan cakupan hanya 57.8 %. Semakin tinggi Cakupan Rumah Sehat disuatu wilayah, maka akan semakin kecil risiko penghuni rumah tersebut menjadi sakit. Bila dilihat dari sebaran Cakupan Rumah Sehat di Jawa Barat yang mencapai 62.8 %, maka gambar peta diatas menunjukan bahwa Cakupan Rumah Sehat di bagian selatan Jawa Barat (kecuali Tasikmalaya) relatif lebih rendah dibanding dengan Cakupan Rumah Sehat di bagian Utara Jawa Barat (kecuali Bekasi). 3. Jamban Sehat Jamban Sehat adalah tempat buang air besar yang konstruksinya memenuhi syarat-syarat kesehatan, antara lain pembuangannya tinjanya menggunakan tangki septik. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan kabupaten kota, Cakupan Jamban Sehat di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah 73.0 %, seperti diperlihatkan oleh gambar berikut.. Gambar III. C. 4 Cakupan (%) Jamban Sehat Menurut Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Lima belas kabupaten kota (57.7 %) di Jawa Barat Cakupan Jamban Sehatnya sudah lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Jamban Sehat tertinggi untuk wilayah kabupaten terdapat di Subang (100 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai oleh Kota Sukabumi (99.8%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten terdapat di Cirebon (35.2%) dan wilayah kota terdapat di Kota Cimahi dengan cakupan hanya 35.2%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

23

4. Cakupan Keluarga dengan Air Minum Terlindung Alternatif masyarakat untuk mendapatkan sumber air minum di Jawa Barat sangat bervariasi. Masyarakat perkotaan sebagian besar sudah menggunakan jasa PDAM untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum. Sedangkan masyarakat di pedesaan relatif lebih bervariasi dari mulai yang menggunakan sumur gali, sumur pompa, mata air, air hujan sampai yang memanfaatka badan air seperti danau, sungai untuk memenuhi kebutuhan sumber air minumnya. Sumber mata air tersebut ada yang terlindung ada yang tidak terlindung. Sumber air PDAM, sumur gali, sumur pompa relatif lebih terlindung dan memenuhi persyaratan kesehatan. Sedangkan sumber air danau, sungai, mata air relatif tidak terlindung dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Yang dimaksud sumber air bersih yang terlindung adalah sumber air minum keluarga yang bersumber dari sarana air bersih yang telah memenuhi persyaratan baik biologis, kimia dan fisik (Permenkes). Gambaran Cakupan Keluarga Dengan Air Minum Terlindung di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada gambar dibawah ini.. Gambar III. C. 5 Cakupan (%) Keluarga dengan Air Minum Terlindung Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung sebesar 84.3 %. Sebanyak 18 kabupaten kota Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Bersih Terlindung lebih tinggi dari cakupan provinsi. Cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung tertinggi untuk wilayah kabupaten terdapat di Ciamis (99.8 %) dan untuk kota cakupan tertinggi dicapai oleh Kota Bogor (99.4%). Sedangkan untuk cakupan terendah wilayah kabupaten terdapat di Karawang (47.4 %) dan untuk wilayah kota terdapat di Kota Depok dengan cakupan 66.0 %.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

24

5. Tempat Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM) Dalam upaya mengurangi risiko Tempat Tempat Umum (TTU) menjadi tempat penularan / sumber penyakit, maka dilakukan pemantauan terhadap TTU tersebut. Beberapa TTU yang rutin dilakukan pemantauan oleh kabupaten kota antara lain Hotel, Restoran/ Rumah MakanP pasar dan Tempat Umum Pengolahan Makanan (TUPM). Gambar III. C. 6 Cakupan (%) TUPM Menurut Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Berdasarkan pencatatan pelaporan kabupaten kota di Jawa Barat selama tahun 2012 tercatat 128,680 TUPM, dimana sebanyak 72.028 buah (56%) diantaranya sudah dilakukan pengawasan dan pemeriksaan. Hal itu berarti bahwa masih terdapat 44 % TUPM lainnya yang belum dilakukan pengawasan dan pemeriksaan. Dari 56 % TUPM yang sudah diperiksa, hanya 72,3 % yang memenuhi persyaratan. Berarti secara keseluruhan baru 40.5 % TUPM yang sudah diketahui kualitas

lingkungannya

seperti

bagaimana

kualitas

air

bersihnya,

bagaimana

pembuangan limbahnya, bagaimana cara pembuangan sampahnya, dan bagaimana cara pengolahan serta penyimpanan makanannya.

D. GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT 1. Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS) Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penanggulangan masalah kesehatan melalui pencegahan terjadinya kesakitan maupun kematian.

PHBS

mengisyaratkan slogan “Lebih Baik Mencegah daripada Mengobati’. Program PHBS adalah upaya untuk pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat, yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat turut menangani masalah di bidang kesehatan serta berperan-aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

25

mencakup tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Tempat Umum dan Sarana Kesehatan. Walaupun masih dibawah target nasional, namun persentase cakupan Rumah Tangga Ber PHBS dari tahun ke tahun menunjukan adanya peningkatan dimana pada periode tahun 2008-2012 mengalami kenaikan dari 32,13% menjadi 47,4% tahun 2012. Untuk perbandingan antar Kabupaten/Kota lebih rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar III. D. 1 Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) menurut Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Dari gambar diatas terlihat bahwa Kabupaten/Kota yang mempunyai Persentase Rumah Tangga Ber- Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) tertinggi terdapat di Kota Cirebon (91,15%) dan terendah di Kabupaten Cianjur (24,67%). Indikator PHBS di tatanan rumah tangga

mencakup aspek-aspek sebagai

beriktu yaitu : ibu bersalin oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI untuk balita, adanya jaminan pemeliharaan kesehatan, aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok, makan dengan gizi berimbang, ketersediaan air bersih, adanya jamban, tingkat kepadatan hunian, lantai rumah bukan dari tanah, bebas jentik. Hasil Riset kesehatan daerah di Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Barat tahun 2007 menunjukkan persentase keluarga PHBS yang tinggal di perkotaan lebih baik (45,1%) dibandingkan dengan di pedesaan (31,1%). Berdasarkan tingkat pengeluaran per-kapita keluarga, semakin sejahtera tingkat sosial ekonomi keluarga semakin besar proporsi pencapaian keluarga bersih dan sehat. Penerapan PHBS di rumah tangga diharapkan mengurangi risiko terjadinya kematian bayi karena tidak ditolong oleh tenaga kesehatan, meningkatkan daya tahan tubuh

dengan

ASI.

Pencegahan

penyakit

degeneratif

dengan

berolah

raga,

mengkonsumsi makanan bergizi. Pencegahan penyakit pernafasan dengan tidak PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

26

merokok dan tinggal di tempat yang tidak terlalu padat hunian. Ketersediaan air bersih, jamban dan lantai mengurangi risiko kejadian penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, penyakit kulit, dll. Hingga saat ini penyakit Infeksi saluran Pernafasan dan Diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang cukup besar di Jawa Barat. Hasil Susenas 2012, persentase penduduk 10 tahun keatas yang merokok di Jawa Barat sebanyak 29,38%, yang terdiri dari umur 10-17 tahun sebanyak 2,93%, umur 18-24 tahun sebanyak 26,36% dan diatas 25 tahun sebanyak 37,68%. Hal ini menunjukkan bahwa Perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat masih merupakan tantangan berat.

2. Umur Perkawinan Pertama Umur perkawinan pertama mempunyai pengaruh yang besar terhadap tinggi rendahnya tingkat fertilitas, karena pangjangnya masa reproduksi berkaitan dengan umur pertama kali perempuan melakukan pernikahan. Makin muda usia perempuan pada perkawinan pertama maka kecenderungan untuk memiliki anak lebih banyak semakin tinggi. Hal ini berkaitan antara usia perempuan saat perkawinan pertama dengan faktor risiko ibu melahirkan. Semakin muda usia perkawinan pertama, semakin besar risiko yang dihadapi bagi keselamatan kesehatan ibu maupun bayi, secara mental perempuan muda yang cepat menikah umumnya sangat rentan perceraian karena emosi yang belum stabil dan belum siap untuk menjalankan rumah tangga serta belum siap menerima pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan. Demikian pula dengan semakin tua usia perkawinan pertama, maka risiko yang dihadapi semakin tinggi baik pada masa kehamilan maupun pada masa melahirkan. Pada periode tahun 2007-2012 telah dapat dilihat lebih nyata bahwa usia perkawinan pertama pada perempuan kurang dari 15 tahun cenderung menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dari 23,53% tahun 2007 menjadi 15,72% tahun 2012, disisi lain usia perkawinan diatas 19 tahun cenderung mengalami peningkatan. Tabel III. D. 1 Penduduk Perempuan berusia 10 tahun ke atas yang pernah menikah Menurut usia perkawinan pertama di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 – 2012

Usia Perkawinan Pertama 1. 2. 3. 4.

< 15 tahun 16 - 18 Tahun 19 – 24 tahun > 25 tahun Jumlah

2007

2008

2009

2010

2011

2012

22,83 38,72 31,54 6,91 100,00

23,53 38,39 30,53 7,55 100,00

20,46 37,84 33,91 7,79 100,00

16,45 36,75 36,47 12,07 100,00

15,89 35,91 38,99 9,21 100,00

15,72 36,41 38,28 9,60 100,00

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

27

Perkawinan umur pertama sangat muda (10-15 Tahun) banyak terjadi pada perempuan di daerah perdesaan, pendidikan rendah, status ekonomi termiskin dan kelompok petani/nelayan/buruh. Semakin tinggi persentase umur perkawinan pertama pada umur dini semakin kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan dapat menunda umur perkawinan pertama pada umur dini. Apabila dibandingkan per Kabupaten/Kota rata-rata umur perkawinan pertama dibawah kurang 15 tahun ternyata terdapat 12 Kabupaten/Kota diatas rata-rata umur perkawinan pertama di Jawa Barat dan yang tertinggi di Kabupaten Sukabumi (28,3%) dan terendah di Kota Cimahi (5,0%). Secara rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar III. D. 2 Persentase Umur Perkawinan Pertama Kurang Sama Dengan 15 Tahun Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber : Susenas 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

28

BAB IV SITUASI DERAJAT KESEHATAN

A.

MORTALITAS 1. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0) Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (E0) (UHH) adalah salah satu indikator derajat kesehatan yang digunakan sebagai salah satu dasar dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). UHH mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru lahir diharapkan hidup. Indikator ini dipandang dapat menggambarkan taraf hidup suatu bangsa. Beberapa faktor yang mempengaruhi UHH antara lain adalah ekonomi, pendidikan, geografis. Di Provinsi Jawa Barat angka UHH diperoleh secara tidak langsung melalui Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali dan perhitungan setiap tahun melalui proyeksi. Gambar IV. A.1 Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000, 2005 s/d 2012 67,80

68,00

68,20

68,60

67,60

68,40

67,40

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

66,47 64,63

2000

2005

Perhitungan angka UHH Waktu Lahir (Eo) dengan Proyeksi Estimasi didasarkan pada perubahan UHH Waktu Lahir dari tahun ke tahun serta dari hasil sensus penduduk yang dilaksanakan setiap 10 tahun dan asumsi tingkat penurunan kematian bayi &balita Apabila dibandingkan per-kabupaten/kota ternyata ada 13 Kabupaten/ Kota dibawah angka Jawa Barat dan 13 Kabupaten/Kota diatas angka Jawa Barat. Teringgi terdapat di Kota Depok (73,22 tahun) dan terendah Kabupaten Cirebon (64,42 tahun). Secara rinci dapat dilihat pada Gambar IV A. 1. Peningkatan angka UHH Waktu Lahir di Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan dalam upaya pembangunan kesehatan, walaupun dari hasil survei masih terdapat kesenjangan antara angka UHH dengan nilai riil hasil proyeksi. Untuk itu, diperlukan adanya upaya kegiatan terobosan baru dalam rangka akselerasi peningkatan UHH di Provinsi Jawa Barat yang lebih jelas dan tepat sasaran,

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

29

kegiatan tersebut dapat dilaksanakan melalui Program Pendanaan Kompetisi (PPK) IPM. Gambar IV. A. 2 Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) (UHH) diperinci menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011

2. Kematian a. Kematian Bayi Angka kematian yang terjadi dalam suatu wilayah dapat menggambarkan derajat kesehatan, maupun hal lain misalnya rawan keamanan atau bencana alam. Pada dasarnya penyebab kematian ada yang langsung dan tidak langsung, walaupun dalam kenyataannyaterdapat interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhi terhadap tingkat kematian di masyarakat. Berbagai faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian maupun kesakitan antara lain dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi, kualitas lingkungan hidup, upaya pelayanan kesehatan dan lain-lain. Di Provinsi Jawa Barat beberapa faktor penyebab kematian dan kesakitan perlu mendapat perhatian khusus diantaranya yang berhubungan dengan kematian ibu dan bayi yaitu besarnya tingkat kelahiran dalam masyarakat, umur masa paritas, jumlah anak yang dilahirkan serta penolong persalinan. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan indikator yang sangat sensitif terhadap kwalitas dan pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan perinatal, juga merupakan tolok ukur pembangunan sosial ekonomi masyarakat menyeluruh. AKB dihitung dari jumlah kematian bayi dibawah usia 1 tahun pada setiap 1000 kelahiran hidup. AKB di Provinsi Jawa Barat dari 45,69 per 1000 kelahiran hidup tahun 2000, pada tahun 2006 menurun menjadi 40,26 per 1000 kelahiran hidup. Data hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan AKB di Provinsi Jawa Barat sebesar 39 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

30

menurun menjadi 36 26 per 1000 kelahiran hidup. dan tahun 2012 AKB di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 30 per 1000 kelahiran hidup. Gambar berikut memetakan AKB (BPS 2010) per Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2009. Tampak bahwa di daerah Pantura, yaitu Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, serta di daerah Pansel yaitu Kabupaten Garut, merupakan daerah dengan AKB masih tinggi. Gambar IV. A. 3 Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Barat Tahun 1994, 1997, 2002, 2007 dan 2012 100,0

89,0

80,0

61,0

60,0

44,0

40,0

39,0

38,5

37,0

36,3 30,0

20,0 1994

1997

2002

2007

2008

2009

2010

2012

Sumber : SDKI dan BPS Jawa Barat.

Gambar IV. A. 4 Peta Angka Kematian Bayi (AKB) Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2010

Gambar IV. A. 5 Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1.000 Kelahiran Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

31

Sementara data mengenai jumlah kematian bayi di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 sebanyak 4.803 dari 931.906 kelahiran hidup, 5 besar Kabupaten dengan angka kematian bayi tertingggi terdapat di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, Kab. Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Garut, secara rinci dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar IV. A. 6 Jumlah Kematian Bayi Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan penyebab kematian perinatal (0-6 hari) terbanyak adalah gangguan pernafasan (35,9 %), prematuritas (32,4 %) dan sepsis (12,0%) sedangkan pada usia 29 hari -< 1 tahun adalah Diare (31,4%), Pneumonia (23,8 %) dan Meningitis/Encephalitis (9,3%).

b. Kematian Balita Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak umur 0 – 4 tahun per 1000 kelahiran hidup. Estimasi Angka Kematian Balita di Indonesia dihitung oleh Badan Pusat Statistik. Sementara itu di Provinsi Jawa Barat estimasi AKABA dari tahun ke tahun menunjukan penurunan dari tahun 2006 sebesar 51,99 per-1000 kelahiran hidup, tahun 2007 sebesar 50.79 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2008 sebesar 49,6 dan 38 per-1000 kelahiran hidup pada tahun 2012.

Hal ini

menggambarkan bahwa masih banyak di Jawa Barat tingkat permasalahan kesehatan serta faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak dan balita seperti, gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

32

Gambar IV. A. 7 Angka Kematian Balita per 1.000 kelahiran hidup di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

Sementara data mengenai Jumlah kematian Anak Balita di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 sebanyak 364 dari 931.906 kelahiran hidup, 5 besar Kabupaten dengan angka kematian Anak Balita tertingggi terdapat di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Majalengka. Untuk rincinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Gambar IV. A. 8 Jumlah Kematian Anak Balita Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

33

c. Kematian Ibu / Maternal Indikator Angka Kematian Ibu Maternal atau Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) menunjukan jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan dan masa nifas pada setiap 1000 kelahiran hidup dalam satu wilayah pada kurun waktu tertentu. Sampai saat ini AKI diperoleh dari survei – survei terbatas seperti yang tercantum pada Tabel berikut ini. Tabel IV. A. 1 Angka Kematian Ibu / Maternal per 100.000 kelahiran hidup di Provinsi Jawa Barat Penelitian / Survei

Tahun

AKI

Penelitian & pencatatan di 12 RS

1977 – 1980

370

Penelitian UNPAD si Ujungberung

1978 – 1980

170

SKRT

1980

150

UNPAD di Kab Sukabumi

1982

450

SKRT

1986

450

SKRT

1992

425

SDKI

1994

390

SKRT

1995

373

BPS Provinsi Jawa Barat

2003

321,15

SDKI

2007

228

SDKI 2012

2012

359

AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan sewaktu ibu melahirkan dan masa nifas. Beberapa determinan penting yang mempengaruhi AKI secara langsung antara lain, status gizi, anemia pada kehamilan, keadaan tiga terlambat dan empat terlalu. Faktor mendasar penyebab kematian ibu maternal adalah tingkat pendidikan ibu, kesehatan lingkungan fisik maupun budaya, keadaan ekonomi keluarga dan pola kerja rumah tangga. Adanya pandangan masyarakat bahwa ibu hamil, melahirkan dan menyusui adalah proses alami, menyebabkan ibu maternal tidak diperlakukan secara khusus, seperti dibiarkan dan membiarkan diri untuk bekerja berat, makan dengan gizi dan porsi yang kurang memadai. Survey yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 menunjukan bahwa AKI Provinsi Jawa Barat sebesar 321,15 per 100.000 kelahiran hidup dengan pembagian perkelompok wilayah. Pada umumnya kematian ibu terjadi pada saat melahirkan (60,87%), waktu nifas (30,43%) dan waktu hamil (8,70%). Hal ini sejalan dengan data mengenai jumlah kematian ibu maternal dari laporan sarana pelayanan kesehatan. Ditinjau dari sudut pendidikannya, maka diduga terdapat korelasi yang kuat antara pendidikan perempuan dengan besarnya Angka Kematian ibu, seperti di daerah Pantura dimana AKI-nya tinggi dimana ternyata perempuan berumur 10 tahun keatas yang tidak bersekolah mencapai 15,53%. PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

34

Tabel IV. A. 2 Banyaknya Kelahiran dan Angka Kematian Ibu Di Provinsi Jawa Barat, tahun 2003 No

Kelompok Wilayah

Banyaknya Kelahiran

AKI

1

Bodebek (Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kab. Bekasi, Kota Bekasi)

191.106

296.17

2

Bandung Raya (Kab. Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi)

133.250

237.15

3

Sukabumi – Cianjur (Kab. Sukabumi, Kota Sukabumi, Kab. Cianjur)

96.934

364.17

4

Priangan Timur (Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. Sumedang)

150.992

319.88

5

Pantura (Kab. Karawang, Kab. Purwakarta, Kab. Subang)

72.016

411.02

6

Cirebon (Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab, Majalengka, Kab. Kuningan).

120.773

366.80

765.071

321.15

Jawa Barat

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Survey AKI 2003.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012 jumlah kematian ibu maternal yang terlaporkan sebanyak 818 orang (87,99/100.000 kelahiran hidup), tertinggi terdapat di Kabupaten Sukabumi dan Cirebon dan terendah di Kota Cirebon dan Kota Bandung. Gambar IV. A. 9 Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012

Penelitian tahun 2003 yang dilakukan oleh BPS, tidak mengungkapkan penyebab kematian ibu maternal itu sendiri tetapi pola penyebab kematian pada persalinan tercantum pada tabel IV.A.2.8. Penyebab kematian secara langsung pada persalinan dengan komplikasi adalah perdarahan, pre-eklamsia dan eklamsia, infeksi jalan lahir serta emboli, robekan jalan lahir, septik aborsi. Penyebab tidak langsung tingginya AKI adalah faktor pendidikan ibu yang rendah, status gizi ibu yang kurang serta terlalu muda usia ibu pada saat hamil. PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

35

Tabel IV. A. 3 Penyebab Kematian Pada Persalinan Secara Langsung dan Tidak Langsung di Provinsi Jawa Barat JAWA TENGAH

UJUNG BERUNG

1986– 1987

1978 – 1980

TANJUNG SARI 1980

(%)

(%)

(%)

(%)

1. PENDARAHAN

46

41

45

47,47

2. INFEKSI

20

27

15

6.78

3. EKLAMSIA DAN PRE EKLAMSIA

16

20

10

11,13

4. SEPTIK ABORSI

0

0

5

-

5. EMBOLI

0

0

0

-

6. ROBEKAN RAHIM

0

0

15

-

7. LAIN-LAIN

18

9

0

34.6

18

6

10

-

PENYEBAB KEMATIAN PADA PERSALINAN

JAWA BARAT 2004

PENYEBAB LANGSUNG

PENYEBAB TIDAK LANGSUNG ANTARA LAIN : 1. PENDIDIKAN PEREMPUAN 2. USIA PERKAWINAN PEREMPUAN

Berdasarkan laporan dari fasilitas kesehatan, penyebab langsung kematian ibu maternal diklasifikasikan menjadi Perdarahan, infeksi, eklampsia (tekanan darah tinggi) dan lain-lain. Perdarahan merupakan penyebab paling utama, diikuti dengan eklampsia. Data penyebab kematian ibu maternal di provinsi Jawa Barat dari tahun 2003-2007 tercantum pada Gambar dibawah ini. Gambar IV. A. 10 Penyebab Kematian Ibu Maternal di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2003-2008 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

17,99 39,67

36,25

18,88

10,65 7,47

5,48 35,97

2003 Lain-lain

39,75

36,32

9,62 14,91 6,06

20,00 5,00 58,79

45,63

39,29

38,68

2004

2005

2007

Eklampsia

13,60

Infeksi

2008 Perdarahan

d. Kematian Kasar Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) dapat digunakan sebagai petunjuk umum status kesehatan masyarakat, kondisi kesehatan di dalam masyarakat, secara tidak langsung menggambarkan kondisi lingkungan ekonomi, fisik dan biologis. AKK menjadi dasar penghitungan laju pertambahan penduduk, walaupun penilaian yang diberikan secara kasar dan tidak langsung. Menurut BPS Provinsi Jawa Barat, perkiraan tingkat kematian tahun 20002005 untuk perempuan berkisar sebesar 20,59 dan laki-laki 20,19.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

36

Kecenderungan penurunan AKK di Provinsi Jawa Barat dari tahun 1971 hingga 1995 dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar IV. A. 11 Angka Kematian Kasar Nasional dan Provinsi Jawa Barat Tahun 1971 – 1995 20 15 10 5 0 1971-1980 (BPS)

1980-1995 (SUPAS)

1985-1990 (SUPAS)

1990-1995 (ESTIMASI)

NASIONAL

16,7

9,1

7,9

7,5

JAWA BARAT

13,57

11,32

9,2

8,4

B. MORBIDITAS 1. Gambaran Umum Masalah Kesehatan Menurut SUSENAS tahun 2012 Persentase Penduduk Jawa Barat yang sakit sebesar 14,01% dan terjadi penurunan dari tahun 2011 (14,01%). Hal ini dibawah angka Nasional sebesar 14,49%. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/ Kota tahun 2012, Pola penyakit penderita rawat jalan usia bayi (neonatal dan < 1 tahun) di Puskesmas menunjukkan urutan terbanyak penyakit yang ditemukan adalah penyakit saluran pernafasan mencakup infeksi saluran pernafasan atas akut (42,47%), serta penyakit Diare dan Gastroenteritis (13,47 %). Hal yang sama ditemukan pada pasien rawat jalan di RS, Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut ( 6,76 % ) serta Tukak lambung dan Gastritis ( 10,14 % ) masih mendominasi. Untuk menggambarkan besaran permasalahan faktor risiko mana yang dominan mempengaruhi status kesehatan masyarakat Jawa Barat tahun 2012, dilakukan perbandingan pola penyakit yang terjadi dengan pendekatan Teori HL Bloom. Apakah faktor risiko pola penyakit tersebut disebabkan genetik, pelayanan, perilaku atau karena faktor lingkungan. Untuk menggambarkan Pola penyakit secara umum di Jawa Barat tahun 2012, dapat di diketahui dengan gambaran sepuluh besar penyakit rawat inap rumah sakit pada semua golongan umur, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

37

Gambar IV. B. 1 Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Semua Golongan Umur di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Proporsi sepuluh besar penyakit mencakup 32,28 % dari seluruh penderita penyakit (100 %) yang di rawat di rumah sakit. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pola penyakit yang diderita penduduk Jawa Barat 2012 sangat bervariatif, karena masih terdapat 62,72 % penderita dengan berbagai variasi penyakit. Berdasarkan jenis penyakit terbanyak rawat inap RS untuk semua golongan umur ketahui bahwa sepuluh besar penyakit sebagian besar didominasi oleh jenis penyakit infeksi (80 %) dengan faktor risiko perilaku dan lingkungan, yaitu demam tifoid dan paratifoid, diare dan gastroenteritis, infeksi usus, pneumonia, demam berdarah, dan tuberculosis dengan proporsi kumulatif penyakit infeksi mencapai 21.69%. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa permasalahan kesehatan di Jawa Barat masih erat kaitannya dengan perilaku masyarakat dan kualitas lingkungan dalam mendukung status kesehatan masyarakat. Untuk mengetahui gambaran lebih rinci tentang pola penyakit di Jawa Barat maka gambar dibawah ini bisa memberikan gambaran tentang sepuluh besar penyakit rawat inap RS untuk golongan umur dibawah 1 tahun, golongan umur 1 tahun sampai dengan 4 tahun, golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun, golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun dan golongan umur diatas 45 tahun. Secara umum pola penyakit pada semua golongan umur berbeda dengan pola penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun. Proporsi sepuluh besar penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun mencapai 85.53 % dari seluruh penderita penyakit (100 %) yang rawat inap di rumah sakit. Berdasarkan jenis penyakit terbanyak rawat inap RS pada golongan umur dibawah 1 tahun diketahui bahwa perbadingan antara jenis penyakit infeksi dengan penyakit non infeksi adalah sama (50 %). Begitu juga bila dilihat berdasarkan frekwensi kumulatif penyakit infeksi dan non infeksi pada sepuluh besar penyakit tersebut relative hampir sama yaitu 42.42 % dan 43.20%. Hal tersebut bisa PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

38

mengindikasikan bahwa pola penyakit tersebut berkaitan erat dengan faktor risiko lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Pola penyakit pada golongan umur dibawah 1 tahun di Jawa Barat dapat dilihat berikut ini. Gambar IV. B. 2 Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur < 1 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Gambaran pola penyakit pada golongan umur balita yaitu 1 tahun sampai dengan 4 tahun dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar IV. B. 3 Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 1 – 4 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Jenis penyakit terbanyak pada sepuluh besar penyakit pada golongan umur 1 tahun sampai dengan 4 tahun adalah jenis penyakit infeksi sebesar 78,14 %. Sedangkan penyakit non infeksi sebesar 21,86%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dominan permasalahan pola penyakit pada 1 tahun sampai dengan 4 tahun masih berkaitan dengan perilaku dan lingkungan. Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

39

Gambar IV. B. 4 Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 5 - 14 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Frekwensi Kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai 14 tahun mencapai 60,57%. Berarti ada sekitar 39,43% terdistribusi pada penyakit penyakit diluar sepuluh besar. Pola penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun, berdasarkan jenis penyakitnya sebagian besar disebabkan penyakit infeksi (80%) dan penyakit non infeksi 20%. Proporsi kumulatif penyakit infeksi mencapai 45.65 %. Sedangkan penyakit non infeksi hanya 12.61 %. Hal ini mengindikasikan bahwa pola penyakit pada golongan umur 5 tahun sampai dengan 14 tahun berkaitan dengan perilaku dan kondisi lingkungan. Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan umur 15 tahun sampai dengan 45 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar IV. B. 5 Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur 15 - 45 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Berbeda dengan pola penyakit pada golongan umur sebelumnya, maka pola penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun diwarnai dengan penyakit yang berkaitan dengan proses kehamilan dan persalinan, seperti adanya

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

40

penyulit kehamilan dan persalinan, ketuban pecah dini, perawatan ibu berkaitan dengan janin dan ketuban dan masalah persalinan serta abortus. Gambaran pola penyakit ini cukup mengindikasikan adanya permasalahan pada pelayanan kesehatan khususnya pada kelompok risiko wanita usia subur, selain permasalahan penyakit infeksi. Frekwensi Kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai 44 tahun mencapai 36,83%. Berarti masih terdapat 63,17% frekwensi penyakit terdistribusi pada kelopok penyakit diluar sepuluh besar. Perbandingan jenis penyakit pada golongan umur 15 tahun sampai dengan 44 tahun antara penyakit infeksi dan non infeksi adalah sama yakni 50 %. Frekwensi kumulatif antara penyakit infeksi dan non infeksi pada kelompok sepuluh besar adalah 27.30 % dan 11.71 %. Untuk mengetahui pola penyakit rawat inap di rumah sakit untuk golongan umur diatas 45 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar IV. B. 6 Pola Penyakit Penderita Rawat Inap RS Menurut Golongan Umur >45 Tahun di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012

Pola penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun, mengidentifikasi adanya adanya penyakit generative seperi hipertensi, ginjal dan diabetes selain adanya penyakit infeksi yang selalu ditemukan pada seluruh golongan umur. Proporsi sepuluh besar penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun hanya mencapai 34,91%. Berdasarkan jenis penyakit yang masuk kedalam sepuluh besar penyakit golongan umur diatas 45 tahun, maka jenis penyakit non infeksi lebih dominan dibanding penyakit infeksi yaitu 70 % dengan 30 %. Meskipun kalau dilihat dari proporsi kumulatif sepuluh besar penyakit pada golongan umur diatas 45 tahun ini masih lebih tinggi penyakit infeksi (23.5%) dibanding penyakit non infeksi (9,6%). Pada golongan umur diatas 45 tahun ini sudah terindikasi selain permasalahan penyakit infeksi yang berkaitan dengan lingkungan, juga mempunyai gambaran adanya permalahan pada pola hidup/ perilaku masyarakat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

41

Pola penyakit rawat jalan di Puskesmas didominasi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (22,42%), Penyakit Sistem Pencernakan (15,47%), Penyakit Kulit Dan Jaringan Subkutan (13,32%) dan Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat (10,30%) merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan. Pada penderita rawat jalan usia pralansia dan lansia di puskesmas maupun di Rumah Sakit, Penyakit Sistem Muskuloskeletal Dan Jaringan Ikat, Penyakit Sistem Pencernakan, Penyakit Sistem Pembuluh Darah yang menjadi penyakit terbanyak yang ditemui dan penyakit yang rawat inap terutama Diabetes Melitus, Hipetensi dan Strok. Penyakit degeneratif yang erat kaitannya dengan gaya hidup, mencakup pola makan yang kurang berimbang serta sedikitnya aktifitas olah raga juga menjadi mayoritas masalah kesakitan di masyarakat.

2. Gambaran Penyakit Menular Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat, antara lain sebagai berikut: Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di provinsi Jawa Barat, antara lain sebagai berikut: a. Penyakit Menular Bersumber Binatang 1) Malaria Penyakit Malaria di Provinsi Jawa Barat masih terfokus di Jawa Barat bagian

Selatan,

terutama di Kabupaten

Sukabumi, Garut, Ciamis,

dan

Tasikmalaya. Kasus Malaria yang ditemukan dan dilaporkan di kabupaten lainnya biasanya merupakan kasus malaria impor. Indikator keberhasilan Pengendalian Penyakit Malaria digunakan indikator Annual Parasite Index (API). Berikut gambaran API Malaria di Provinsi Jawa Barat 1997-2012. Gambar IV. B. 7 Trend Annual Parasite Index (API) Malaria Di Provinsi Jawa Barat, 1997 – 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

42

Rerata API di Jawa Barat periode 1997-2012 sebesar 0.99 per 1000. Angka ini mendekati standar indikator API yaitu 1 per 1000. Kontribusi terbesar API terjadi pada tahun 2003 sebesar 3.71 per 1000. Sedangkan API terkecil terjadi pada tahun 2000 yaitu 0.36 per 1000. Bila dilihat berdasarkan modus API berkisar 0.5 per 1000. Pada tahun 2003 terjadi peningkatan API sebesar 2.67 per 1000, dari 1,04 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 3,71 pada tahun 2003. Kenaikan API tahun 2001 sd 2004 antara lain di sebabkan adanya perubahan pola surveilans serta perbaikan sistem pencatatan pelaporan (diantaranya adanya bantuan ADB). Dibandingkan API tahun 2011 dengan API tahun 2012 telah terjadi peningkatan sebesar 0.20, yaitu dari 0.54/ 1000 tahun 2011 menjadi 0.70/ 1000 tahun 2012. Gambar IV. B. 8 Annual Parasite Index (API) Malaria Kabupaten Endemis di Provinsi Jawa Barat, 2012

Perbandingan API antar kabupaten endemis di Jawa Barat pada tahun 2012,

yaitu Kabupaten Garut mempunyai nilai API tertinggi dengan 2.5/1000

peduduk. Sedangkan yang terendah terjadi di Kabupaten Tasikmalaya yaitu sebesar

0.1/1000

penduduk.

Berdasarkan

perbandingan

tersebut

bisa

diidentifikasi bahwa permasalahan Malaria di Kabupaten Garut 25 kali lebih besar dibandingkan dengan di Kabupaten Tasikmalaya. Bila dilakukan analisis berdasarkan wilayah administrasi kecamatan, maka di wilayah empat kabupaten endemis Malaria tersebut, tidak semua kecamatan merupakan wilayah endemis. Hanya 34 kecamatan tertentu yang mempunyai permasalahan Malaria. Tampak didalam gambar diatas semakin wilayah kecamatan berwarna merah atau merah tua berarti wilayah tersebut mempunyai permasalahan Malaria. Secara geografis ada kesamaan bahwa sebagian besar wilayah kecamatan endemis Malaria merupakan wilayah yang mempunyai tepi pantai. Dapat diketahui pula bahwa vektor penular Malaria di Provinsi Jawa Barat lebih dominan adalah Anopheles Sundaicus. PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

43

Gambar IV. B. 9 Sebaran API/1000 Malaria di Kecamatan Endemis di Provinsi Jawa Barat, 2012

2) Demam Berdarah Dengue (DBD) Kasus Demam Berdarah Dengue di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 tercatat dan dilaporkan sebanyak 19.739 orang, dengan 167 diantaranya meninggal dunia (Case Fatality Rate 0.85%). Ini berarti terjadi peningkatan CFR 2 kali lipat dibanding dengan tingkat fatalitas tahun 2011, yaitu dari 0.42 % tahun 2011 menjadi 0.85% tahun 2012. Begitu pula dengan angka kejadian DBD tahun 2012, bila dibandingkan dengan tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 13.3, yaitu dari 31.9/100 ribu menjadi 45/100 ribu. Meskipun angka kejadian DBD tahun 2012 mempunyai kecenderungan meningkat, namun angka tersebut masih lebih rendah dari standar 50/100.000. Demikian pula hanya dengan CFR yang masih berada di bawah 1%. Gambar IV. B. 10 Angka Kejadian per 100.000 dan Case Fatality Rate DBD di Provinsi Jawa Barat, 2000 – 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

44

Untuk mengetahui kabupaten kota mana di Jawa Barat yang berkontribusi besar terhadap angka serangan DBD dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar IV. B. 11 Angka Kejadian DBD per 100.000 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, 2012

Perbandingan angka kejadian DBD di wilayah kabupaten dengan kota menunjukan perbedaan yang relative besar, dimana angka kejadian DBD di kota menunjukan angka yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan teori DBD bahwa angka kejadian DBD diwilayah perkotaan akan relatih lebih tinggi di bandingkan dengan Kabupaten. Angka kejadian DBD tertinggi pada kelompok Kabupaten terjadi di Bandung Barat (60.8/100.000), sedangkan pada kelompok kota terjadi di Kota Sukabumi (303.1/100.000). Sedangkan angka kejadian terendah pada kelompok Kabupaten terjadi di Kabupaten Garut (4.9/100.000) dan pada kelompok Kota di Kota Cirebon (33.8/100.000). Di Jawa Barat tahun 2012 ini terdapat tujuh kabupaten kota yang angka kejadiannya melebihi 50 per 100.000, yaitu Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar serta di satu Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung Barat. Terdapat 11 kabupaten kota yang mempunyai angka fatalitas diatas standar 50/100.000, yaitu Kab. Majalengka, Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Cianjur, Kab, Ciamis, Kab. Bogor, Kab. Kuningan, Kab. Tasikmalaya dan Kab. Bekasi dan Kota Bekasi dan Kota Banjar.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

45

Gambar IV. B. 12 Case Fatality Rate DBD Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2012

Sumbangan terbesar CFR DBD berdasarkan kabupaten kota, untuk wilayah kabupaten terjadi di Kabupaten Majalengka (5.22%), dan untuk wilayah kota terjadi di Kota Banjar dengan CFR 2.17%. Sedangkan angka kejadian di 3 Kabupaten/Kota dengan CFR 0% yaitu di Kab. Garut, Kab. Purwakarta, dan Kota Cirebon. CFR di wilayah kota relative lebih rendah dibanding dengan wilayah kabupaten. Hal ini kemungkinan menunjukan tingkat keganasan penyakit DBD relative rendah atau tatalaksana kasus yang lebih baik.

3) Rabies Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) di Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2005-2012 sebanyak 4.027 kasus dengan rerata pertahun sebesar 500 kasus gigitan. Tabel IV. B. 1 Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) dan Rabies di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2012 No

Tahun

Penderita gigitan

Rabies

Keterangan

1

2005

389

1

Kab. Garut

2

2006

453

2

Kab. Tasikmalaya

3

2007

528

1

Kabupaten Ciamis

4

2008

619

3

Kab. Cianjur

5

2009

388

2

Kab. Garut

6

2010

573

4

Kab. Garut (2)

7

2011

549

0

-

8

2012

528

2

Kab. Sukabumi (2)

Kab. Garut

Kab. Sukabumi (2)

Kab. Sukabumi (2)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

46

Dari 4,027 kasus gigitan tersebut teridentifikasi 15 kasus Rabies (0.37 %), yang tersebar di 6 Kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi 6 kasus, Garut 5 kasus, Cianjur dan Tasikmalaya masing masing 1 kasus. Semua kasus Rabies terjadi di wilayah Jawa Barat bagian Selatan. Tatalaksana kasus Gigitan HPR antara lain dilakukan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) untuk kasus gigitan. Namun karena keterbatasan sumber daya terutama vaksin dan serum, belum semua kasus gigitan bisa ditatalaksana dengan VAR SAR. Meskipun demikian pada tahunn 2012 sudah 11 kabupaten kota (42.2%) yang cakupan nya mencapai 100% itupun hanya pemberian VAR tanpa SAR, yaitu Indramayu dan Majalengka. Sedangakan untuk Cakupan VAR Provinsi Jawa Barat hanya mencapaia 36.6%.

4) Flu Burung (Avian Influenza) Selama periode 2005-2012 kasus Flu Burung di Jawa Barat ditemukan sebanyak 49 kasus. Empat puluh dua diantaranya meninggal (CFR 85.71%). Sedangkan kejadian Flu Burung tahun 2012 hanya ditemukan dan dilaporkan di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor masing masing 1 kasus, dengan tingkat fatalitas 100%. Tingginya angka fatalitas Flu Burung menunjukan bahwa tingkat keganasan Flu Burung sangat tinggi bila dibanding dengan penyakit menular lainnya. Gambar IV. B. 13 Sebaran Kasus Flu Burung Menurut Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat, 2009-2012 2009

2010

2011

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

47

5) Filariasis Kumulatif penemuan kasus Filariasis Kronis periode tahun 2002-2012 di Jawa Barat berjumlah 806 orang. Berdasarkan hasil survey darah tepi di Provinsi Jawa Barat periode 20022012 diketahui kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% yaitu mencapai 11 kabupaten kota. Mikrofilaria rate tertinggi terjadi di Kota Bekasi 2.88% dan terendah di Kabupaten Cianjur 0.1% Kumulatif kasus Mikrofilaria di Jawa Barat mencapai 515 kasus. Rekomendasi untuk kabupaten kota dengan Mikrofilaria rate >=1% adalah melakukan Mass Drug Administration (MDA), yaitu pemberian obat filariasis secara masal terhadap total populasi suatu wilayah kabupaten kota selama 5 tahun berturuttururt. Di beberapa kabupaten kota rekomendasi tersebut sudah dan sedang dilaksanakan, seperti di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Tasikmalaya. Gambar IV. B. 14 Mikrofilaria Rate (%) Menurut Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat, 2001-2012

b. Penyakit Menular Langsung. 1) Diare. Cakupan penemuan kasus Diare di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2007 hingga 2012 berkisar 61%-81%. Dibanding tahun 2011 maka Cakupan Penemuan Kasus Diare tahun 2012 mengalami penurunan. Yaitu dari 80.2 % tahun 2011 turun menjadi 62.2 tahun 2012.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

48

Gambar IV. B. 15 Cakupan Penemuan dan CFR (%) Kasus Diare Di Provinsi Jawa Barat, tahun 2007 – 2012

Tingkat kematian akibat kasus diare ( CFR) dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan adanya penurunan yaitu dari 0,003% pada tahun 2007 menurun hingga 0,004% pada tahun 2012. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penemuan dini kasus diare dan tatalaksana kasus diare yang lebih baik, terutama dalam 3 tahun terakhir. Meskipun Cakupan Penemuan Diare tahun 2012 belum mencapai target. Gambar IV. B. 16 Cakupan Penemuan Kasus Diare Menurut Kabupaten Kota Provinsi Jawa Barat 2012

Pada tahun 2012 dari 26 kabupaten kota di Jawa Barat yang Cakupan Penemuan Diare mencapai target minimal 70% hanya sebanyak sepuluh kabupaten kota. Cakupan tertinggi dicapai Kota Cirebon untuk wilayah kota. Sedangkan untuk wilayah kabupaten dicapai oleh Kab. Garut. Sementara Capaian terendah untuk wilayah kota ada di Kota Depok dan Kab. Bekasi untuk wilayah kabupaten.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

49

2). Kusta. Untuk mengetahui

permasalahan Pengendalian Penyakit Kusta di Jawa

Barat 2012 berikut digambarkan dengan cakupan indikator Penemuan Kasus Kusta / Case Detection Rate (CDR), Penemuan Penderita Kusta Cacat Tingkat 2 serta Prevalesi Kusta. Indikator minimal Penemuan Kasus Kusta (CDR) adalah 1/100.000. Capaian CDR di Jawa Barat selama periode 2008 sd 2012 cenderung meningkat, terutama periode 2009 sd 2012. Dimana padai tahun 2011 dan 2012 mencapai angka >=5.0/100.000. Hal tersebut bisa menunjukan adanya peningkatan dalam penemuan dan pelaporan kasus baik ditingkat puskesmas maupun dinas kesehatan kabupaten kota. Gambar IV. B. 17 Penemuan Penderita Kusta (CDR) di Provinsi Jawa Barat 2008-2012

Jumlah kabupaten kota dengan CDR diatas 1/100.000 di Jawa Barat baru mencapai 77% (20 kab kota). Enam kabupaten lainnya belum mencapai, yaitu Kab. Garut, Kab. Cianjur, Kab Bandung, Kota Cimahi, Kota Sukabumi dan Kota Bandung. Proporsi kabupaten kota dengan CDR tertinggi di Jawa Barat dicapai Kabupaten Indramayu yaitu sebesar 18.5 %. Sedangkan terendah di Kabupaten dan Kota Bandung dengan cakupan 0.3/100.000. Gambar IV. B. 18 CDR Kusta Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

50

Untuk mengetahui kualitas program pengendalian Kusta dapat digambarkan dengan indikator Penemuan kasus Kusta dengan tingkat kecacatan tingkart 2 dibawah 5%. Bila melebihi 5 % artinya penemuan kasus Kustanya terlambat. Gambar IV. B. 19 Cakupan Penemuan Kecacatan Kusta Tingkat 2 di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Kabupaten kota di Jawa Barat dengan penemuan kasus kusta tingkat kecacatan 2 berjumlah 20 kabupaten kota. Capaian yang tertinggi ada di Kab. Tasikmalaya dengan 40%. Hanya 6 kabupaten kota yang capaiannya dibawah 5 %. Yaitu Kota Tasikmalaya, Kota Cimahi, Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kab. Cianjur dan Kab Bandung dengan angka 0%. Sedangkan Capaian untuk tingkat Provinsi Jawa Barat mencapai 14 %. Untuk mengetahui gambaran besaran permasalahan kusta di masyarakat bisa dilihat dari gabaran Prevalensi Kasus Kusta. Batas maksimal Prevalensi Kusta di Indonesia adalah 1/100.000. Artinya kabupaten kota dianggap bermasalah/ berisiko besar apabila mempunyai Prevalensi Kusta diatas 1/100.000. Gambar IV. B. 20 Trend Prevalensi Rate/10.000 Penderita Kusta Provinsi Jawa Barat 2008-2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

51

Prevalensi Kasus Kusta Provinsi Jawa Barat selama periode 2008 sd 2012 selalu berada dibawah 1/100.000. Bahkan cenderung menurun dari 0.62/100.000 tahun 2008 menjadi 0.5/100.000 pada tahun 2012. Bahkan tahun 2010 mempunyai prevalensi yang terendah dengan angka 0.47/100.000. Hal itu berarti besaran masalah risiko Kusta di Jawa Barat relative kecil, mengingat prevalensinya dibawah 1/10.000. Namun meskipun demikian perlu diwaspadai tentang masa laten penularan kasus Kusta dan sulitnya mendeteksi kasus Kusta dimasyarakat, mengingat masih adanya stigma tentang penderita Kusta dimasyarakat

yang

menyebabkan

penderita

Kusta

atau

keluarganya

menyembunyikan keberadaannya. Gambar IV. B. 21 Prevalensi Rate/10.000 Penderita Kusta Provinsi Jawa Barat 2008-2012

Kabupaten dengan prevalensi Kusta 30 kali kecuali RS Vertikal Pusat 6 kali dan RS Khusus Pemeritah 18 kali.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

82

Untuk mengetahui efisiensi pengelolaan pelayanan rumah sakit disajikan analisis dengan metode grafik Barber Johnson selama tahun 2012. Metode Barber Johnson merupakan komposit dari 4 indikator pelayanan rawat inap rumah sakit yang dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rawat inap suatu rumah sakit, yakni. BOR (Bed Occupancy Ratio), AVLOS (Average Length of Stay), TOI (Turn Over Interval), BTO (Bed Turn Over). Grafik ini terdiri dari 4 garis, yaitu garis BOR, AvLOS, TOI, dan garis BTO. Biasanya didalam grafik barber johnson terdapat sebuah area yang biasa disebut daerah efisien. Daerah Efisien ditentukan dengan nilai-nilai standar dari ke-empat parameter tersebut. Nilai-nilai Standar keempat parameter tersebut adalah : BOR : 75%, AvLOS : 39 hari, TOI : 1-3 hari,BTO : 30 kali.Daerah efisien digunakan untuk membantu pembaca untuk menentukan apakah dengan nilai-nilai keempat parameter tersebut, pemakaian tempat tidur di sebuah rumah sakit sudah efisien atau tidak. Apabila titik temu keempat garis tersebut berada pada daerah efisien, maka pemanfaatan tempat tidur sudah efisien, begitu pula sebaliknya. Gambar V. B. 3 Pemanfaatan Tempat Tidur RSU di Provinsi Jawa Barat, 2012

Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang masuk dari rumah sakit dan dinas kesehatan kabupaten kota di Jawa Barat selama periode 2012, diketahui bahwa

tingkat

efisiensi

pengelolaan

rumah sakit di Provinsi Jawa Barat belum mencapai tingkat efisiensi yang ideal. Pada Grafik Barber Johnson disamping tampak bahwa titik perpotongan antara indikator LOS, TOI BOR dan BTO berada diluar daerah efisien. Keempat

indikator

tersebut

saling

berkaitan sehingga memerlukan upaya menyeluruh bila ingin meningkatkan efisiensi pengelolaan RS. Rendahnya BOR antara lain disebabkan indikator LOS berkurang dan indikator TOI cukup tinggi. TOI tinggi antara lain disebabkan karena pengorganisasian kurang

baik,

kurangnya

perimntaan

tempat tidur. Bila pengorganisasian bisa diperbaiki maka TOI bisa diturunkan. Antara lain dengan upaya promosi, peningkatan pelayanan dan realokasi tempat tidur, serta perbaikan penatalaksanaan bagian penerimaan pasien.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

83

Gambar V. B. 4 Pemanfaatan Tempat Tidur RSU Berdasarkan Kepemilikan di Provinsi Jawa Barat, 2012 RSU Vertikal Kemkes RI RSU Pemda RSU Swasta

RS TNI POLRI

RS BUMN

RSK Pemerintah & Swasta

Ketererangan : Metode Grafik Barber Johnson

Bagaimana tingkat efisiensi rumah sakit dalam pemanfaatan tempat tidur, dapat dilihat pada gambar Grafik Barber Johnson diatas yang disajikan berdasarkan RS Vertikal, RS Pemda, RS Swasta, RS TNI Polri, RS BUMN dan RS Khusus. Berdasarkan visualisasi Grafik Barber Johnson diatas, tampak tidak ada satupun kelompok rumah sakit di Jawa Barat yang mempunyai tingkat efisiensi pengelolaan rumah sakit yang optimal (efisien bila perpotongan garis LOS dan TOI berada di daerah yang efisien).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

84

Secara umum yang mendekati daerah efisien adalah Rumah Sakit Umum Pemerintahan Daerah dan Rumah Sakit BUMN. Berikutnya Rumah Sakit Vertikal dan Rumah Sakit TNI Polri. Sedangkan untuk gambaran Rumah Sakit Umum Swasta relatif hampir sama dengan Rumah Sakit Khusus.

2. Angka Kematian di Rumah Sakit Jumlah kematian di rumah sakit adalah merupakan indikator dampak dari proses pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Pada umumnya kematian pasien di rumah sakit dikelompokan dalam Gross Death Rate (Angka Kematian Kasar di Rumah Sakit) dan Net Death rate (Angka Kematian Bersih). Untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit di Jawa Barat selama tahun 2012 dapat diketahui dari indikator GDR (Groos Death Rate) dan NDR (Net Death Rate), seperti pada tabel dibawah ini. Tabel V. B. 3 Angka Kematian Kasar dan Kematian Bersih Menurut Pemilikan Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2012 GDR

NDR

RSU Pemerintah (Kemenkes)

RUMAH SAKIT

4,5

3,1

RSU Pemerintah (Pemda)

3,4

1,6

RSU Swasta

1,7

0,8

RS Khusus Swasta

0,4

0,1

RS Khusus Pemerintah

2,1

1,3

RS TNI/Polri

2,9

1,6

RS BUMN

2,7

1,2

2,4

1,2

Jawa Barat

Sumber

: - Profil Kesehatan Kabupaten/Kota - Laporan SP2RS

Indikator mutu pelayanan rumah sakit GDR bisa memberikan gambaran secara umum tentang kematian yang terjadi di rumah sakit, tanpa mempertimbangkan kematian pasien yang baru tiba atau sampai di rumah sakit (dibawah 48 jam). Kematian yang terjadi pada pasien yang datang kerumah sakit sebelum 48 jam. Indikator GDR menunjukkan mutu pelayanan Rumah Sakit. Pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat sebesar 2,4%, masih dibawah standar yaitu tidak lebih dari 45 per 1000 penderita keluar. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diterima, indikator GDR seluruh RS di Jawa Barat rerata nya adalah 24/1000. GDR tertinggi terjadi di RS Vertikal Pusat, dengan 45/1000. Hal ini wajar karena RS tersebut merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Jawa Barat, yang banyak menerima pasien dengan kondisi yang sudah kritis/ kompleks. Capaian indikator GDR RS Pemerintah ini sama dengan nilai standar indikator GDR, yakni 45/1000. Sedangkan yang terendah ada di RS Khusus Swasta dengan nilai 4/1000.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

85

Ukuran indikator mutu pelayanan rumah sakit yang lebih sensitif bisa dilihat dari indikator NDR. NDR hanya menghitung kematian yang sudah dalam penanganan rumah sakit atau sudah ada di RS lebih dari 48 jam. Rerata NDR untuk seluruh rumah sakit di Jawa Barat sebesar 12/1000. Relatif sudah lebih rendah dibanding standar NDR yang dipersyaratkan yakni 25/1000. Sama halnya dengan indikator GDR maka untuk NDR yang tertinggi terjadi juga di RS Vertikal Pusat. Demikian juga terendah ada di RS Khusus Swasta dengan NDR 1/1000.

C. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Masalah gizi penduduk merupakan masalah yang tersembunyi, yang berdampak pada tingginya angka kesakitan dan kematian. Kurang asupan dan absorbsi gizi mikro dapat menimbulkan konsekuensi pada status kesehatan, pertumbuhan, mental dan fungsi lain (kognitif, sistim imunitas, reproduksi, dan lain-lain). Timbulnya masalah gizi dapat disebabkan karena kualitas dan kuantitas dari intake makanan (terutama energi dan protein), dimana secara kronis bersama-sama dengan faktor penyebab lainnya dapat mengakibatkan maramus atau kwashiorkor. Sesungguhnya telah banyak upaya penanggulangan masalah gizi yang dilakukan, akan tetapi, keberhasilan upaya tersebut masih dirasakan belum optimal. Upaya perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya untuk menangani permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat . Indikator gizi masyarakat antara lain status gizi, anemia gizi besi, vitamin A dan gangguan akibat kekurangan yodium.

1. Status Gizi Masalah gizi penduduk merupakan masalah yang tersembunyi, yang berdampak pada tingginya angka kesakitan dan kematian. Kurang asupan dan absorbsi gizi mikro dapat menimbulkan konsekuensi pada status kesehatan, pertumbuhan, mental dan fungsi lain (kognitif, sistim imunitas, reproduksi, dan lain-lain). Timbulnya masalah gizi dapat disebabkan karena kualitas dan kuantitas dari intake makanan (terutama energi dan protein), dimana secara kronis bersama-sama dengan faktor penyebab lainnya dapat mengakibatkan maramus atau kwashiorkor. Sesungguhnya telah banyak upaya penanggulangan masalah gizi yang dilakukan, akan tetapi, keberhasilan upaya tersebut masih dirasakan belum optimal.

a. Status Gizi Penduduk Dewasa (15 Tahun Keatas) Sekitar 63 % penduduk termasuk dalam kategori IMT normal, 15 % kurus sedangkan 22 % termasuk Obesitas umum /gemuk (Berat Badan Lebih dan obese). Prevalensi obesitas pada wanita 29 % dan pria 14,3 %. Persentase obesitas ini lebih tinggi daripada angka nasional (19 %). Prevalensi obesitas sentral (lingkar perut > 80 cm) di Jawa Barat 20,3 % lebih tinggi dari nasional , 18,8 %. Obesitas perlu

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

86

diwaspadai mengingat keadaan tersebut merupakan faktor predisposisi penyakit sirkulasi darah maupun penyakit degeneratif. Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, Prevalensi Status Gizi umur 16-18 Tahun (IMT/U) di Jawa Barat untuk 2 % Status Gizi Sangat Kurus, 8% Kurus, 88% Normal dan 2,1% Gemuk.

b. Status Gizi Balita Gizi buruk balita merupakan salah satu faktor risiko yang berdampak pada lemahnya sumber daya manusia di masa mendatang (lost generation). Tabel berikut mencantumkan status gizi balita di Provinsi Jawa Barat. Tabel V. C. 1 Status Gizi Balita di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 – 2012 Status Gizi Balita ( % )

Tahun

Lebih

Baik

Kurang

Buruk

2008

1,73

86,67

10,58

1,02

2009

1.87

87.56

9.66

0.92

2010

1,71

89,40

7,98

0,91

2011

2,44

89.59

7,16

0,82

2012

2,26

89,91

7,01

0,83

Sumber: Bulan Penimbangan Balita

Berdasarkan data bersumber bulan penimbangan balita (BPB) pada tahun 2012, bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya terlihat adanya peningkatan dimana sebagian besar balita di Jawa Barat 89,91% berstatus gizi baik, namun balita dengan gizi kurang masih cukup banyak 7,01 % dan gizi buruk sebanyak 0,83 %. Di lain pihak, data bersumber komunitas dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukkan status gizi balita di Provinsi Jawa Barat adalah Prevalensi balita Gizi Buruk menurun sebanyak 13,33% yaitu dari 15,0%n pada tahun 2007 menjadi 13% pada tahun 2010. Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 5,35% yaitu dari 35,5% pada tahun 2007 menjadi 33,6% pada tahun 2010, sedangkan prevalensi balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu dari 9 % pada tahun 2007 menjadi 11 % pada tahun 2010. Gambar V. C. 1 Status Gizi Balita Buruk, Pendek dan Kurus Di Provinsi Provinsi Jawa Barat Tahun 2007, 2010 35,5

40,0 35,0

33,6

30,0

2007 2010

25,0 20,0 15,0

15,0

13,0 9,0

11,0

10,0 5,0 -

Gizi Buruk

Balita Pendek

Balita Kurus

Sumber : Riskesdas Tahun 2007, 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

87

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012, Persentase Balita Gizi Buruk, apabila dibandingkan per-kabupaten/kota terdapat 13 Kabupaten/Kota yang berada di atas angka Jawa Barat, yang tertinggi di Kabupaten Cirebon, sedangkan 3 kabupaten/Kota yang terrendah di Provinsi Jawa Barat yaitu Kota Bekasi (0,28%), Kabupaten Ciamis (0,31%), Kota Sukabumi (0,35%). Gambar V. C. 2 Persentase Balita Gizi Buruk Hasil Bulan Penimbangan Balita menurut Kabupaten/Kota, Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Anemia Gizi Upaya penanggulangan anemia gizi diprioritaskan kepada kelompok rawan yaitu ibu hamil, balita, anak usia sekolah dan wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Terjadinya defisiensi besi pada wanita, antara lain disebabkan jumlah zat besi yang di absorbsi sangat sedikit, tidak cukupnya zat besi yang masuk karena rendahnya bioavailabilitas makanan yang mengandung besi atau kenaikan kebutuhan besi selama hamil, periode pertumbuhan dan pada waktu haid Penanganan defisiensi besi dengan pemberian suplementasi tablet besi merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan kadar Fe/besi dalam jangka waktu yang pendek. Pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah melaksanakan penanggulangan anemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan memberikan tablet besi folat (Tablet Tambah Darah/TTD) yang mengandung 60 mg elemental besi dan 250 ug asam folat) setiap hari satu tablet selama 90 hari berturut-turut selama masa kehamilan. Selama ini upaya penangulangan anemia gizi difokuskan ke sasaran ibu hamil dengan suplemen besi. Cakupan Pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil dengan mendapatkan 90 tablet Besin(Fe3) pada tahun 2012 sebesar 90,32%, apabila cakupan ini dibandingkan tahun 2010 (82,09%) mengalami kenaikan sebesar 8,23 point, angka ini sudah mencapai target (90%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

88

Apabila dibandingkan per-Kabupaten/Kota tahun 2012 ternyata terdapat 13 Kabupaten/Kota yang sudah mencapai target dan 13 Kabupaten/Kota yang dibawah angka Jawa Barat. Gambar V. C. 3 Persentase Cakupan Pemberian Tablet Besi (Fe3) Ibu Hamil Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

3. Kurang Vitamin A Hasil analisis vitamin A dalam serum mengungkapkan bahwa 50% status vitamin A anak balita masih rendah atau marjinal. Hal ini menggambarkan bahwa untuk mencegah

terjadinya

kembali

prevalensi

xerophthalmia

yang

tinggi,

program

penanggulangan kurang vitamin A perlu diteruskan dengan dukungan konsumsi makanan sumber vitamin A bagi anak balita.Penanggulangan defisiensi vitamin A pada anak balita dapat dilakukan dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) setiap 6 bulan sekali, pendidikan gizi ibu di posyandu, fortifikasi bahan makanan yang banyak dikonsumsi anak balita dengan vitamin A (1.800 IU). Pemberian satu kapsul vitamin A pada ibu sehabis melahirkan bertujuan untuk meningkatkan kadar vitamin A dalam ASI bagi ibu dalam 1-2 minggu, disamping itu pula kepada ibu menyusui dapat diberikan pendidikan gizi di posyandu tentang pentingnya konsumsi makanan sumber vitamin A. Buta senja adalah salah satu gejala kurang vitamin A (KVA). Kurang Vitamin A tingkat berat dapat mengakibatkan keratomalasia dan kebutaan. Vitamin A berperan pada integritas sel epitel,imunitas danreproduksi. KVA pada anak balita dapat mengakibatkan risiko kematian sampai 20-30%. Upaya penanggulangan masalah kurang vitamin A masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada anak Balita, Bayi dan ibu Nifas. Persentase Anak Balita mendapatkan vitamin A di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 sebesar 81,4%,

berkisar antara 103% – 70,9%, cakupan ini apabila

dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 93,35%, mengalami penurunan sekitar 12,80%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

89

Apabila dibandingkan per-kabupaten/kota ternyata terdapat 16 Kabupaten/Kota yang diatas pencapaian Jawa Barat, dan yang terendah terdapat di Kota Bekasi (70,9%). Secara rinci dapat dilihat pada gambar dibawah ini dan lampiran tabel 32. Gambar V. C. 4 Persentase Cakupan Anak Balita Mendapatkan Vitamin A Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Sumber: Profil Kesehatan kabupaten/Kotatahun 2012

E. PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS 1. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di provinsi Jawa Barat menunjukkan adanya peningkatan kasus penyakit gigi dan mulut pada masyarakat dari tahun ke tahun. Indikator yang ditetapkan berupa ratio tumpatan dengan pencabutan dengan target 1:1 belum terpenuhi. Hasil RISKESDAS tahun 2007, seperempat penduduk Jawa Barat mengalami masalah gigi mulut (gimul) dan sepertiganya menerima perawatan dari tenaga medis. Meskipun menggosok gigi penduduk Jawa Barat sudah cukup tinggi (95,8%) Perbandingan antara tumpatan

yang kurang dari pencabutan (79:100)

menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat untuk memeriksakan penyakit gigi sejak dini masih rendah sehingga kerusakan gigi yang terjadi tidak dapat ditanggulangi dengan penambalan, tetapi harus dilakukan pencabutan. Data secara rinci tercantum pada tabel dibawah ini. Tabel V. E. 1 Hasil Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2005-2012 Tahun

Jumlah Tumpatan Gigi Tetap

Jumlah Pencabutan Gigi Tetap

Jumlah Total

Rasio Tambal/Cabut

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

136.553 225.008 166.174 176.048 145.621 152.208 162.103 142.566

238.579 242.114 274.275 236.406 232.980 208.360 227.578 179.853

375.132 467.122 440.449 412.454 378.601 360.568 389.681 322.419

0,57 0,93 0,61 0,74 0,63 0,73 0,71 0,79

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

90

2. Pelayanan Kesehatan Jiwa Berdasarkan Riskesdas Tahun 2007, bahwa Prevalensi gangguan jiwa berat di Provinsi Jawa Barat 0,2% (kisaran 0,1 – 0,7%), tertinggi di Kota Banjar, terdapat di semua kabupaten/kota, kecuali di Kabupaten Subang. Prevalensi Gangguan Mental Emosional di Jawa Barat (20,0%) lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional (11,6%). Di antara kabupaten/kota, prevalensi tertinggi di Kabupaten Purwakarta (31,9%) dan terendah di Kabupaten Kuningan (11,2%). Prevalensi Gangguan Mental Emosional meningkat sejalan dengan pertambahan umur. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (41,6%) dan terendah pada kelompok umur 15-24 tahun (16,5%). Kelompok yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah perempuan (24,3%), kelompok yang memiliki pendidikan rendah (paling tinggi pada kelompok tidak sekolah, yaitu 32,0%), kelompok yang tidak bekerja (27,6%), tinggal di desa (21,3%), serta kelompok tingkat pengeluaran per kapita rumah tangga terendah (pada Kuintil 1: 23,6%). Menurut jenis kelamin gangguan mental emosional pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Keterbatasan SRQ hanya dapat mengungkap gangguan mental emosional atau distres emosional sesaat. Individu yang dengan alat ukur ini dinyatakan mengalami gangguan mental emosional akan lebih baik dilanjutkan dengan wawancara psikiatri dengan dokter spesialis jiwa untuk menentukan ada tidaknya gangguan jiwa yang sesungguhnya serta jenis gangguan jiwanya.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

91

BAB VI SUMBER DAYA KESEHATAN

Penentuan keberhasilan pembangunan kesehatan adalah ketersedian sumber daya kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Sumber daya kesehatan yang diperlukan didalam pembangunan kesehatan antara lain tenaga, dana, sarana dan prasarana serta teknologi.

A. SUMBER DAYA MANUSIA Sesuai Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 yang

termasuk tenaga kesehatan adalah tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi, Tenaga keperawatan meliputi tenaga perawat dan bidan. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi, asisten apoteker, Tenaga kesehatan masyarakat kesehatan,

entomologi

kesehatan,

mikrobiolog

kesehatan,

meliputi epidemiologi penyuluh

kesehatan,

administrator kesehatan dan sanitarian.Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis. Pada tahun 2012 jumlah tenaga kesehatan dan non kesehatan di Jawa Barat sebanyak 76.826 orang. Dengan sebaran tenaga meliputi 47,2% bekerja di Puskesmas, bekerja di Rumah Sakit 47,3 %, bekerja disarana kesehatan lainnya 1.50% dan berkerja di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 3,5% serta bekerja di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 0,51% (Dinas Kesehatan, BP4, BKMM, BKPM). Proporsi tenaga kesehatan lebih besar dari pada tenaga kesehatan non kesehatan terdapat di unit kerja Puskesmas dan

jaringannya, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, sarana Kesehatan lainnya dan Dinas Kesehatan Provinsi Gambar VI. A.1 Sebaran Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

92

Dengan proporsi tenaga kesehatan 79,5% dan non kesehatan 20,5%, perbandingan tenaga kesehatan dengan non kesehatan di Jawa Barat mencapai kira-kira 4:1. Sebaran tenaga kesehatan dan non kesehatan berdarakan jenis tenaga sebagai berikut: Gambar VI. A. 2 Presentase Proporsi Tenaga Kesehaatn Menurut Jenis Tenaga Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 BIDAN 18,10%

PERAWAT 38,20%

MEDIS 10,90% TENAGA NON KES. 20,50% KETEKNISAN FISIK 0,40%

KETEKNISAN GIZI MEDIS 2,40% 2,20%

SANITASI 1,80%

KEFARMASIA N 3,40% KESMAS 2,10%

Pada Tabel dibawah ini menunjukkan rasio jenis tenaga kesehatan yang bekerja diseluruh unit kerja terhadap jumlah penduduk tahun 2012 yaitu sebesar 172,46 per-100.000 penduduk. Tabel VI. A. 1 Ratio Tenaga Kesehatan Terhadap 100.000 Penduduk Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Jenis Tenaga Kesehatan

Jumlah

Rasio Tenaga Kesehatan Per -100.000 penduduk

1.

Dr. Spesialis

3.329

7,50

2.

Dr. Umum

3.831

8,60

3.

Dr. Gigi

1.235

2,77

4.

Perawat

29.324

65,82

5.

Bidan

13.878

31,15

6.

Kefarmasian

2.637

5,92

7.

Gizi

1.874

4,21

8.

Kesmas

1.603

3,60

9.

Sanitarian

1.357

3,05

1.695

3,80

278

0,62

15.785

35,43 172,46

10. Keteknisan Medis 11. Keteknisan Fisik 12. Tenaga Non Kesehatan Jumlah

76.826

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

93

1. Tenaga di Puskesmas Jumlah tenaga di Puskesmas di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 sebanyak 36.266 orang terdiri dari tenaga kesehatan 87,4% dan tenaga non kesehatan 12,6%. Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis 7,5%, tenaga Perawat 29,3%, tenaga Bidan 39,8%, tenaga kefarmasia 1,8%, tenaga kesehatan masyarakat 1,9%, tenaga sanitasi 2,3%, tenaga gizi 3,6%, tenaga keteknisan medis 1,2%, tenaga keteknisan fisik 0,1% dan tenaga non kesehatan 12,6%. Rasio tenaga medis terhadap puskesmas 2,58, ini menunjukkan bahwa rata-rata puskesmas di Provinsi Jawa Barat mempunyai tenaga medis 2-3 orang (idealnya 3 per puskesmas). Sedangkan rasio tenaga medis terhadap penduduk 5-7 orang per 100.000 penduduk. Rasio tenaga keperawatan terhadap puskesmas 8,43 ini menunjukkan bahwa rata-rata puskesmas sudah mempunyai tenaga keperawatan sebanyak 8-9 orang. Sedangkan rasio tenaga keperawatan terhadap penduduk 19-20 orang per 100.000 penduduk. Bila rasio jenis tenaga kesehatan ini hanya memperhitungkan tenaga kesehatan yang hanya bekerja di pelayanan puskesmas dan jaringannya, maka gambaran rasio sebagai berikut: Tabel VI. A. 2 Rasio Tenaga Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Puskesmas Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 Ratio Tenaga Kesehatan Jenis Tenaga A. Tenaga Kesehatan 1. Medis 2. Keperawatan 3..Kefarmasian 4.Gizi 5.Kesmas 6. Sanitarian 7.Keteknisan Medis 8.Keteknisan Fisik

Jumlah

%

PerPuskesmas

Per-100.000 penduduk

31.691 2.704 25.067 649 1.298 682 834 420 37

87,38 7,46 69,12 1,79 3,58 1,88 2,30 1,16 0,10

30,2 2,6 23,9 0,6 1,2 0,6 0,8 0,4 0,0

71,1 6,1 56,3 1,5 2,9 1,5 1,9 0,9 0,1

B. Tenaga Non Kesehatan

4.575

12,62

4,4

10,3

J u m l ah

36.266

100,00

34,5

81,4

a. Tenaga Medis Proporsi tenaga medis yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012 sebanyak 2.704 orang yang meliputi Dokter Umum sebesar 70,49%, Dokter Gigi 28,81%, dan Dokter Spesialis 0,70% Di Provinsi Jawa Barat rata-rata terdapat 1-2 orang dokter umum bekerja di puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada puskesmas yang tidak mempunyai dokter. Sedangkan ratio tenaga medis terhadap penduduk ternyata 1 dokter umum melayani 16.475 orang.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

94

Rasio dokter gigi terhadap puskesmas sebesar 0,74, artinya belum semua puskesmas mempunyai tenaga dokter gigi. Bahkan dapat dikatakan seorang dokter gigi untuk 2 sampai dengan 3 puskesmas. Disamping jumlah yang masih sedikit, faktor penyebaran masih merupakan masalah, sehingga rasio dokter gigi dengan puskesmas pun masih belum merata. Rasio tenaga medis terhadap penduduk ternyata 1 orang dokter gigi melayani 57.187 orang. Pada lampiran Tabel 74 dapat dilihat jumlah tenaga medis dan sebaran di unit kerja. Tabel VI. A. 3 Rasio Tenaga Dokter Umum dan Dokter Gigi di Puskesmas Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 Kabupaten/kota

Rasio Dokter Rasio Dokter Umum/penddk Umum/Puskesmas

Rasio Dokter Gigi/penddk

Rasio Dokter Gigi/Puskesmas

Kab. Bogor

24.581

2,0

68.355

0,7

Kab. Sukabumi

32.991

1,3

96.334

0,4

Kab. Cianjur

42.096

1,2

97.005

0,5

Kab. Bandung

30.067

1,8

70.370

0,8

Kab. Garut

26.969

1,4

155.072

0,2

Kab. Tasikmalaya

24.607

1,8

68.901

0,6

Kab. Ciamis

19.536

1,5

97.680

0,3

Kab. Kuningan

15.533

1,8

66.017

0,4

Kab. Cirebon

22.448

1,6

81.160

0,5

Kab. Majalengka

23.317

1,6

91.476

0,4

Kab. Sumedang

24.454

1,4

53.567

0,7

Kab. Indramayu

27.813

1,2

84.830

0,4

Kab. Subang

39.408

1,0

71.310

0,5

Kab. Purwakarta

19.191

2,3

44.140

1,0

Kab. Karawang

23.393

1,9

54.974

0,8

Kab. Bekasi

33.174

2,2

79.618

0,9

Kab. Bdg Barat

32.571

1,5

67.973

0,7

Kota Bogor

10.076

4,1

21.943

1,9

Kota Sukabumi

15.425

1,3

19.282

1,1

Kota Bandung

20.688

1,6

36.205

0,9

6.055

2,3

12.111

1,1

Kota Bekasi

18.833

4,2

27.821

2,8

Kota Depok

21.599

2,7

42.697

1,3

Kota Cimahi

13.349

3,2

32.980

1,3

Kota Tasik

18.660

1,8

43.539

0,8

Kota Banjar Jawa Barat

11.252 23.373

1,6 1,8

90.015 57.187

0,2 0,7

Kota Cirebon

b. Tenaga Keperawatan Proporsi tenaga keperawatan yang bekerja di Puskesmas pada Tahun 2012 meliputi BIdan sebesar 33,43% dan Perawat sebesar 30,25% Di Provinsi Jawa Barat rata-rata tenaga keperawatan terdapat 8-9 orang yang bekerja di puskesmas. Penyebarannya masih belum merata sehingga masih ada puskesmas kekurangan tenaga keperawatan dengan 1 orang tenaga keperawatan harus melayani 5,116 orang Rasio Bidan terhadap puskesmas terdapat 9-10 bidan bekerja di puskesmas. Disamping jumlah yang masih sedikit, faktor penyebarannya masih merupakan masalah, sehingga rasio bidan dengan puskesmas pun masih belum merata. Rasio tenaga bidan terhadap jumlah penduduk yaitu 1 orang bidan maelayani 4.631 orang. Rasio tenaga bidan dan perawat di puskesmas disajikan pada Tabel VI.A.4 dibawah:

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

95

Tabel VI. A. 4 Rasio Tenaga Bidan dan Perawat di Puskesmas Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 Rasio Bidan/Pddk

Rasio Bidan /Puskesmas

Rasio Perawat/Pddk

Rasio Perawat/Puskesmas

Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Bdg Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasik Kota Banjar

6.430 6.051 4.516 5.208 3.252 2.857 2.847 2.147 2.500 2.360 2.914 3.096 3.365 3.210 2.968 6.348 3.958 7.900 4.169 9.927 2.365 11.387 10.674 10.194 2.502 2.433

7,7 6,9 11,0 10,2 11,7 15,1 10,6 13,3 14,8 15,8 12,1 11,2 11,1 13,8 14,8 11,3 12,7 5,2 4,9 3,4 5,8 6,9 5,4 4,2 13,1 7,4

6.455 5.060 3.840 7.128 1.828 2.331 2.135 2.545 1.434 1.903 2.604 1.816 1.525 3.603 2.624 4.568 5.076 4.202 1.090 5.595 1.143 5.734 8.620 5.497 1.950 1.242

7,7 8,2 12,9 7,5 20,9 18,5 14,1 11,2 25,8 19,5 13,5 19,1 24,6 12,3 16,8 15,6 9,9 9,8 18,9 6,0 12,0 13,8 6,7 7,8 16,8 14,5

Jawa Barat

4.187

10,1

3.088

13,7

Kabupaten/kota

2. Tenaga di Rumah Sakit Jumlah tenaga yang bekerja di Rumah Sakit Tahun 2012 sebanyak 36.362 orang atau sebesar 47,2% dari seluruh tenaga kesehatan di Jawa Barat. Proporsi tenaga kesehatan di Rumah Sakit terdiri dari 73,8% tenaga kesehatan dan 26,2% tenaga non kesehatan. Proporsi tenaga kesehatan di Rumah Sakit meliputi tenaga medis 14,8% tenaga keperawatan 48,3%, kefarmasian 4,8%, tenaga Kesehatan masyarakat 0,8%, tenaga sanitarian 0,5%, tenaga gizi 1,0%, tenaga keterapian fisik 0,6%, dan tenaga keteknisan medis 3,0%, tenaga non kesehatan 26,2%. Pada Tabel VI.A5 dapat dilihat jenis tenaga dan rasio tenaga kesehatan di Rumah Sakit per-100.000 penduduk.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

96

Tabel VI. A. 5 Jumlah Tenaga di Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 Ratio Tenaga Kesehatan Jenis Tenaga

Jumlah

%

Per- Rumah Sakit

Per-100.000 penduduk

Tenaga Kesehatan

26.821

73,76

98,61

60,21

1.

Dokter Spesialis

3.286

9,04

12,08

7,38

2.

Dokter Umum

1.703

4,68

6,26

3,82

3.

Dokter Gigi

393

1,08

1,44

0,88

4.

Perawat

14.456

39,76

53,15

32,45

5.

Bidan

3.089

8,5

11,36

6,93

6.

Kefarmasian

1.736

4,77

6,38

3,9

7.

Gizi

375

1,03

1,38

0,84

8.

Kesmas

294

0,81

1,08

0,66

9.

Sanitarian

193

0,53

0,71

0,43

1.073

2,95

3,94

2,41

223

0,61

0,82

0,5

Tenaga Non Kesehatan

9.541

26,24

35,08

21,42

J u m l ah

36.362

100

133,68

81,62

10. Keteknisan Medis 11. Keteknisan Fisik

3. Tenaga di Dinas Kesehatan Jumlah tenaga yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012 sebanyak 2.668 orang atau 3,94% dari seluruh tenaga kesehatan di Jawa Barat. Proporsi tenaga kesehatan Kabupaten/Kota terdiri dari tenaga medis 7,38%, tenaga Keperawatan 15,89%, kefarmasian 4,5%, tenaga Kesehatan masyarakat 19,64%, tenaga sanitarian 6%, tenaga gizi 4,24%, dan tenaga keteknisan medis 0,6%, tenaga non kesehatan 41,75%. Pada lampiran Tabel 75 disajikan jumlah dan sebaran tenaga kesehatan di unit kerja di Jawa Barat. Tabel VI. A. 6 Jumlah Tenaga di Dinas Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 Jenis Tenaga Tenaga Kesehatan 1. Medis 2. Bidan 3. Perawat 4. Kefarmasian 5. Gizi 6. Kesmas 7. Sanitarian 8. Keteknisan Medis 9. Keteknisan Fisik Tenaga Non Kesehatan J u m l ah

Jumlah

%

1.554 197 124 300 120 113 524 160 16 0 1.114 2.668

58,25 7,38 4,65 11,24 4,5 4,24 19,64 6 0,6 0 41,75 100

Ratio Tenaga Kesehatan Per- Rumah Per-100.000 Sakit penduduk 59,77 3,49 7,58 0,44 4,77 0,28 11,54 0,67 4,62 0,27 4,35 0,25 20,15 1,18 6,15 0,36 0,62 0,04 0 0 42,85 2,5 102,62 5,99

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

97

b. SARANA KESEHATAN 1. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Jumlah Puskesmas di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 tercatat sebanyak 1.050 buah. Terdiri dari 874 puskesmas tanpa perawatan dan 176 puskesmas dengan perawatan. Proporsi Puskesmas terhadap penduduk di Jawa Barat sebesar 1 : 42.427 atau 2,4 per 100.000 penduduk, hal ini masih dibawah target nasional sebesar 1 : 25.000. Sedangkan jumlah Puskesmas Pembantu tercatat sebanyak 1.579 buah, dengan Rasio terhadap Puskesmas sebesar 1,52. Untuk Puskesmas kelilingnya terdapat 789 unit (Roda 4), sehingga masih ada puskesmas (261) yang belum mempunyai puskesmas keliling roda 4. Jumlah posyandu tahun 2012 berjumlah 50,298 buah, bertambah 4.067 buah dibanding kondisi 2008. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan peran masyarakat dalam upaya promotif dan preventif, karena rata rata penambahan jumlah posyandu periode 2008-2011 hanya 813 buah. Jumlah puskesmas dan jejaring puskesmas selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel VI. B. 1 Jumlah Puskesmas dan Jejaring Puskesmas Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012 SARANA

2008

2009

2010

2011

2012

Puskesmas

1.017

1.029

1.039

1.045

1.050

Pusk Pembantu

1.534

1.572

1.579

1.579

1.579

713

768

781

789

789

46.231

47.215

50.046

50.266

50.298

Pusk Keliling (R4) Posyandu

Tabel VI. B. 2 Rasio Puskesmas Terhadap Wilayah Administrasi dan Penduduk di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2008–2012 Rasio Fasilitas Kesehatan

2.008

2.009

2.010

2.011

2.012

Puskesmas/Kecamatan

1,2

1,2

1,3

1,3

1,3

Penduduk/Puskesmas

41.490

41.491

41.438

41.978

42.427

Posyandu/Puskesmas

45,5

45,9

48,2

48,1

47,9

Sumber : Profil Kesehatan Kab/Kota se Jawa Barat

Berdasarkan ratio puskesmas terhadap kecamatan, di Provinsi Jawa Barat di setiap kecamatan sudah ada puskesmas. Bahkan ada yang sudah mempunyai 2 puskesmas (ratio 1.3). Perbandingan puskesmas terhadap kecamatan selama lima tahun relatif tidak berubah, meskipun jumlah puskesmasnya meningkat. Hal ini dimungkinkan jumlah penduduknya juga bertambah.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

98

Perbandingan puskesmas berdasarkan penduduk menurut kabupaten yang paling mendekati kondisi ideal (standar 1 puskesmas untuk 25 ribu penduduk) adalah Kuningan (28.548), sedangkan yang paling jauh daerah kabupaten dari kondisi ideal adalah Kabupaten Bekasi (71.452). Sedangkan untuk wilayah kota, Kota Cirebon merupakan kota dengan tingkat perbandingan terkecil yaitu satu puskesmas hanya melayani 13.762 orang. Perbandingan terbesar untuk kota terjadi di Kota Bekasi, satu puskesmas harus melayani 78.977 orang. Gambar VI. B. 1 Rasio Puskesmas terhadap Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan a. Jumlah Rumah Sakit Jumlah rumah sakit di Jawa Barat tahun 2012 sebanyak 272 buah, yang mencakup rumah sakit umum dan khusus milik pusat, pemerintah daerah provinsi, kabupaten kota, TNI/Polri, BUMN dan swasta (Tabel V.B.3). Dibanding tahun 2010, pada tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah rumah sakit sebesar 4,6% (12 buah). Proporsi peningkatan rumah sakit terjadi pada rumah sakit swasta 87,5% dan rumah sakit Pemda sebesar 12,5%. Peningkatan rumah sakit Pemda yaitu RSUD Kab. Tasikmalaya dan RS Gigi dan Mulut Kota Bandung. Peningkatan rumah sakit swasta antara lain disebabkan adanya peningkatan rumah sakit ibu/ bersalin menjadi rumah sakit umum, kemudahan proses perijinan rumah sakit, peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan. Tabel VI. B. 3 Jumlah Rumah Sakit berdasarkan kepemilikan Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT UMUM RUMAH SAKIT JIWA RUMAH SAKIT BERSALIN RUMAH SAKIT KHUSUS LAINNYA JUMLAH

KEMENKES PEM.PROV 2 0 0 3 5

2 1 0 2 5

PEM.KAB/ TNI/POLRI KOTA 37 0 1 1 39

17 0 0 0 17

BUMN SWASTA JUMLAH 5 0 0 0 5

142 1 53 5 201

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

205 2 54 11 272

99

Rumah sakit khusus di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 tercatat sebanyak 272 buah. Jenis pelayanan rumah sakit khusus antara lain Pelayanan Kesehatan Jiwa, Paru, Mata, Bedah, Ginjal, Gigi serta Ibu dan anak. Proporsi Rumah Sakit Khusus terbanyak adalah rumah sakit yang melayani kesehatan ibu dan anak (78.33%). Proporsi terkecil Rumah Sakit Khusus Mata dan Rumah Sakit Ginjal (masing-masing 1.59%), yaitu Rumah Sakit Mata Cicendo dan Rumah Sakit Ginjal Habibie. Selengkapnya bisa di lihat pada tabel dibawah ini. Tabel VI. B. 4 Jumlah Rumah Sakit Khusus berdasarkan Jenis Pelayanan Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 sd Tahun 2012

RSK Jiwa Paru Mata Bedah Ginjal Gigi RSIA/RSB Total

2008 Jml % 3 5,36 3 5,36 1 1,79 7 12,5 1 1,79 41 73,21 56 100

2009 Jml % 3 5,08 3 5,08 1 1,69 7 11,86 1 1,69 44 74,58 59 100

2010 Jml % 2 3,17 3 4,76 1 1,59 5 7,94 1 1,59 51 80,95 63 100

2011 Jml % 2 3,33 3 5 1 1,67 4 6,67 1 1,67 2 3,33 51 78,33 64 100

2012 Jml % 2 3,33 3 5 1 1,67 4 6,67 1 1,67 2 3,33 51 78,33 64 100

Sumber : Laporan SIRS & Profil Kabupaten/Kota,Tahun 2008 s/d 2012

b. Jumlah Sarana Tempat Tidur Kecenderungan jumlah tempat tidur (TT) rumah sakit mulai tahun 2008 sd 2012 meningkat. Kondisi 2012 Jawa Barat mempunyai tempat tidur di rumah sakit sebanyak 29.059 buah. Dari tahun ke tahun terdapat kenaikan jumlah tempat tidur rumah sakit, pada tahun 2012 terdapat kenaikan sebanyak 2.628 buah (9,94%). Hal ini sesuai dengan adanya perkembangan pembangunan ruangan perawatan dibeberapa rumah sakit di Jawa Barat. Gambar VI. B. 2 Jumlah Tempat Tidur Di Rumah Sakit Umum dan Khusus Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 sd 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

100

Tahun 2012 Rumah Sakit Umum Swasta merupakan rumah sakit yang memberikan kontribusi tertinggi untuk penyediaan tempat tidur, yakni sebesar (48,2%), disusul oleh RSU Pemerintah Daerah sebesar 27,5%. Kontribusi terkecil berasal dari Rumah Sakit BUMN (1,5%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Gambar VI. B. 3 ProporsiTempat Tidur berdasarkan Status Kepemilikan Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Rumah Sakit Jml TT RSU Pemerintah (Kemkes) 1.802 RSU Pemerintah (Pemda) 8.004 RSU Swasta 14.006 RS Khusus Swasta 2.221 RS Khusus Pemerintah 822 RS TNI/Polri 1.777 RS BUMN 427 TOTAL 29.059

% TT 6,2 27,5 48,2 7,6 2,8 6,1 1,5 100

c. Ratio Tempat Tidur Rumah Sakit Umum Terhadap Penduduk. Total tempat tidur di rumah sakit umum pusat, pemda, swasta, TNI/ Polri dan BUMN sebanyak 29.059 tempat tidur. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan penduduk di Jawa Barat tahun 2012 adalah 1 berbanding 1.533, itu berarti satu tempat tidur untuk melayani 1.533 orang. Hal ini masih dibawah target (1:1000).

3. Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki sarana produksi dan distribusi, perbekalan farmasi yang sangat tinggi. Penambahan jumlah sarana dari tahun ke tahun terus meningkat. Sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan dapat digunakan untuk melihat kemampuan ketersediaan obat dan alat kesehatan bagi masyarakat. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir terlihat adanya peningkatan jumlah sarana produksi kefarmasian dan alat kesehatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

101

Gambar VI. B. 4 Jumlah Sarana Produksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2008 – 2012

Dari data tersebut diatas terlihat perkembangan sarana distribusi dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pembinaan dan pengawasan harus ditingkatkan. Tujuan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau keamanan.

C. PEMBIAYAAN KESEHATAN 1. Pembiayaan Kesehatan Pembiayaaan kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam pencapaian suatu tujuan disetiap kegiatan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Barat. Sumber dana pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Barat berasal dari APBN, APBD Provinsi, Hibah Luar Negeri dan lain-lain. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012, pembiayaan kesehatan terdiri dari APBD Kabupaten/ kota sebesar 71,26% dari total anggaran pembiayaan kesehatan, sedangkan APBD Provinsi sebesar 8,84% dari total anggaran pembiayaan kesehatan, APBN sebesar 15,52% dari total anggaran pembiayaan kesehatan, Pinjaman/ Hibah Luar Negeri sebesar 0,18 % dari total anggaran pembiayaan kesehatan dan Sumber Pemerintah Lain sebesar 4,19% dari total pembiayaan kesehatan. Persentase keseluruhan anggaran APBD Kesehatan terhadap anggaran APBD di Provinsi Jawa Barat baru mencapai 7,96%. Dengan Anggaran kesehatan per-kapita mengalami kenaikan sebesar 38,39% dari tahun 2010 sebesar Rp. 62,220,51,- menjadi Rp 111.598,- pada tahun 2012. Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota, persentase APBD anggaran kesehatan terhadap APBD Kabupaten/Kota yang tertinggi berada di Kabupaten Cirebon (25,92%). Secara rinci dapat dilihat di gambar berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

102

Gambar VI. C. 1 Persentase APBD Anggaran Kesehatan Terhadap APBD Kabupaten/Kota Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

2. Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yaitu untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka kematian bayi dan balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin umumnya. Program ini telah berjalan lima tahun, dan telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan hampir miskin di puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan di rumah sakit Peserta Jamkesmas mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif dan berjenjang dari pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya hingga pelayanan kesehatan rujukan di RS. Berdasarkan

SUSENAS

tahun

2012

persentase

Rumah

Tangga

yang

mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melalui Jamkesmas sebanyak 60,47%, 5,36% Kartu Sehat, 7,35% Surat Miskin dan 26,82% lainnya. Cakupan kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 baru mencapai 42,1%, yang meliputi 5,4% Askes, 0,80 Jamsostek, 24,0% Jamkesmas , dan 11,9% Jamkesda dan asuransi lain-lainnya. Apabila dibandingkan antar kabupaten/kota, ternyata terdapat 10 Kabupaten yang angka diatas angka Jawa Barat dan kabupaten/kota yang tertinggi cakupan kepersertaan jaminan kesehatan ada di Kabupaten Tasikmalaya

(67%), dan yang

terendah terdapat di Kota Bekasi (16,80%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

103

Gambar VI. C. 2 Cakupan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Peserta Jamkesmas yang mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif dan berjenjang dari pelayanan dasar di Puskesmas dan jaringannya hingga pelayanan kesehatan rujukan di Rumah Sakit. Secara keseluruhan Masyarakat miskin yang mendapatkan peserta Jamkesmas baru mencapai 46,9% dan yang dilayani pelayanan kesehatan rawat Jalan sebanyak 41,3% dan Rawat Inap sebesar 1,3%. untuk lebih rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar VI. C. 3 Persentase Jamkesmas yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

Gambar VI. C. 4 Persentase Jamkesmas yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

104

BAB VII PERBANDINGAN PROVINSI DENGAN PROVINSI DI PULAU JAWA DAN BALI

Gambaran perbandingan data/informasi kesehatan antara Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi lain di Indonesia, terutama dengan Provinsi di Jawa dan Bali yang kondisi alam dan demografinya hampir sama.

A. KEADAAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 1. Keadaan Umum Wilayah Luas wilayah Jawa Barat

1,9% dari luas Indonesia yang termasuk yang

terbesar akan tetapi pembagian wilayah Administrasi di Jawa Barat masih ketinggalan dibandingkan dengan Jawa Tengah yang luas wilayah lebih kecil dan Jawa Timur yang luas wilayah hampir sama. Secara Administratif wilayah Indonesia terbagi atas 33 provinsi 399 Kabupaten dan 98 Kota yang meliputi 6.694 Kecamatan, 77.465 Kelurahan/Desa. Provinsi Jawa Barat (26) menduduki urutan ke 3 setelah Jawa Tengah (35), Jawa Timur (38).

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Tabel VII. A. 1. Luas Wilayah, Jumlah Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan Menurut Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2012. Luas Wilayah Desa/ Provinsi Kab Kota Kec (Km2) Kelurahan DKI Jaya 664 1 5 44 267 Jawa Barat 37.116 17 9 625 5.891 Jawa tengah 32.801 29 6 573 8.589 DI.Yogyakarta 3.133 4 1 78 438 Jawa Timur 47.800 29 9 662 8.523 Banten 9.663 4 4 154 1.535 Bali 5.780 8 1 57 714 Indonesia 1.910.931 399 98 6.694 77.465 Sumber : Profil kesehatan Indonesia Tahun 201

2. Kependudukan Perkiraan jumlah penduduk Indonesia tahun 2012 sebesar 245,138 juta jiwa Diantara Provinsi-Provinsi di Indonesia, Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang paling besar jumlah penduduknya, yang diikuti dengan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat mencapai 44.548.431 jiwa, dengan ratio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Indonesia sebesar 101. Angka ketergantungan penduduk Indonesia sebesar 52,15, yang artinya setiap penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung 52 orang penduduk usia tidak PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

105

produktif (0-14 tahun). Semakin besar angka ketergantungan, maka semakin besar pula beban yang ditanggung penduduk usia produktif, semakin besar pula hambatan atas upaya perkembangan daerah. Tabel VII. A. 2. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2012 Provinsi

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk

9.869.690

14.852

2.      Jawa Barat

44.548.431

1.242

3.      Jawa tengah

32.586.588

998

4.      DI.Yogyakarta

3.525.870

1.120

5.      Jawa Timur

38.006.413

792

6.      Banten

11.219.087

1.133

7.      Bali

4.055.360

685

245.138.000

127

1.      DKI Jaya

Indonesia Sumber : BPS, 2012

Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, menunjukan bahwa penduduk yang berumur muda (0-14 tahun) sebesar 28,10%, yang berumur produktif (15-64 tahun) sebesar 66,80%, dan yang berumur tua (>65 tahun) sebsar 5,10%. Dengan demikian Angka Beban Tanggungan (dependency Ratio) penduduk Indonesia pada tahun 2012 sebesar 46,8%, sedangkan Provinsi Jawa Barat sebesar 46,3%. Berdasarkan tipe daerah, angka beban tanggungan di pedesaan lebih besar dibandingkan perkotaan yaitu 58,49% berbanding 48,02%. Demikian pula untuk indikator kependudukan lainnya seperti Angka Kesuburan (TFR), angka Jawa Barat menunjukan ke -2 yang paling tinggi diantara ProvinsiProvinsi yang ada di Jawa dan Bali. Berikut ini dapat dilihat perbandingan TFR antara Provinsi di Jawa dan Bali. Tabel VII. A.3 Perbandingan Angka Kesuburan (TFR) Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali PeriodeTahun 2004, 2005, 2007-2010 dan 2012 Angka Kesuburan (TFR) 2004 2005 2007-2010 2012

Provinsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

DKI. Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogya Jawa Timur Banten Bali

2,2 2,8 2,1 1,9 2,1 2,6 2,1

2,2 2,8 2,1 1,9 2,1 2,6 2,1

1,5 2,2 2,0 1,4 1,7 2,3 1,7

2,3 2,5 2,5 2,1 2,3 2,5 2,3

Indonesia

2,6

2,6

2,2

2,6

Sumber : BPS, 2012

Dari Riskesdas 2010 dapat diketahui usia perempuan menikah pertama, seperti terlihat pada Gambar 5.14. Perempuan Indonesia, sudah menikah pada usia yang PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

106

sangat muda, 10 tahun, selanjutnya pada usia berikutnya proporsi perempuan menikah pertama ini semakin meningkat sampai dengan usia 19 tahun. Dari Gambar 5.15 dapat dilihat sekitar 46,4 persen perempuan di Indonesia sudah menikah sebelum menginjak usia 20 tahun . Gambar. VII. A. 1 Proporsi Perempuan Umur 10-54 tahun menurut Umur Menikah Pertama, Di Indonesia dan Antara Provinsi Di Jawa-Bali Tahun 2012

3. Ekonomi Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi nasional menunjukan bahwa pada tahun 2009 sebesar 4,5% mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,10% dan tahun 2011 meningkat lagi menjadi 6,50%. Pertumbuhan ini didukung oleh semua komponen PDB pengguna, yakni konsumsi rumah tangga sebesar 5,0%, konsumsi pemerintah sebesar 3,9%, pembentukan modal tetap bruto sebesar 9,2% serta ekport mapun impor barang dan jasa sebesar 16,9%. Berdasarkan data jumlah penduduk miskin menurut provinsi dari BPS terdapat persebaran penduduk miskin antar pulau yang nyata perbedaannya. Lebih dari separuh penduduk miskin di Indonesia berada di Pulau Jawa yaitu 57,1% tahun 2008 dan menjadi 55,7% tahun 2011. Selebihnya tersebar di Sumatera 21,5%, Sulawesi 7,2%, Kalimantan 3,2%, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara 6,9%, Maluku dan Papua 5,5% (tahun 2011). Jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

107

Tabel VII. A. 4 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2008-2012 Persentase Penduduk Miskin

Provinsi 1. DKI. Jakarta 2. Jawa Barat

2008

2009

2010

2011

2012

4,3

3,6

3,5

3,8

3,7 9,9

13

12

11,3

10,7

3. Jawa Tengah

19,2

17,7

16,6

15,8

15

4. DI. Yogya

18,3

17,2

16,8

16,1

5,9

5. Jawa Timur

18,5

16,7

15,3

14,2

13,1

6. B a l i

8,2

7,6

7,2

6,3

5,7

7. Banten

6,2

5,1

4,9

4,2

4

15,4

14,2

13,3

12,5

11,7

Indonesia Sumber : BPS 2012

Apabila melihat tabel diatas persentase penduduk miskin mengalami penurunan yang signifikan dari 15,4% penduduk miskin Indonesia tahun 2008 menjadi 11,7% penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 sebesar 9,9% menduduki urutan ke 4 setelah Provinsi DI. Yogyakarta (5,9%) dan dibawah angka Indonesia. Sekitar 15,72% penduduk Miskin di Indonesia berada di pedesaan dan 9,23% di perkotaan, sedangkan di Jawa Barat 9,09% berada di perkotaan dan 13,39% di pedesaan. Pembangunan ekonomi yang diupayakan diharapkan mampu mendorong kemajuan, baik fisik, sosial, mental dan spiritual di segenap pelosok negeri terutama wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi daerah tertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik sosial, dan kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai bidang termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. Menurut

data

Kementerian

Pembangunan

Daerah

Tertinggal,

jumlah

kabupaten tertinggal ditetapkan terdapat 199 kabupaten dari 465 kabupaten/kota di seluruh Indonesia (42,8%). Jumlah kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Barat terdapat 2 kabupaten tertinggal yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diharapkan dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka kematian bayi dan balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin umumnya. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Jamkesmas terdiri dari pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Pemberi pelayanan PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

108

kesehatan dasar Jamkesmas adalah seluruh puskesmas dan jaringannya (pustu, polindes/ poskesdes, pusling) yang berjumlah 8.234 unit. Sedangkan pemberi pelayanan kesehatan Jamkesmas tingkat lanjut berjumlah 920 dengan rincian sebagai berikut: 56% rumah sakit pemerintah, 7% rumah sakit TNI/POLRI, 33% rumah sakit swasta, dan 4% balai pengobatan seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini. Gambar. VII. A. 2 Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas di Indonesia 7% 33%

RS TNI Polri RS Depkes/Pemda Balai-Balai

4%

56%

RS Swasta

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011

Secara nasional, persentase golongan pengeluaran penduduk per kapita yang terbesar berkisar 200.000-299.999 rupiah selama sebulan (30,71%), diikuti dengan golongan pengeluaran 300.00-499.999 rupiah selama sebulan (24,27%) dan golongan pengeluaran 150.000-199.999 rupiah selama sebulan (19,31%). Adapun persentase golongan pengeluaran terbesar di Provinsi Jawa Barat , untuk golongan pengeluaran 200.000-299.999 rupiah sebesar 31,14%, diikuti dengan golongan pengeluaran 300.00-499.999 rupiah selama sebulan (26,67%) dan golongan pengeluaran 150.000-199.999 rupiah selama sebulan (16,86%).

4. Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Untuk mengambarkan keadaan lingkungan, dipengaruhi beberapa indikator seperti: persentase rumah tangga terhadap akses air minum, persentase rumah tangga menurut sumber air minum dan sumber air minum dan persentase rumah tangga menurut kepemilikan fasilitasi buang air besar. Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap sumber air minum sesuai MDG’s secara nasional sebesar 66,7%, dan Provinsi Jawa Barat baru mencapai 65,7%.Sedangkan persentase rumah tangga menurut Akses terhadap air minum berkualitas secara nasional sebesar 67,5 dan Provinsi Jawa Barat sebesar 70,4%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

109

Tabel VII. A. 5 Persentase Rumah Tangga Akses Terhadap Air Minum (MDG’s), Air Minum Berkualitas,Kualitas Fisik Air Minum yang Baik Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010 Persentase Rumah Tangga Akses Terhadap Air Minum Kualitas Fisik Air Air Minum Berkualitas Minum yang Baik (MDG’s)

Provinsi 1. DKI. Jakarta

91,4

87,0

92,4

2. Jawa Barat

65,7

70,4

92,6

3. Jawa Tengah

65.2

74,0

94,1

4. DI. Yogya

68,2

76,8

94,3

5. Jawa Timur

64,2

75,1

93,8

6. Banten

69,0

74.2

90,5

7. B a l i

88,8

79,7

95,7

66,7

67,5

90,0

Indonesia

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Kategori sumber air minum yang digunakan rumah tangga menjadi 2 kelompok besar, yaitu sumber air minum terlindungi dan tidak terlindungi. Sumber air minum terlindungi terdiri dari air kemasan, ledeng, pompa, mata air terlindungi, sumur terlindungi dan air hujan, sedangkan sumber air minum tidak terlindungi terdiri dari sumur ta, air sungai tak terlindungi, mata air tak terlindung dan lainnya. Secara Nasional Proporsi rumah tangga yang akses terhadap sumber air minum terlindung adalah 66,7% dan di Provinsi Jawa Barat baru mencapai sebesar 65,7%. Sedangkan persentase rumah tangga menurut kualitas fisik air minum yang baik secara nasional sebesar 90% dan di Provinsi Jawa Barat baru mencapai 92,6%. Persentase rumah tangga menurut sumber air minum layak di Indonesia sebesar 41,66% dan jika dibandingkan antar Prrovinsi Pulau Jawa dan Bali, Jawa Barat (30,37%) menduduki ranking ke tiga dari bawah setelah DKI Jakarta, dapat pada gambar dilihat dibawah ini Gambar. VII. A. 3 Persentase Rumah Tangga Dengan Akses Ke Sumber Air Minum Layak Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

Sumber : Susenas 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

110

Secara Nasional sekitar 69,7% rumah tangga menggunakan fasilitas tempat buang air besar (BAB) milik sendiri, dan 15,8% rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas tempat BAB. Apabila dibandingkan provinsi di Jawa-Bali, ternyata Presentase rumah tangga yang menggunakan fasilitas tempat BAB ,ilik sendiri di Provinsi Jawa Barat (73,5%) menduduki urutan ke-3 setelah Provinsi DI Yogyakarta (75,5%) dan DKI Jakarta (77%). Presentase rumah tangga yang menggunakan jenis kloset Leher Angsa secara nasional sebesar 77,58% dan tempat pembuangan tinja sebagian besar rumah tangga di Indonesia 59,3% menggunakan tanki septik. Apabila dibandingkan antara provinsi di Jawa-Bali, Presentase rumah tangga yang menggunakan jenis kloset Leher Angsa Provinsi Jawa Barat sebesar 77,39% menduduki urutan ke 5, dan tempat pembuangan tinja menggunakan tanki septik di Provinsi Jawa Barat menduduki urutan terakhir. Presentase rumah tangga menurut Akses terhadap Pembuangan Tinja Layak sesuai MDG’s di Indonesia sebesar 55,%%. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel VII. A. 6 Persentase Rumah Tangga Menggunakan Fasilitas Tempat Buang Air Besar (BAB), Jenis Kloset Leher Angsa , Pembuangan Tinja Tanki Septik, Pembuangan Tinja Layak sesuai MDG’s Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010 Provinsi 1. DKI. Jakarta

Persentase Rumah Tangga Akses Terhadap Jenis Kloset Pembuangan Pembuangan Fasilitas Tinja Tanki Tinja Layak Tempat Buang Leher Angsa Septik Sesuai MDG’s Air Besar 99,7 94,14 90,6 82,7

2. Jawa Barat

92,3

77,39

56,7

54,3

3. Jawa Tengah

84,4

80,46

62,4

58,9

4. DI. Yogya

95,5

87,96

76,1

79,2

5. Jawa Timur

81,2

74,94

58,0

54,3

6. Banten

78,1

85,31

67,0

61,2

7. B a l i Indonesia

87,0 84,2

94,82 77,58

73,1 59,3

71,8 55,5

tangga

menggunakan

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Secara

nasional

Presentase

rumah

tempat

pembuangan Air Limbah (SPAL) sebesar 13,5% dan 41,3% air limbah rumah tangga dibuang langsung ke sungai/

parit/ got dan 18,9% dibuang ke tanah (tanpa

penampungan). Menurut tempat tinggal, presentase rumah tangga tertinggi yang memiliki SPAL lebih tinggi di perkotaan (18,7%) dibandingkan di pedesaan (7,9%), dan berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita menunjukan behwa semakin tinggi tingkat pengeluarannya, maka semakin besar presentase rumah tangga yang memiliki SPAL. Akan tetapi pada umumnya rumah tangga di Indonesia masih melakukan pembuangan limbah langsung ke got/sungai (41,3%). Apabila dibandingkan antara provinsi di Jawa-Bali, ternyata untuk Presentase rumah tangga menggunakan tempat pembuangan Air Limbah (SPAL) tertinggi di Provinsi DI. Yogyakarta, sedangkan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

111

Provinsi Jawa Barat (13,9%) menduduki urutan ke 3. Dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel VII.A. 7 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Penampungan Air Limbah Dan Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010 SARANA PEMBUANGAN AIR LIMBAH Penampungan Penampungan Tanpa Provinsi Tempat Pembuangan Penampungan Di Langsung ke Tertutup di Terbuka di Penampungan Air Limbah (SPAL) Luar Perkarangan Got/Sungai Perkarangan Perkarangan (ditanah)

1. DKI. Jakarta

17,0

3,1

0,9

1,1

0,5

77,4

2. Jawa Barat

13,9

7,2

9,6

6,3

4,8

58,3

3. Jawa Tengah

12,5

7,3

17,2

3,8

16,0

43,3

4. DI. Yogya

28,1

17,0

14,8

1,4

15,2

23,4

5. Jawa Timur

11,4

9,1

20,2

5,7

17,4

36,2

6. Banten

9,4

4,5

13,8

6,8

11,9

53,6

7. B a l i

7,4

13,4

9,0

3,8

21,4

45,0

13,5

6,4

14,9

5,0

18,9

41,3

Indonesia

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Menurut tempat tinggal, di perkotaan cara penanganan sampah tertinggi dengan cara diangkut petugas (42,9%), sedangkan di pedesaan yang paling umum adalah dengan cara dibakar (64,1%). Penanganan sampahnya dibuat kompos sangat sedikit baik di perkotaan (0,5%) maupun di pedesaan (1,7%). Untuk penanganan sampah umumnya rumah tangga di Indonesia dilakukan dengan cara dibakar (52,1%) dan diangkut oleh petugas (23,4%), sedangkan penanganan sampah di Provinsi Jawa Barat umumnya dilakukan dengan cara dibakar (47,9%) menduduki urutan ke 4. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel VII. A. 8 Persentase Rumah Tangga Menurut Cara Penanganan Sampah Dan Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010

Provinsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

DKI. Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogya Jawa Timur Banten Bali Indonesia

Diangkut Petugas 82,2 28,6 17,3 33,1 20,9 30,5 28,6 23,4

Ditimbun Dalam Tanah 1,9 3,5 6,2 8,2 6,1 2,6 5,0 4,2

Cara Penanganan Sampah Dibuat Dibakar Kompos 0,1 9,4 0,6 47,9 2,1 57,5 3,0 48,6 1,3 58,3 0,4 45,1 6,9 45,2 1,1 52,1

Dibuang Ke Kali /Parit/ Laut 3,4 12,8 10,5 4,7 7,5 7,2 5,9 10,2

Dibuang Sembarang 2,9 6,7 6,5 2,4 5,9 14,2 8,3 9,0

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

112

Berdasarkan Profil Kesehatan Nasional Tahun 2012, hanya 68,69% rumah penduduk di Indonesia yang tergolong Rumah Sehat dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan target nasional yang ditetapkan sebesar 60%. Pada Gambar. VII. A. 4, pencapaian tertinggi rumah sehat terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 98,99%, Maluku sebesar 96,54% dan Bali sebesar 85,11%. Capaian terendah rumah sehat terdapat di Sulawesi Tenggara sebesar 18,35%, Kalimantan Tengah sebesar 35,1% dan Kalimantan

Selatan sebesar 43%. Dan Provinsi Jawa Barat masih dibawah angka Indonesia yaitu sebesar 63,68%.

Persentase tempat tinggal yang memenuhi kriteria rumah sehat di

perkotaan (32,5%) lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (16,8%). Apabila dibandingkan antara Provinsi yang ada di Jawa-Bali, Provinsi Jawa Barat urutan ke dua setelah Provinsi Banten (57,66%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Gambar. VII. A. 4 Persentase Pencapaian Rumah Sehat Menurut Di Provinsi di Pulau Jawa-Bali Indonesia Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Nasional 2012

Rumah tangga kumuh merupakan indikator komposit yang disusun dari banyaknya rumah tangga dengan kategori air minum tidak layak (bobot 15%), sanitasi tidak layak (bobot 15%), sufficient living area (bobot 35%) dan durability of housing (bobot 35%). Suatu rumah tangga dinyatakan sebagai rumah tangga kumuh apabila nilai hasil penghitungan indikator komposit rumah tangga lebih dari 35%. Sufficient living area adalah luas lantai hunian per kapita > 7,2m2 (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat). Durability of housing dihitung dari rumah tangga yang menghuni bangunan dengan kriteria: (i) jenis atap terluas terbuat ijuk/rumbia dan lainnya, (ii) jenis dinding terluas dari bambu dan lainnya, (iii) jenis lantai terluas tanah. Apabila minimal 2 kriteria terpenuhi, maka rumah tangga tersebut dapat dikategorikan sebagai rumah tangga kumuh. Persentase rumah tangga kumuh di Indonesia sebesar 14,60%. Jawa Barat masih dibawah rata-rata Nasional.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

113

Gambar. VII. A. 5 Persentase Rumah Tangga Persentase Rumah Tangga Kumuh Menurut Provinsi Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

Sumber : Susenas 2012

Berdasarkan jumlah, lokasi STBM terbanyak ada di Jawa Timur dengan jumlah desa/kelurahan mencapai 2.838 desa/kelurahan, Jawa Tengah dengan jumlah lokasi STBM 1.423 desa/kelurahan. Jumlah terkecil lokasi STBM terkecil terdapat di DKI Jakarta sejumlah 2 desa/kelurahan dan Bali dengan jumlah 10 desa/kelurahan. Rincian menurut provinsi dapat dilihat. Gambar. VII. A. 6 Persentase Desa/Kelurahan Yang Melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Menurut Provinsi Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

5. Keadaan Perilaku Masyarakat Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan salah satunya adalah persentase penduduk yang berobat jalan selama sebulan yang lalu menurut tempat/cara berobat, dan indikator yang berkaitan dengan perilaku antara lain Perilaku Bersih Hidup Sehat (PHBS). PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Untuk mencapai rumah tangga berPHBS, terdapat 10 perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau, yaitu: (1)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

114

persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, (2) memberi ASI ekslusif, (3) menimbang balita setiap bulan, (4) menggunakan air bersih, (5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, (6) menggunakan jamban sehat, (7) memberantas jentik di rumah sekali seminggu, (8) makan buah dan sayur setiap hari, (9) melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan (10) tidak merokok di dalam rumah . Pada tahun 2012 ditargetkan sebanyak 60% rumah tangga telah melaksanakan PHBS. Hasil kegiatan pada tahun 2012 menunjukkan sebanyak 56,70% rumah tangga telah melaksanakan PHBS atau 94,5% dibandingkan target. Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang berPHBS mencapai 56,70% Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2012, penduudk yang mempunyai keluhan kesehatan selama sebulan terakhir sebesar 28,57%. Jika dibandingkan antara daerah tempat tinggal perkotaan sebesar 28,59% dan di pedesaan 28,55%. Ada 3 jenis keluhan yang paling banyak, yaitu batuk (44,96%), Pilek (43,29%), Panas (33,41%) dan keluhan lainnya (43,29%), sedangkan menurut jenis kelamin persentase laki-laki yang mengalami keluhan kesehatan lebih besar dibandingkan perempuan untuk ketiga jenis penyakit tersebut. Hasil Susenas 2012, persentase penduduk Indonesia yang memiliki keluhan kesehatan dan memutuskan untuk berobat jalan ke tempat berobat sebesar 45,21%, yang paling banyak dikunjungi adalah Puskesmas/Pustu sebesar 29,97%, diikuti oleh praktek Dokter sebesar 26,09% dan Petugas Kesehatan sebesar 26,91%, sementara jika dilihat daerah tempat tinggal, penduduk pedesaan lebih banyak memanfaatkan praktek petugas kesehatan sebesar 36,89% dan Puskesmas/Pustu sebasar 31,88%, sedangkan penduduk perkotaan lebih banyak memanfaatkan fasilitas praktek dokter/poliklinik sebesar 33,71 dan puskesmas/pustu sebesar 28,08%. Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan banyak yang mengobati sendiri dalam upaya pemulihan kesehatannya yaitu sebesar 67,71%, diantaranya pernah menggunakan obat modern sebesar 71,33%, dan 24,33% obat tradisional serta 4,34% dengan cara pengobatan lainnya. Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS mencapai 53,89%. Provinsi Jawa Barat berada dibawah angka Nasional yaitu sebesar 45,90%. Apabila Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan Provinsi yang ada di Pulau Jawa Bali, menduduki rangking 3 teratas setelah Provinsi Jawa Tengah (77,83) dan DKI Jakarta (70,90%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

115

B. DERAJAT KESEHATAN 1. Mortalitas a. Angka Kematian Bayi (AKB) Berdasarkan perhitungan BPS , Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sebesar 39 per seribu kelahiran hidup dan jika dibandingkan dengan Provinsi lain Jawa Barat menduduki urutan ke 12. Sedangkan Angka Kematian yang paling kecil adalah Provinsi DKI Jakarta (28 per seribu kelahiran hidup) . Gambar VII. B. 1 Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Pada Tahun 2002-2003, 2007, 2005-2010, 2012

Sumber : BPS

Angka kematian neonatal periode 5 tahun terakhir mengalami stagnasi. Berdasarkan laporan SDKI 2007 dan 2012 diestimasikan sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian neonatal menyumbang lebih dari setengahnya kematian bayi (59,4%), sedangkan jika dibandingkan dengan angka kematian balita, kematian neonatal menyumbangkan 47,5%. Hasil estimasi angka kematian neonatal di atas merupakan AKN dalam periode 5 tahun terakhir sebelum survei, misalnya pada SDKI tahun 2012 menggambarkan AKN untuk periode 5 tahun sebelumya yaitu tahun 2008-2012 yang sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Keadaan kematian neonatal sejak tahun 1991 diperlihatkan pada gambar dibawah ini. Gambar VII. B. 2 Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia Pada Tahun 2002-2003, 2007, 2005-2010, 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

116

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Penyebab kematian untuk semua umur telah terjadi pergeseran, dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Penyebab kematian perinatal (0-7hari)

yang terbanyak

adalah

respiratory disorders (35,9%) dan premature (32,3%), sedangkan untuk usia (728hari) penyebab kematian yang terbanyak adalah sepsis neonatorum (20,5%) dan congenital malformations (18,1%). Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah diare

(31,4%) dan pnemonia (23,8%). Sedangkan untuk penyebab

kematian anak balita sama dengan bayi, yaitu terbanyak adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%). Sedangkan untuk usia > 5 tahun, penyebab kematian yang terbanyak adalah stroke, baik di

perkotaan maupun diperdesaan.

Penanganan bayi baru lahir harus terfokus pada peningkatan kemampuan bidan desa untuk menangani asfiksia pada bayi baru lahir atau menunjukan penanganan bayi prematur belum memuaskan, atau karena alasan lain seperti terlambat membawa atau terlambat menerima pelayanan kesehatan. Untuk

kematian perinatal, faktor kesehatan ibu ketika ia hamil dan

bersalin kemungkinan berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandungnya. Dengan mengetahui penyakit/gangguan kesehatan ibu ketika hamil,

maka

tindakan

pencegahan

maupun pengobatan harus ditujukan

terhadap ibu ketika hamil. Bayi yang dilahirkan dengan lahir mati/still birth atau yang mengalami kematian neonatal dini (umur 0-6 hari), pewawancara menanyakan apakah ibu bayi tersebut mengalami gangguan kesehatan ketika mengandung bayi tersebut. Tabel VII. B. 1 Proporsi Penyebab Kematian Kelompok Umur 0-6 Hari dan 7-28 Hari Di Indonesia Tahun 2007 No.

Umur 0 – 6 Hari Jenis Penyakit

1.    Gangguan/Kelainan Pernafasan  2.    Prematuritas  3.    Sepsis  4.    Hipotermi  5.    Kelainan Perdarahan dan Kuning  6.    Postmatur  7.    Malformasi Kongenitas  8.     9.     

10.  

Umur 7 – 28 Hari Jenis Penyakit

%

%

35,90 Sepsis

20,50

32,40 Malformasikongenital

18,10

12,00 Pneumonia

15,40

6,30

Sindromgawatpernafasan(RDS)

12,80

5,60

Prematuritas

12,80

2,80

Kuning

2,60

1,40

Cederalahir

2,60

Tetanus

2,60

Defisiensinitrisi

2,60

Sindrom kematian bayi mendadak

2,50

Sumber : Riskesdas tahun 2007.

Dari sejumlah 217 kasus kematian perinatal, 96,8% ibu dari perinatal terganggu kesehatannya ketika hamil. Penyakit yang banyak dialami ibu hamil pada bayi yang lahir mati adalah hipertensi maternal(24%), komplikasi ketika bersalin (partus macet) sebesar 17,5%, sedangkan gangguan kesehatan ibu hamil PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

117

dari bayi meninggal adalah ketuban pecah dini (23%) dan hipertensi maternal (22%). Tabel VII. B. 2 Proporsi Faktor Utama Ibu terhadap Lahir Mati dan Kematian Bayi 0 – 6 Hari di Indonesia Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Lahir Mati Jenis Penyakit Hipertensi maternal Komplikasi kehamilan dan kelahiran

Kematian Bayi 0 – 6 Hari % Jenis Penyakit 23,60 Ketuban pecah dini 17,50 Hipertensi maternal

% 23,00 21,80

Ketuban pecah dini Perdarahan ante partum Cedera maternal Persalinan sungsang Kehamilan ganda Kelainan letak lain selama kehamilan dan kelahiran Infeksi intra partum Lilitan tali pusat

12,70 12,70 10,90 5,50 3,60 3,60

Komplikasi kehamilan dan kelahiran Kelainan nutrisi maternal Multi ple pregnancy Perdarahan ante partum Persalinan sungsang Infeksi intra partum

16,00 10,30 6,90 6,90 5,70 3,40

3,60 1,80

Lilitan tali pusat Kelainan letak lain selama kehamilan dan kelahiran

2,30 1,10

Sumber : Riskesdas tahun 2007.

b. Angka Kematian Balita (AKABA) Angka Kematian Balita di Jawa Barat pada Tahun 2007 adalah sebesar 49 per seribu kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan Provinsi yang berada di Jawa dan Bali, ternyata Angka Kematian Balita di Provinsi Jawa Barat merupakan angka ke-dua tertinggi, dan yang terendah adalah di Provinsi DI. Yogyakarta sebesar 22 perseribu kelahiran hidup, hal ini dapat dilihat pada table dibawah ini. Gambar VII. B. 3 Angka Kematian (AKABA) Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2000, 2002, 2007 dan 2012

Sumber : Riskesdas

Proporsi penyakit penyebab kematian pada balita yang terbesar dikarenakan penyakit Diare dan Pneumonia. Untuk bayi post neonatal penyebab kematian yang juga perludi perhatikan adalah kelainan kongenital jantung dan PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

118

hidrocefallus (6%), sedangkan untuk anak balita penyebab kematian yang perlu diperhatikan adalah karena campak 6%, tenggelam 5%, TB 4%. Tabel VII. B. 3 Proporsi Penyebab Kematian pada Anak Berumur 29 Hari - 4 Tahun Di Indonesia Tahun 2007 29 Hari – 11 Bulan 1 – 4 Tahun No. Jenis Penyakit % Jenis Penyakit 1. Diare 31,4 Diare 2. Pneumonia 23,8 Pneumonia 3. Meningitis/ensefalitis 9,3 NecroticansEnteroCollitis(NEC) 4. Kelainansaluranpencernaan 6,4 Meningitis/ensefalitis Kelainan Jantungcongenital 5. 5,8 Demamberdarahdengue dan hidrosefalus 6. Sepsis 4,1 Campak 7. Tetanus 2,9 Tenggelam 8. Malnutrisi 2,3 TB 9. TB 1,2 Malaria 10. Campak 1,2 Leukemia

% 25,2 15,5 10,7 8,8 6,8 5,8 4,9 3,9 2,9 2,9

Sumber : Riskesdas tahun 2007.

c. Angka Kematian Ibu (AKI) Angka Kematian Ibu Maternal berguna untuk mengetahui tingkat kesadaran perilaku hidup sehat,status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk Ibu hamil, Ibu waktu melahirkan dan masa nifas. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 menunjukan adanya kenaikan dari 228 per 100.000 kelahiran hid 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2012. Secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar VII. B. 4 Angka Kematian Ibu Maternal (AKI) per 100.000 kelahiran hidup Tahun 1994 - 2012

d. Umur Harapan Hidup (Eo) Umur Harapan Hidup tahun 2012 di Jawa Barat adalah 68,6 tahun, jika dibandingkan dengan umur harapan hidup di Provinsi yang berada di Pulau Jawa dan Bali ternyata ranking ke dua dari bawah dapat dilihat pada Gambar VII. B. 4. Berdasarkan BPS Estimasi Umur Harapan Hidup pada periode tahun 2000 di

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

119

Indonesia mencapai 68,23 tahun, sedangkan Jawa Barat diperkirakan mencapai 68,16 Tahun. Gambar VII. B. 5 Angka Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) Menurut Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2010-2012

Sumber : BPS 2010-2012

Dari diatas terlihat bahwa umur harapan hidup dari tahun 2012 mengalami peningkatan, dan umur harapan hidup yang tertinggi di Provinsi Jawa - Bali adalah Provinsi DKI Jakarta (73,5 tahun), sedangkan terendah di Provinsi Banten (65,2 tahun).

2. Morbiditas Angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.Hasil Susenas 2012, persentase penduduk yang menderita sakit selama bulan terakhir sebanyak 14,49%, lebih rendah dari tahun 2011 sebanyak 15,02%, dengan rata-rata lama sakit yang terbanyak sekitar 1-3 hari sebanyak 58,69% dan lama sakit 4-7 hari sebanyak 30,36%.

a. Penyakit Menular Penyakit Diare masih merupakan penyebab utama kematian pada balita. Angka kesakitan yang dilaporkan dari sarana kesehatan dan kader per-1000 penduduk terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat menempati urutan keempat terbesar bila dibandingkan dengan Provinsi di Pulau Jawa-Bali. Angka kesakitan Diare masih

mengalami

Fluktuasi,

mengingat

banyaknya

faktor-faktor

yang

mempengaruhi dan masih memerlukan waktu untuk peningkatan seperti sanitasi lingkungan, sosial ekonomi & sosial budaya serta faktor gizi. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Prevalensi diare klinis secara nasional sebesar 9% (rentang 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD dan terendah di DI. Yogyakarta. Kasus Diare di sebagian besar

provinsi (75%)

terdeteksi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan. Sedangkan Provinsi Jawa PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

120

Barat mempunyai prevalensi diare klinis > 9% yaitu 10,2%. Dan penyakit Diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%). Dehidrasi merupakan salah satu komplikasi penyakit diare yang dapat menyebabkan kematian. Secara nasional proporsi responden diare klinis yang mendapatkan oralit adalah 42,2%, dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 35,7%. Penyakit Diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi pada Balita (16,7%). Prevalensi diare 13 % lebih banyak di pedesaan dibandingkan di perkotaan. Angka Prevalensi Nasional TB cenderung meningkat bila dibandingkan antara hasil Riskesdas 2007 Angka Prevalensi TB sebesar 0,4% dan hasil Riskesdas 2010 sebesar 0,7%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi pada lakilaki sebesar 0,8 persen dan pada perempuan 0,6 persen. Berdasarkan pendidikan prevalensi tertinggi pada kelompok yang tidak pernah sekolah sebesar 1,1 persen dan terendah pada kelompok tamat SMA sebesar 0,5 persen. Berdasarkan pekerjaan prevalensi tertinggi dapat ditemukan pada kelompok dengan pekerjaan pertani, nelayan, dan buruh sebesar 0,9 persen dan terendah pada kelompok yang sedang sekolah dan kelompok dengan pekerjaan TNI/Polri/Pegawai sebesar 0,4 persen. Gambar VII. B. 6 Angka Prevalensi Tuberkulosis Paru Provinsi di Pulau Jawa Bali Tahun 2007 dan 2010

Sumber : Riskesdas 2007, 2010

Jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan pada tahun 2012 sebanyak 202.301 kasus. Jumlah tersebut sedikit lebih rendah bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2011 yang sebesar 197.797 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kasus baru di tiga provinsi tersebut sekitar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

121

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Tabel VII. B. 4 Cakupan Penemuan BTA Positif dan Case Detection Rate (CDR) Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012 Perkiraan Kasus Menular BTA Positif Case Detection Rate (CDR) % Provinsi Laki Perempuan L + P Laki Perempuan L + P Laki Perempuan L + P DKI. Jakarta 16.265 11.471 27.736 5.631 3.621 9.252 122,64 74,94 98,18 Jawa Barat 33.765 27.038 60.803 19.309 14.170 33.479 88,72 66,03 77,45 Jawa Tengah 21.219 17.256 38.475 11.414 8.865 20.279 68,49 52,57 60,48 DI. Yogya 1.510 1.152 2.662 742 478 1.220 40,93 26,57 33,91 Jawa Timur 23.346 19.358 42.704 14.270 11.315 25.585 76,06 59,40 67,66 Banten 8.864 6.664 15.528 5.140 3.568 8.708 98,62 69,70 84,29 Bali 1.681 1.204 2.885 827 614 1.441 44,93 33,96 39,49 Indonesia

187.110

136.976

324.086

117.081

80.366

197.447

97,62

67,11

82,38

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, Ditjen PPPL Tahun 2012

Untuk Angka Insidens Demam Berdarah Dengue (DBD) mengalami peningkatan hal ini disebabkan antara lain dengan tingginya mobilitas dan kepadatan penduduk, nyamuk penular penyakit DBD tersebar di seluruh pelosok dan masih banyak menggunakan tempat-tempat penampungan air tradisional (tempayan,bal,drum dll). Pada tahun 2012, jumlah penderita DBD di Indoenesia yang dilaporkan sebanyak 90.245 kasus dengan jumlah kematian 816 orang (Incidence Rate/Angka kesakitan= 37,11 per100.000 penduduk dan CFR= 0,90%). Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 yang sebesar 65.725 kasus dengan IR 27,67. Apabila dilihat menurut Provinsi yang berada di Pulau Jawa-Bali, maka terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama tertinggi dengan Angka IR 64,48 per 100.000 penduduk pada tahun 2012. Sedangkan Angka Insidence Rate DBD Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 44,85 per 100.000 penduduk. Angka Kesakitan Malaria sejak empat tahun terakhir menunjukan kecenderungan yang cukup mengkhawatirkan, hal ini diakibatkan antara lain adanya perubahan lingkungan seperti penebangan hutan bakau, mobilitas penduduk dari Pulau Jawa ke Luar Jawa yang sebagian besar masih merupakan daerah endemis malaria dan obat malaria yang resisten yang semakin meluas. Secara nasional angka kesakitan malaria selama tahun 2005 – 2012 cenderung menurun yaitu dari 4,1 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2005 menjadi 1,69 per 1.000 penduduk pada tahun 2012. Untuk wilayah Jawa dan Bali, API tertinggi adalah Provinsi DI. Yogyakarta sebesar 0,06 per 1.000 penduduk diikuti Jawa Tengah sebesar 0,03 per 1.000 penduduk. Sedangkan yang terendah terdapat di Provinsi Bali dan DKI Jakarta. Rincian API dan AMI menurut provinsi Jawa Bali tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

122

Tabel VII. B. 5 Annual Parasite Incidence (API) Malaria Provinsi Di Jawa-BaliTahun 2008-2012 Annual Parasite Incidence (API) Per 1.000

Provinsi

2008

2009

2010

2011

2012

1. DKI. Jakarta

-

-

-

0,05

0,00

2. Jawa Barat

0,58

0,36

0.43

0,47

0,01

3. Jawa Tengah

0,07

0,08

0.10

0,01

0,03

4. DI. Yogya

0,03

0,03

0.01

0,00

0,06

5. Jawa Timur

0,71

0,71

0.10

0,01

0,02

6. Banten

0,17

0,14

0.03

0,03

0,02

7. B a l i Indonesia

0,03 0,16

0,02 1,85

0.03 1.96

0,00 1,75

0,00 1,69

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012

Perkembangan penyakit AIDS terus menunjukan peningkatan. Meskipun berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya

mobilitas

penduduk

antar

wilayah,

menyebarnya

sentra-sentra

pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman, dan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara simultan telah memperbesar tingkat risiko penyebaran AIDS. Saat ini di Indonesia telah digolongkan sebagai negara tingkat epidemi dengan prevalensi lebih dari 5%. Jumlah penderita AIDS di Indonesia sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan pada tahun 2012 sebanyak 42.887 kasus dan 3.846 kasus diantaranya meninggal dunia. HIV/AIDS memiliki beberapa faktor risiko, yaitu hubungan seksual lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis melalui Lelaki Seks Lelaki (LSL), penggunaan Narkoba suntik secara bergantian, transfusi darah dan perinatal. Berikut ini disajikan persentase kasus kumulatif menurut faktor risiko. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi kasus kumulatif AIDS laki-laki lebih besar terhadap perempuan yaitu 73,7% berbanding 25,8%. Gambar VII. B. 7 Jumlah Kasus Baru Penderita AIDS 10 Provinsi Tertinggi Di Indonesia Tahun 2012

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

123

Menurut provinsi, Jawa Timur merupakan provinsi dengan penemuan kasus baru AIDS tertinggi pada tahun 2012, yaitu sebesar 822 kasus, diikuti oleh Jawa Tengah dan Bali yang masing-masing sebesar 798 dan 650 kasus. Menurut jenis kelamin, persentase kasus baru AIDS tahun 2012 pada kelompok laki-laki lebih besar dibandingkan persentase pada kelompok perempuan yaitu sebesar 51,6% berbanding 33,0%. Hasil SDKI 2012 menunjukan bahwa persentase wanita umur 15-49 tahun yang pernah mendengar tentang HIV AIDS sebesar 76,7%. Sedangkan pria kawin umur 15-54 tahun yang pernah mendengar tentang HIV AIDS sebesar 82,3%. Avian Influenza atau flu burung disebabkan oleh infeksi virus influenza tipe A (H5N1) yang umumnya menginfeksi unggas dan sedikit kemungkinan menginfeksi babi. Penyakit ini bisa menular kepada manusia dan dapat menimbulkan penyakit flu yang berakibat kematian. Jumlah kasus flu burung terus menurun dari tahun ke tahun dari 55 pada tahun 2006 menjadi 9 kasus pada tahun 2012. Secara kumulatif jumlah kasus flu burung pada manusia dari tahun 2005 sampai Desember 2012 sebanyak 192 kasus dengan 160 di antaranya meninggal (rata-ratacase fatality rate sebesar 83,3%). Menurut jenis kelamin, sebanyak 57,4% (105 orang) terkonfirmasi berjenis kelamin perempuan dan 45,3% (87 orang) pada jenis kelamin laki-laki. Perbedaan sekitar 10% ini perlu diteliti lebih lanjut apakah jenis kelamin mempengaruhi kekuatan imunitas seseorang terhadap virus Flu Burung. Menurut riwayat kontak penderita AI sebanyak 48,9% mempunyai riwayat keterpaparan secara langsung dengan unggas sakit, mati atau dengan produk unggas lainnya, 37,23% riwayat keterpaparannya dengan lingkungan, 2,19%

keterpaparannya

dengan

pupuk

dan

11,68%

kasus

riwayat

keterpaparannya tidak jelas.

b. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Immunisasi Bedasarkan data laporan Sistem Surveilans Terpadu (SST), keadaan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan immunisasi, apabila dibandingkan dengan Provinsi di Pulau Jawa dan Bali, maka Penyakit Difteri, Tetanus Neonatorum dan Campak di Jawa Barat menempati urutan ke 2, 3, 1 terbesar di Pulau Jawa-Bali, jika dibandingkan secara Nasional Penyakit Tetanus Neonatorum di Jawa Barat menempati urutan ke-7 terbesar, Penyakit Campak menduduki urutan ke-2 setelah Provinsi Jawa Tengah. Kasus AFP di Indonesia sebanyak 1951 kasus diantaranya 337 Kasus ada di Jawa Barat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

124

Tabel VII. B. 7 Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Immunisasi (PD3I) Di Provinsi Jawa –Bali Tahun 2012 Provinsi

Difteri

Tetanus Neonatorum

Campak

AFP

0

0

1.895

65

2. Jawa Barat

31

14

2.618

337

3. Jawa Tengah

32

0

490

198

2

0

1.093

40

954

29

1.207

240

13

32

1.846

83

2

0

31

26

15.987

1.951

1. DKI. Jakarta

4. DI. Yogya 5. Jawa Timur 6. Banten 7. B a l i

Indonesia 1.192 119 Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012

c. Penyakit Tidak Menular Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan

tersebut

tanpa

disadari

telah

berpengaruh

terhadap

transisi

epidemiologi sehingga semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular diantaranya seperti Penyakit Jantung, Tumor, Diabetes, Hipertensi, Gagal Ginjal dan sebagainya. Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, Prevalensi, Prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7,2%, berdasarkan wawancara,

sementara

berdasarkan riwayat di diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar 0,9%. Cakupan kasus jantung yang sudah di diagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 12,5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif menyerupai gejala

penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung Menurut

provinsi, berkisar antara 2,6% di Lampung sampai 12,6% di NAD. Terdapat 16 provinsi dengan prevalensi penyakit jantung lebih tinggi dari angka nasional, termasuk Provinsi Jawa Barat 8,2%. Prevalensi penyakit DM diIndonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%. Data ini menunjukkan cakupan diagnosis DM oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun penyakit jantung. Prevalensi DM Menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta. Terdapat 17 provinsi yang mempunyai prevalensi DM lebih tinggi dari angka nasional, termasuk Provinsi Jawa Barat 1,3. Prevalensi penyakit tumor berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia sebesar 4,3‰. Prevalensi Menurut provinsi, berkisar antara 1,5‰ di Maluku hingga 9,6‰ di DI Yogyakarta. Terdapat 11 provinsi yang mempunyai prevalensi tumor lebih tinggi dari angka nasional, termasuk Provinsi Jawa Barat PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

125

5,5%. Prevalensi penyakit tumor tertinggi pada kelompok ibu rumah tangga dan tumor terendah pada kelompok responden yang masih sekolah. Prevalensi penyakit asma secara nasional sebesar 1,9% dan Provinsi Jawa Barat sebesar 2,5%, Menurut jenis pekerjaan utama, prevalensi penyakit asma tertinggi terdapat pada kelompok tidak bekerja, disusul kelompok petani/ nelayan/ buruh. Prevalensi Jantung di Indonesia sebesar 0,9% dan Provinsi Jawa Barat sebesar 1%. Prevalensi penyakit jantung paling tinggi ditemukan pada kelompok ibu rumah tangga, diikuti kelompok petani/ nelayan/ buruh dan tidak bekerja Prevalensi penyakit Hipertensi di Jawa Barat sebesar 9,5% lebih besar dari pada angka Nasional sebesar 7,2%. Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia adalah sebesar 4,6‰. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (20,3‰) yang

kemudian

secara berturut turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5‰), Sumatera Barat (16,7‰), dan Prevalensi terendah terdapat di Maluku (0,9‰), sedangkan Provinsi Jawa Barat 2,2‰ dibawah angka Nasional. Prevalensi cedera secara keseluruhan antara 3.8%-12.9% dengan rerata 7.5%. Prevalensi tertinggi terdapat pada Provinsi Nusa Tenggara Timur(12.9%), sedangkan yang terendah terdapat pada Provinsi Sumatera Utara (3.8%). Ada 15 provinsi yang

prevalensi cederanya di atas angka prevalensi

Nasional antara lain Nusa Tenggara Timur (12.9%), Kalimantan Selatan (12.0%), Gorontalo (11.1%), Sulawesi Tengah (10.2%), DKI Jakarta (10.1%), dan Papua Barat (10.1%), dan Provinsi Jawa Barat 9,5%, selebihnya dibawah 10%. Urutan penyebab cedera terbanyak adalah jatuh, kecelakaan transportasi darat dan terluka benda tajam/ tumpul. Sedangkan untuk penyebab cedera yang lain bervariasi tetapi prevalensi nyarata – rata kecil atau sedikit .

C. STATUS GIZI Secara nasional prevalensi balita “gizi buruk” menurun sebanyak 0,5 persen yaitu dari 18,4 persen pada tahun 2007 menjadi 17,9 persen pada tahun 2010. Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 1,2 persen yaitu dari 36,8 persen pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010, dan prevalensi balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 13,3 persen pada tahun 2010. Prevalensi Provinsi Jawa Barat untuk gizi buruk dan kurang BB/U adalah 13%, bila dibandingkan dengan prevalensi secara nasional maka Jawa Barat sudah terlampaui. Demikian juga apabila mengacu pada target MDG (18,5%) dan target

pencapaian

program perbaikan gizi pada RPJM tahun 2015 (20%), Jawa Barat sudah melampaui target tersebut.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

126

Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah keadaan sangat kurus yaitu dengan nilai Z-score < 3,0 SD. Menurut UNHCR masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi BB/TB kurus antara 10,1% - 15%, dan dianggap kritis bila diatas 15%. Status Gizi berdasarkan inikator BB/TB, prevalensi Sangat Kurus di kalangan balita di Provinsi Jawa Barat adalah 4,6% sedangkan nasional prevalensi sangat kurus sebesar 6%. Apabila dibandingkan dengan Provinsi di Jawa – Bali, prevalensi Sangat Kurus di Jawa Barat urutan ke 3 setelah provinsi DI Yogyakarta (2,6%) dan DKI Jakarta (4,4%). Berdasarkan kelompok umur, persentase gizi buruk terbesar berdasarkan hasilRiskesdas 2010 adalah pada kelompok umur 0-5 bulan. Sedangkan berdasarkan jeniskelamin, gizi buruk pada laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan. Indeka Massa Tubuh (IMT) sangat kurus pada anak umur 6-12 tahun sebesar 4,6%, gizi kurus 7,6%. untuk di kawasan Jawa – Bali paling tinggi Jawa Tengah (5,3%) dan Jawa Timur (5,3%), sedangkan Jawa Barat sebesar 3,5% dibawah angka nasional. Demikian juga secara nasional prevalensi kekurusan pada anak umur 13-15 tahun adalah 10,1% terdiri dari 2,7% sangat kurus dan 7,4% kurus, sedangkan prevalensi kekurusan pada anak umur 13-15 tahun di Jawa Barat sebesar 8,8% yang terdiri dari 2 % sangat kurus dan 8% kurus. Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar 8,9% terdiri dari 1,8% sangat kurus dan 7,1% kurus, sedangkan prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Barat sebesar 10% yang terdiri dari 2,8% sangat kurus dan 6% kurus. Gambar VII. C. 1 Status Gizi Balita Di Provinsi Jawa –Bali Tahun 2010 Status Gizi BB/U

Status Gizi TB/U 25,0

16,0 14,0

13,0

12,0

DKI Jakarta

DKI Jakarta

18,5

20,0

Jawa Barat

16,6

17,1

17,1

Jawa Barat

9,9 10,0

Jawa Tengah

8,0

DI Yogyakarta

6,0

Jawa Timur

15,0

Jawa Tengah DI Yogyakarta

10,0

4,0

4,9

Banten

3,1

Jawa Timur 5,0

Banten

Bali

2,0

Indonesia

-

Bali Sangat Pendek

Gizi Buruk

Pendek

Indonesia

Gizi Kurang

Status Gizi BB/TB

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

127

9,0 8,0

7,3

7,0

6,0

6,4

DKI Jakarta

6,0 5,0

Jawa Barat

4,6

Jawa Tengah 4,0

DI Yogyakarta

3,0

Jawa Timur

2,0

Banten

1,0

Bali

Sangat Kurus

Kurus

Indonesia

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Rata-rata kecukupan konsumsi energi perempuan umur 15-49 tahun (usia reproduksi) secara nasional yang mempunyai risiko sebesar 40,7%. Prevalensi tersebut lebih tinggi di daerah pedesaan (41,4%), dari pada perkotaan (40,1%) dan Rata-rata kecukupan konsumsi energi perempuan umur 15-49 tahun (usia reproduksi) di Jawa Barat sebesar 43,3%. Berdasarkan tingkat pendidikan secara nasional menunjukan pada tingkat pendidikan terendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD), cenderung lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan tertinggi (tamat PT), demikian juga cenderung tinggi pada kelompok pengeluaran rumah tangga yang terendah. Berdasarkan Riskesdas 2007, Persentase rumah tangga yang mempunyai garam cukup iodium (> 30 ppm) secara nasional sebesar 62,3%, sedangkan Jawa Barat sebesar 58,3 % dibawah nasional. Hal ini masih jauh dari target nasional 2010 yaitu 90 % rumah tangga menggunakan garam cukup iodium.

D. UPAYA KESEHATAN Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Diantaranya adalah memberikan penyuluhan kesehatan, menyediakan berbagai fasilitas kesehatan, juga program dana kesehatan untuk masyarakat miskin. Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagaian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi. Persentase penduduk yang berobat jalan selama 1 tahun secara nasional sebanyak 29,26%. Dengan penilaian terhadap pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan yang tidak puas sebanyak 0,19%. Dan Provinsi Jawa Barat peringkat ke-dua tertinggi di antara kawasan Jawa-Bali. Secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

128

Tabel VII. D. 1 Persentase Penduduk Yang Berobat Jalan Terakhir Terhadap Pelayanan Kesehatan Selama 1 Tahun Menurut Provinsi Jawa-Bali, No

Provinsi

Penilaian terhadap Pelayanan Kesehatan Sangat Cukup Kurang Tidak Puas Jumlah Puas Puas Puas Puas 16,39 58,92 21,68 2,70 0,31 100 5,79 49,87 40,33 3,76 0,25 100

1 2

DKI Jakarta Jawa Barat

3

Jawa Tengah

6,29

56,30

35,37

1,97

0,07

100

4

DI Yogyakarta

9,33

67,90

20,24

2,33

0,21

100

5

Jawa Timur

9,79

56,44

32,36

1,31

0,11

100

6

Banten

7

Bali Indonesia

6,46

37,99

47,74

7,59

0,22

100

10,40

64,85

23,11

1,64

-

100

8,34

55,34

32,98

3,15

0,19

100

Sumber : BPS, Statistik Kesehatan 2004

Sedangkan penilaian terhadap pelayanan kesehatan di Rawat Inap selama 5 tahun terakhir secara nasional yang tidak puas 0.91% dan Provinsi Jawa Barat dibawah angka nasional. Secara rinci dapat dilihat perbandingan antara Provinsi di Jawa-Bali berikut ini. Tabel VII. D. 2 Persentase Penduduk Yang Menjalani Rawat Inap Terhadap Pelayanan Kesehatan Selama 5 Tahun Terakhir Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Penilaian Pelayanan Kesehatan No Provinsi Sangat Cukup Kurang Tidak Puas Puas Puas Puas Puas 1 DKI Jakarta 13,42 53,02 26,85 4,70 2,01 2 Jawa Barat 4,22 39,71 43,90 11,64 0,53 3 Jawa Tengah 7,77 52,09 35,61 4,12 0,41 4 DI Yogyakarta 5,89 64,63 26,51 1,90 1,07 5 Jawa Timur 9,66 52,71 28,68 7,88 1,06 6 Banten 6,03 46,59 45,37 2,01 7 Bali 7,59 57,98 29,14 4,38 0,91 Indonesia 8,22 50,46 33,21 7,29 0,82 Berdasarkan Riskesdas 2007, Kemudahan akses ke sarana pelayanan kesehatan berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain jarak tempat tinggal dan waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan, serta status social ekoomi dan budaya. Sebanyak 94,1 % rumah

tangga di Indonesia berada kurang atau sama

dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan, untuk Provinsi Jawa Barat 96,3% rumah tangga berada kurang atau sama dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan dengan waktu tempuh < 15 menit sebanyak 72,2%. Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga perkapita, terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga semakin dekat jarak dan semakin singkat waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

129

Tabel VII. D. 3 Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak dan Waktu Tempuh Ke Sarana Pelayanan Kesehatan dan Ke Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2007 No

Provinsi

1 2 3 4 5 6 7

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Indonesia

Sarana Kesehatan Jarak Waktu Tempuh Tempuh ≤5 ≥5 ≤ 15 ≥ 16 km km Menit Menit 58,0 42,0 69,0 31,0 48,1 51,9 72,2 27,8 51,4 48,6 75,0 25,0 47,4 52,6 76,2 23,8 47,7 52,3 72,3 27,7 47,9 52,1 66,3 33,7 49,5 50,5 75,0 25,0 47,6 52,4 67,2 32,8

UKBM Jarak Tempuh ≤1 ≥1 km km 86,8 13,2 90,9 9,1 86,2 13,8 87,6 12,4 82,2 17,8 93,0 7,0 81,5 18,5 78,9 21,1

Waktu Tempuh ≤ 15 ≥ 16 Menit Menit 88,6 11,4 93,1 6,9 91,3 8,7 93,7 6,3 89,7 10,3 90,9 9,1 89,3 10,7 85,4 14,6

Sumber : Riskesdas tahun 2007

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, presentase rumah tangga yang memanfaatkan Unit Pelayanan Kesehatan di Indonesia terbanyak ke Puskesmas/Pustu 63,3%, Praktek Bidan 36,8% sedangkan di Provinsi Jawa Barat yang terbanyak ke Puskesmas/Pustu 65,8%, Praktek Dokter 39,4%. Apabila dibandingkan antara Provinsi di Jawa-Bali presentase rumah tangga memanfaatkan unit pelayanan kesehatan ke Puskesmas/Pustu yang terbanyak di Provinsi Jawa Barat, sedangkan yang ke Praktek Dokter terbanyak di Provinsi DKI Jakarta. Lebih jelas dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel VII. D. 4 Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan Unit Pelayanan Kesehatan Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7

Provinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Indonesia

Rumah Sakit 41.9 30.2 30.2 45.3 29.3 32.2 38.6 31.8

Puskes/ Pustu 53.5 65.8 61.0 63.3 60.3 61.5 57.7 63.3

Memanfaatkan (%) Praktek Praktek Polin Dokter Bidan des 44.1 19.8 0.3 39.4 33.3 2.3 35.7 44.4 7.4 45.1 24.6 0.7 30.5 42.9 8.8 34.1 42.3 2.0 54.8 44.7 0.6 33.1 36.8 6.3

Poskes des 0.2 2.5 4.2 0.5 3.2 1.2 0.6 3.9

Posyan du 17.5 26.2 24.4 29.0 22.2 30.5 19.6 23.8

Sumber : Riskesdas tahun 2010

Persentase rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan posyandu atau poskesdes,

secara

keseluruhan

di

Indonesia

sebanyak

27,7%

rumah

tangga

memanfaatkan pelayanan di posyansu dan poskesdes. Sedangkan Provinsi Jawa Barat hanya

28,7%

Berdasarkan

tipe

daerah,

di

perkotaan

alas

an

jenis

layanan

posyandu/poskesdes tidak lengkap lebih dominan, sedangkan di pedesaan alas an yang banyak karena letaknya jauh. Persentase rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan Polindes/Bidan di desa di Indonesia adalah 3,9%. Provinsi Jawa Barat baru 2,5% yang memanfaatkan pelayanan Polindes/Bidan di desa. PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

130

Apabila menurut jenis pelayanan, banyak dimanfaatkan untuk pengobatan (82,9%), adapun pelayanan KIA yang terbanyak adalah pemeriksaan bayi/balita (29,2%), pemeriksaan kehamilan (22,5%). Menurut tipe daerah jenis pelayanan di perkotaan lebih banyak memanfaatkan polindes/ bidan di desa untuk pelayanan KIA, sedangkan di pedesaan lebih banyak memanfaatkan untuk pengobatan. Tabel VII. D. 5. Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan Polindes/Bidan di Desa Menurut Jenis Pelayanan Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2007 No

Provinsi

Kehamilan

Persalinan

Pemeriksaan Ibu Nifas Neonatus

Bayi/Balita

Pengo batan

1

DKI Jakarta

38,2

14,2

14,0

12,6

34,7

56,6

2 3 4 5

Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur

23,2 15,6 33,5 38,2

10,2 6,4 21,3 24,2

10,3 6,0 20,9 24,8

9,7 5,6 17,5 6,2

29,4 20,5 36,2 34,4

78,8 84,7 78,6 85,8

6

Banten

24,6

10,7

11,0

11,7

30,8

82,5

7

Bali

72,0

26,3

16,7

15,8

47,2

85,2

22,5

9,8

9,2

8,2

29,2

82,9

Indonesia

Sumber : Riskesdas tahun 2007

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0 -11 bulan). Desa UCI merupakan gambaran desa/kelurahan dengan ≥ 80% jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dalam waktu satu tahun. Pencapaian UCI Indonesia sebesar 79,32%, dan Provinsi DI.Yogya dan DKI Jakarta memiliki capaian tertinggi sebesar 100%, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 98,8%, sedangkan Provinsi Jawa Barat menduduki urutan ke 5 dibandingkan antara provinsi di Jawa-Bali, dapat dilihat pada gambar VII.D.1. Sementara Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2012 sebesar 3,6%. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 4,4%. Kecenderungan menurun sejak tahun 2006 sampai tahun 2012 artinya semakin sedikit bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. DO rate DPT/HB1-campak diharapkan agar tidak melebihi 5%. Gambar VII. D. 1 Persentase Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

131

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, Cakupan immunisasi lengkap di Indonesia sebesar 53,8% , dengan cakupan immunisasi lengkap di perkotaan lebih tinggi (59,1%) dibandingkan di pedesaan (48,3%) dan masih terdapat 12,7% anak 12-23 bulan yang belum diimunisasi sama sekali. Makin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga makin tinggi cakupan imunisasi lengkap, demikian juga makin tinggi pengeluaran per kapita makin tinggi cakupan imunisasi lengkapnya. Menurut pekerjaan kepala keluarga, tertinggi cakupan imunisasi lengkap pada kepala keluarga sebagai pegawai negeri/TNI/Polri (57,7%) dan terendah pada kelompok petani/nelayan/buruh (47,2%). Untuk Persentase anak umur 12-23 bulan yang mendapatkan immunisasi lengkap di Provinsi Jawa Barat sebesar 52,3%. Tidak semua balita dapat diketahui status imunisasi, hal ini disebabkan karena beberapa alasan, yaitu ibu lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, ibu lupa berapa kali sudah diimunisasi, ibu tidak mengetahui secara pasti jenis imunisasi, catatan dalam KMS tidak lengkap/tidak terisi, catatan dalam Buku KIA karena hilang atau tidak disimpan oleh ibu. Tabel VII. D. 6 Persentase Anak Umur 12-23 tahun yang Mendapatkan Immunisasi Dasar Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010 Immunisasi Dasar No Provinsi Lengkap Tidak Lengkap Tidak Sama Sekali 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Indonesia

53.2 52.3 69.0 91.1 66.0 48.8 66.1 53.8

41.1 37.2 27.3 8.9 25.8 38.6 28.6 33.6

5.7 10.4 3.8 0.0 8.2 12.6 5.4 12.7

Sumber : Riskesdas tahun 2010

Pemantauan kesehatan ibu hamil dilakukan pelayanan K1 sebagai aksesibiltas ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan dan K4 yang dianggap sebagai mutu pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil. Persentase cakupan K4 ibu hamil di Indonesia tahun 2012 sebesar 90,18%, sedangkan Provinsi Jawa Barat 93,30% sudah melewati target SPM (85%). Dinyatakan pelayanan K4 (berkualitas) berarti secara paripurna ibu telah mendapatkan pelayanan immunisasi TT-2 dan mendapatkan Fe-3. Akan tetapi selama beberapa tahun terakhir ini tidak terlihat keterkaitan atau sinkronisasi antar varibel tersebut.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

132

Tabel VII. D. 7 Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil Meliputi K-1, K-4, TT-2, Fe-3 Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

PROVINSI DKI. Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogya Jawa Timur Banten Bali

K1

K4

PN

TT2

99,85 99,68 98,89 100,00 96,99 99,60 97,58

96,37 93,30 95,65 90,46 90,87 84,43 94,45

89,85 77,09 101,90 97,34 107,63 89,30 98,62 76,46 91,10 89,12 51,10 89,60 85,87 23,01 83,80 95,82 84,04 87,20 88,89 100,02 92,70

Indonesia

96,84

90,18

88,64

71,19

FE 3

85,00

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2012

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antar 43,54% - 97,95%. Persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih (cakupan Pn) di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 88,64%. Angka ini telah berhasil memenuhi target Tahun 2012 sebesar 88% .Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurut provinsi di Pulau Jawa-Bali tahun 2012, dengan cakupan tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat (97,34%) dan terendah di Provinsi Jawa Timur (85,87%). Persentase Tempat Ibu melahirkan menurut tempat persalinan lima tahun terakhir di Indonesia, ternyata 55,4% ibu melahirkan di fasiltas sarana kesehatan, 43,2% di rumah dan 1,4% di Polindes/Poskesdes. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat, Ibu yang melahirkan terbanyak di Fasilitas Kesehatan sebesar 53,4%. Apabila dibandingkan antara Provinsi di Jawa-Bali, tertinggi ibu melahirkan di falisitas kesehatan adalag di Provinsi DI Yogjakarta (94,5%), dan terendah di Provinsi Jawa Barat , secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel VII. D. 8 Persentase Ibu Melahirkan Anak Terakhir Menurut Tempat Persalinan Lima Tahun Terakhir Dan Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010 No

Provinsi

Pelayanan Kesehatan Fasilitasi Polindes/ Rumah/Lainnya Kesehatan Poskesdes 94,4 0 5,6

1

DKI Jakarta

2

Jawa Barat

53,4

0,3

46,3

3

Jawa Tengah

67,6

0,4

32

4

DI Yogyakarta

94,5

0,3

5,2

5

Jawa Timur

81,3

2,8

15,8

6

Banten

55,9

0

44,1

7

Bali

89,3

1,6

9,1

55,4

1,4

43,2

Indonesia

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

133

Pemeriksaan neonatus dalam Riskesdas 2010 sebanyak 60,6 persen neonatus umur 3-7 hari (KN1) dan 37,7 persen neonatus umur 8-28 hari (KN3) mendapatkan pemeriksaan dari tenaga kesehatan. Hasil tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007 sebesar 57,6 persen dan 33,5 persen. Menurut tipe daerah, pemeriksaan neonatos pada tahun 2010 di perkotaan lebih tinggi dibanding di perdesaan. Terdapat hubungan positif antara pemeriksaan neonatus dengan tingkat pendidikan kepala keluarga maupun tingkat pengeluaran per kapita. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala rumah tangga maupun pengeluaran per kapita, semakin tinggi persentase cakupan pemeriksaan kesehatan pada neonatus.

No 1 2 3 4 5 6 7

Tabel VII. D. 9 Persentase Kunjungan Neonatus Menurut Provinsi Di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010 Kunjungan Neonatus KN Provinsi Lengkap 6 - 48 jam 3 - 7 hari 8 - 28 hari DKI Jakarta 84,70 72,80 59,20 52,80 Jawa Barat 67,60 65,60 45,60 37,80 Jawa Tengah 82,60 71,00 48,00 40,20 DI Yogyakarta 96,20 83,70 77,10 71,20 Jawa Timur 77,70 74,30 49,00 41,60 Banten 61,80 55,70 37,10 30,40 Bali 86,70 66,70 58,20 48,80 Indonesia

71,40

61,30

38,00

31,80

Sumber : Riskesdas Tahun 2010

Proporsi wanita umur 10-49 berstatus kawin yang sedang menggunakan/ memakai alat KB di Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2010 sebesar 55,8%, Proporsi wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin yang pernah menggunakan/memakai alat KB 25,7%. Apabila dibandingkan antara Provinsi di Pulau Jawa-Bali, cakupan wanita yang sedang menggunakan alat KB, tertinggi pada Provinsi Bali (65,4%), diikuti dengan Provinsi Jawa Barat (59,8%). Tabel VII. D. 10 Proporsi Wanita Umur 10-49 Menurut Status Penggunaan/Memakai Alat KB Dan Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2010 Wanita Umur 10-49 Berstatus Kawin Sedang Yang Pernah No Provinsi Tidak Pernah Menggunakan/ Menggunakan/ Sama Sekali Memakai Alat KB Memakai Alat KB 1 DKI Jakarta 51,2 28,5 20,3 2 Jawa Barat 59,8 28,4 11,8 3 Jawa Tengah 59,4 25,2 15,4 4 DI Yogyakarta 55,3 27,1 17,6 5 Jawa Timur 59,4 22,9 17,7 6 Banten 56,8 28,8 14,5 7 Bali 65,4 18,0 16,6 Indonesia 55,8 25,7 18,4 Sumber : Riskesdas Tahun 2010

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

134

E. SUMBER DAYA KESEHATAN Secara Nasional, pada periode tahun 2008-2011, jumlah Puskesmas (termasuk Puskesmas Perawatan) terus meningkat dari 8.548 unit pada tahun 2008 menjadi 9.321 unit pada tahun 2011. Dalam periode tahun itu, rasio Puskesmas terhadap 100.000 penduduk berada dalam kisaran 2,06 – 15,99 per 100.000 penduduk, ini berarti bahwa pada periode tahun itu setiap 100.000 penduduk rata-rata dilayani oleh 2-15 unit. Terdapat 5 lima provinsi dengan rasio Puskesmas per 100.000 penduduk berada di bawah 3,0 yaitu Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Angka tersebut menunjukkan bahwa satu Puskesmas di 5 provinsi tersebut rata-rata melayani lebih dari 30.000 penduduk. Jika dilihat Tabel dibawah ini terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat mempunyai angka Puskesmas per-100.000 penduduk yang terendah ke-kedua (2,34) baik secara Nasional maupun dibandingkan antar Provinsi di Pulau Jawa-Bali. Apabila dibandingkan dengan Provinsi yang berada di Jawa dan Bali, Jawa Barat menempati urutan ke-lima. Tabel VII. E. 1. Jumlah Puskesmas dan Rasio Puskesmas per-100.000 Penduduk Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2008-2012 Provinsi 1.    DKI Jakarta 2.    Jawa Barat 3.    Jawa Tengah 4.    DI Yogyakarta 5.    Jawa Timur 6.    Banten 7.    Bali Indonesia

2008 351 1.017 842 120 940 194 114 8.548

Jumlah Puskesmas 2009 2010 2011 339 341 341 1.029 1.039 1.045 849 867 867 119 121 121 944 946 955 196 217 225 114 114 114 8.737 9.005 9.321

2012 340 1.050 873 121 960 228 118 9.510

Rasio Puskesmas per-100.000 2008 2009 2010 2011 2012 3,84 3,68 3.55 3.50 3,44 2,44 2,43 2.43 2.38 2,34 2,58 2,58 2.68 2.67 2,68 3,46 3,40 3.50 3.47 3,43 2,53 2,53 2.52 2.53 2,53 2,02 2,00 2.04 2.06 2,03 3,24 3,21 2.93 2.87 2,91 3,25 3,78 3.79 3.86 3,89

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012

Jumlah Puskesmas perawatan pada tahun 2011 sebanyak 3.019 unit meningkat menjadi 3.152 unit pada tahun 2012. Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) sampai tahun 2012 tercatat berjumlah 2.570 unit terdiri dari Puskesmas perawatan 1.960 unit (76,41%) dan Puskesmas non perawatan 605 unit (23,59%). Demikian juga dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai upaya dilakukan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), Polindes (Poliklinik Desa), Toga (Tanaman Obat Keluarga, POD (Pos Obat Desa dan sebagainya. Secara nasional Rasio Posyandu terhadap Desa/Kelurahan adalah 3,47 atau rata-rata pada tiap desa/kelurahan terdapat 3-4 Posyandu. Dan Provinsi Jawa Barat Rasio Posyandu terhadap Desa/Kelurahan sebesar 7,83. Rasio Desa Siaga di Indonesia terhadap desa/kelurahan adalah 0,32. Apabila dibandingkan antara Provinsi di Pulau Jawa – Bali, ternyata Rasio Desa Siaga terhadap

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

135

desa/kelurahan terbesar adalah di Provinsi DKI Jakarta (4,4) dan terendah terdapat di Provinsi Banten (0,33). Tabel VII. E. 2. Rasio Sarana Usaha Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) Terhadap Desa/Kelurahan Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2011 Rasio Sarana UKBM terhadap Desa/Kelurahan Provinsi Posyandu Desa Siaga 1. DKI Jakarta 15,88 4,02 2. Jawa Barat 7,78 0,68 3. Jawa Tengah 5,56 0,10 4. DI Yogyakarta 12,24 0,57 5. Jawa Timur 5,35 0,78 6. Banten 6,63 0,31 7. Bali 6,61 0,92 Indonesia 3,47 0,32 Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011

Pada tahun 2011, jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia sebanyak 1.721 buah, yang terdiri dari 35,74% Rumah Sakit yang dikelola atas milik Kemenkes/ Pemerintah, 7,78% milik TNI/Polri, 4,47% milik Departemen lain/BUMN dan 52,01% milik Swasta. Tabel VII. E. 3 Jumlah Rumah Sakit Menurut Kepemilikan Di Provinsi Pulau Jawa-Bali Tahun 2011 Depkes/ TNI/ Departemen Provinsi Swasta Pemda POLRI Lain/BUMN 1. DKI Jakarta 16 9 7 100 2. Jawa Barat 44 13 6 137 3. Jawa Tengah 59 11 3 152 4. DI Yogyakarta 9 2 1 39 5. Jawa Timur 58 21 14 94 6. Banten 9 2 2 33 7. Bali 12 2 0 29 Indonesia 615 134 77 895

Semua RS 132 200 225 51 187 46 43 1.721

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011

Pada tahun 2000 – 2011, rasio tempat tidur rumah sakit per 100.000 penduduk relatif berkisar antara 54 - 55 per 100.000 penduduk dan rasio Tempat Tidur di Rumah Sakit terhadap penduduk Jawa Barat adalah 1 : 1.430 artinya 1 tempat tidur diperuntukkan bagi 1.430 penduduk. Angka ini jauh lebih rendah dari Provinsi-Provinsi lain di Jawa dan Bali. Apabila dibandingkan secara Nasional, Provinsi Jawa Barat menduduki urutan keenam. Apabila dibandingkan dengan Provinsi di Jawa-Bali, Provinsi Jawa Barat ke-dua terakhir dan dibawah nasional. Rasio Tenaga kesehatan terhadap 100.000 penduduk secara nasional adalah 195,88 dan apabila dibandingkan antara Provinsi di Jawa-Bali, ternyata Provinsi Jawa Barat menduduki urutan ke-empat dari bawah yaitu sebesar 114,40.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

136

Tabel VII. E. 4. Jumlah Sumber Daya Manusia Menurut Provinsi di Pulau Jawa-Bali Tahun 2012 Dokter Umum

Dokter Gigi

1.    DKI Jakarta

4.339

2.382

1.211

1.775

2.165

13.667

2.278

11.061

38.878

2.    Jawa Barat

3.503

3.804

1.535

2.387

11.578

22.003

6.253

15.738

66.801

3.    Jawa Tengah

3.529

4.786

1.205

3.801

15.494

21.728

9.732

22.136

82.411

4.    DI Yogyakarta

1.231

1.289

431

1.689

1.539

5.114

1.947

5.840

19.080

5.    Jawa Timur

4.258

4.117

1.591

4.335

14.547

27.152

8.549

25.834

90.383

6.    Banten

1.058

1.146

525

664

3.099

5.694

1.979

3.279

17.444

925

929

263

524

2.038

4.609

2.508

4.641

16.437

37.364

11.826

31.223

126.276

235.496

97.904

139.812

707.234

7.    Bali Indonesia

27.333

Kefarma sian

Non Jumlah Perawat Lain-lain Kesehata Tenaga n

Dokter Spesialis

Provinsi

Bidan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

137

BAB VIII PENUTUP

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 ini merupakan gambaran situasi kesehatan masyarakat di Jawa Barat. Sampai saat ini Pembangunan Kesehatan masih merupakan kebutuhan masyarakat yang akan makin meningkat terus menerus, sesuai dengan perkembangan pembangunan khususnya di Jawa Barat. Untuk itu upaya-upaya bidang kesehatan perlu ditingkatkan dalam rangka mendukung Visi Jawa Barat yaitu “Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera Tahun 2008 - 2013” Diharapkan keberadaan profil kesehatan tersebut dapat dijadikan sebagai sumber informasi kesehatan di era desentralisasi dan otonomi daerah dan dapat sebagai alat pemantau keberhasilan Indikator Provinsi Jawa Barat Sehat Tahun 2012 serta sebagai bahan perencanaan, pengambilan kebijakan dan perumusan di bidang kesehatan untuk terwujudnya pelayanan yang bermutu dan berkualitas serta adil dan merata, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yang akan berdampak pada peningkatan Indek Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Barat. Harapan kami, saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan.

Bandung, November 2013

TTD

Tim Penyusun Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

138