BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Nifas a

merawat luka jahitan, senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat, kebersih...

65 downloads 501 Views 91KB Size
9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori 1. Nifas a. Pengertian Masa nifas disebut juga masa postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dalam rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organorgan yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2008, p.1) Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin, 2006, p.122). Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisiologi, yaitu: 1)

Perubahan fisik

2)

Involusi uterus dan pengeluaran lokhea

3)

Laktasi atau pengeluaran air susu ibu

4)

Perubahan sistem tubuh lainnya

5)

Perubahan psikologi

9

10

b. Tahapan masa nifas Adapun tahapan masa nifas adalah : 1) Puerperium dini

: Masa pemulihan,

yakni

saat-saat

ibu

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. 2) Puerperium intermedial : Masa pemulihan menyeluruh dari organ organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu. 3) Remote puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau bersalin mempunyai komplikasi. Sebagai catatan, waktu untuk sehat sempurna bisa cepat bila kondisi sehat prima, atau bisa juga berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan, bila ada gangguan-gangguan kesehatan lainnya (Suherni, 2008, p.2)

c. Perubahan fisiologis dalam masa nifas Perubahan perubahan masa nifas antara lain : 1) Involusi alat alat kandungan Dalam masa nifas, alat alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan perubahan alat genetal ini dalam keseluruhanya disebut involusi (Wiknjosastro, 2007, p.237)

11

2) Uterus Isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikelurkan oleh hipofise. Produksi ASI akan lebih banyak. Sebagai efek positif adalah involusi uteri akan lebih sempurna (Mochtar, 1998, p.177) Tabel 2.1 : Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa Involusi

Tinggi fundus uterus

Berat uterus

Bayi lahir Uri Lahir 1SMinggu 2 Minggu 6uMinggu 8 Minggu

Setinggi pusat 2 jari di bawah pusat Pertengahan pusat simpisis Tidak teraba diatas simfisis Bertambah kecil Sebesar normal

1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30 gram

Sumber: Mochtar, 1998, p.115 3) Lokhea Menurut Mochtar, 1998 (p.116) lokhea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. a) Lokhea Rubra Berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca peralinan. b) Lokhea sanguinolenta Berwarna merah kuning, berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan. c) Lokhea serosa Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.

12

d) Lokhea alba Berwarna putih, setelah 2 minggu. e) Lokhea purulenta Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk 4) Servik Serviks mengalami involusi

bersama sama dengan

uterus. Warna serviks sendiri merah kehitam hitaman, karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan serviks terbentuk cincin. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasukkan 2-3 jari, pada minggu ke 6 postpartum serviks menutup (Ambarwati, 2009, p.79). 5) Vulva dan vagina Vulva

dan

vagina

mengalami

penekanan

serta

peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6 sampai 8 minggu postpartum. Penurunan hormon estrogen pada masa postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina (Ambarwati, 2009, p.80).

13

d. Adaptasi psikologi ibu masa nifas Menurut Suherni, 2008 (p.85-90), proses adaptasi psikologi pada seorang ibu sudah dimulai sejak hamil. Wanita hamil akan mengalami perubahan psikologis yang nyata sehingga memerlukan adaptasi. Perubahan mood seperti sering menangis, lekas marah, dan sering sedih atau cepat berubah menjadi senang merupakan manifestasi dari emosi yang labil. Proses adaptasi berbeda-beda antara satu ibu dengan ibu yang lain. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani. Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut : 1) Fase taking in Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Ibu perlu bicara tentang dirinya sendiri. Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti rasa mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gangguan psikologis yang mungkin

14

dialami, seperti mudah tersinggung, menangis. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif. Pada fase ini petugas kesehatan harus menggunakan pendekatan yang empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik. 2) Fase taking hold Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas. Tugas kita adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusu yang benar, cara merawat luka jahitan, senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat, kebersihan diri dan lain-lain. 3) Fase letting go Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan.

Ibu

sudah

mulai

menyesuaikan

diri

dengan

15

ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada fase ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani peran barunya. Pendidikan kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga masih terus diperlukan oleh ibu.

Suami

dan

keluarga dapat

membantu

merawat

bayi,

mengerjakan urusan rumah tangga sehingga ibu tidak telalu terbebani.

Ibu

memerlukan

istirahat

yang

cukup,

sehingga

mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat bayinya.

2. Menyusui a. Pengertian Menyusui adalah cara yang optimal dalam memberikan nutrisi dan mengasuh bayi, dengan penambahan makanan pelengkap pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun tahun berikutnya (Varney, 2003, p.981). Banyak ibu yang beranggapan bahwa menyusui merupakan aktivitas alami, sehingga tidak memerlukan persiapan atau perawatan khusus. Hal ini tidak

sepenuhnya benar,

16

terutama bagi ibu yang menyadari bahwa air susu sangat penting dan utama bagi bayi (Prasetyono, 2009, p.133).

b. Persiapan menyusui Tubuh ibu bersiap untuk menyusui pada awal kehamilan, dan payudara pun mulai berkembang. Tubuh ibu mengumpulkan persediaan energi dan nutrisi lainya untuk membantu memproduksi ASI. Kapanpun bayi lahir, ASI tetap mengandung kolostrum (Prasetyono, 2009, p.141) Laktasi merupakan proses yang sangat efisien. Selama laktasi, metabolisme ibu sedikit melambat untuk menghasilkan energi yang diperoleh dari makanan. Persediaan ASI tergantung pada kebutuhan bayi. Ketika bayi tumbuh dan berkembang, maka ibu akan memproduksi lebih banyak ASI. Terkait itu, ibu perlu menyadari bahwa bayi harus disusui sesuai permintaanya, dan ibu memastikan bahwa ibu menyusu dengan posisi yang tepat. Ibu tidak perlu mengkonsumsi makanan yang khusus dalam jumlah besar agar bisa menyusui bayinya. Ibu hanya memerlukan beberapa kalori tambahan. Bila ibu tidak dapat makan dengan baik,

ia harus tetap memproduksi ASI.

Ibu

membutuhkan kalori kira kira 500 kalori tambahan setiap hari (Prasetyono, 2009, p.142) Dalam menyusui, yang lebih penting daripada menyiapkan payudara adalah menyiapkan hal-hal tentang menyusui. Tidak ada perawatan khusus untuk puting atau

payudara sebelum menyusui.

17

Puting sudah dirancang untuk menyusui. Dalam banyak kasus, mereka akan menjalankan fungsinya dengan sukses tanpa persiapan. Jika memungkinkan, periksakanlah payudara ke dokter kandungan untuk mengetahui apakah ada kelainan anatomi, seperti puting terbalik atau kelenjar yang kurang berkembang dengan baik (Danuatmadja, 2003, p.41).

c. Teknik dasar menyusui Menurut penelitian, hampir semua masalah mulai dari puting susu lecet sampai berkurangnya ASI, disebabkan karena kesalahan pada saat menyusui. Mengingat hal itu akan lebih baik bila mempelajari teknik dasar menyusui (Musbikin, 2007, p.334) Bayi menghisap secara alamiah, akan tetapi pada awalnya mungkin dia mengalami kesulitan menemukan puting susu ibunya. Cara menolong paling mudah adalah dengan menempelkan pipinya ke payudara. Lalu masukkan puting ke mulut bayi. Ibu dapat melancarkan aliran air susu dengan cara menekan nekan areola. Untuk menghentikan hisapan, masukkan sebuah jari di sudut mulutnya atau dorong dagunya ke bawah perlahan lahan dengan ibu jari dan jari telunjuk. Pindahkan bayi ke payudara yang satunya lagi sampai selesai menyusui. Dengan demikian, bayi menerima air susu dengan volume yang sama dari setiap payudara setiap hari. Ibu pun terhindar dari pembekakan payudara akibat terlalu penuh dengan air susu (Kristiyansari, 2009, p. 40)

18

1) Posisi menyusui Ada banyak cara untuk memposisikan diri dan bayi selama proses menyusui berlangsung. Sebagian ibu memilih menyusui dalam keadaan berbaring miring, sambil merangkul bayinya. Sebagian lagi melakukanya sambil duduk di kursi dengan punggung diganjal bantal dan kaki di atas bangku kecil. Seorang ibu sebaiknya memposisikan diri dan bayinya sedemikian rupa agar kenyamanan menyusui dapat tercapai (Kristiyansari, 2009, p.40) Posisi ibu duduk : a) Ibu duduk tegak dengan punggung lurus dan pangkuan rata, serta kaki dipijakkan ke tanah secara rata. b) Ibu bisa menggunakan bantal atau kantong pangkuan untuk menyangga berat badan bayi dan agar bayi sejajar dengan payudara ibu. c) Ibu menggendong bayi menggunakan lengan kanan bila menyusui dengan payudara kiri. Demikian pula sebaliknya. Pada posisi ini, kepala, leher, dan punggung bayi dalam keadaan lurus dan dengan kepala agak terangkat ke belakang. d) Ibu membuat pangkal leher dan kepala bayi leluasa bergerak ke belakang saat bayi menengadah. e) Ibu mengangkat bayi agar hidungnya sejajar dengan puting payudara.

19

f) Ibu menyentuh mulut bayi pada payudara dengan lembut. Sebaliknya, ibu menunggu bayi dalam beberapa waktu hingga ia membuka lebar mulutnya, misalnya saat ia menguap. g) Ketika mulut bayi membuka lebar, segera mengarahkan mulut bayi ke payudara. h) Bila bayi telah dapat menyusu dengan baik, ibu bisa memindahkan bayi ke lengan sebelah (Prasetyono, 2009, p. 150151). Posisi ibu tidur miring: Posisi ibu menyusui dengan tidur miring dinilai kurang tepat karena posisi payudara diatas kepala bayi, sehingga mulut bayi sukar mencapai puting payudara ibu. Jika ibu menyukai posisi miring, hendaknya ibu mengusahakan agar puting payudaranya sejajar mulut bayi, sehingga mulut bayi dapat lebih mudah mencapai puting payudaranya, dan ia pun lebih leluasa menghisapnya (Prasetyono, 2009, p.152). 2) Cara menyusui yang benar Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting dan disekitar kelang payudara. Cara ini mempunyai mempunyai manfaat sebagai disinfektan dan menjaga kelembaban puting susu. a) Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara.

20

b) Ibu duduk dengan santai, bila duduk lebih baik gunakan kursi yang rendah agar kaki ibu menggantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. c) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkuk siku ibu. d) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan satunya di depan. e) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara. f) Telinga dan lengan bayi teletak pada satu garis lurus. g) Ibu menatap bayi dengan penuh kasih sayang. h) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang di bawah, jangan menekan puting susu. i) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut. j) Setelah bayi membuka mulut, segera kepala bayi di dekatkan ke payudara ibu serta areola payudara dimasukkan ke mulut bayi (Kristiyansari, 2009, p.44).

d. Manfaat menyusui Menurut Saleha, 2009 (p.31-33), manfaat menyusui antara lain : 1) Bagi bayi: a) Komposisi sesuai kebutuhan.

21

b) Kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan. c) ASI merupakan zat pelindung. d) Perkembangan psikomotorik lebih cepat. e) Menunjang perkembangan kognitif. f) Memperkuat ikatan batin ibu dan anak 2) Bagi ibu: a) Mencegah perdarahan pasca persalinan b) Mencegah anemia defisiensi besi c) Mempercepat ibu kembali ke berat badan sebelum hamil d) Menunda kesuburan e) Mengurangi kemungkinan kanker payudara 3) Bagi keluarga: a) Mudah dalam proses pemberianya b) Mengurangi biaya rumah tangga c) Bayi yang mendapatkan ASI jarang sakit, sehingga dapat menghemat biaya untuk berobat.

e. Masalah pada saat menyusui Aktifitas menyusui bayi ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Saat menyusui, ibu seringkali mengalami kendalakendala. Sebenarnya kendala tersebut tidak terjadi andaikan ibu memperoleh

informasi

yang memadai.

Faktor internal

sangat

22

mempengaruhi keberhasilan menyusui bayi. Diantaranya adalah kurangnya pengetahuan yang terkait dalam menyusui. Karena tidak mempunyai pengetahuan yang memadai, ibu tidak mengerti tentang cara menyusui bayi yang tepat, manfaat ASI, berbagai dampak yang akan ditemui bila ibu tidak menyusui dan lain sebagainya (Prasetyono, 2009, p.110). Selain dari faktor internal diatas tedapat juga masalah masalah dalam menyusui diantaranya : 1) Kurang atau salah informasi Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang. 2) Puting susu datar atau terbenam Setelah bayi lahir, puting susu datar atau terbenam dapat dikeluarkan dengan cara: a) Susuilah bayi secepatnya segera setelah lahir saat bayi aktif dan ingin menyusui. b) Susuilah bayi sesering mungkin ( misalnya tiap 2-21/2 jam ), ini akan

menghindarkan

payudara

terisi

terlalu

penuh

dan

memudahkan bayi untuk menyusu. c) Massage payudara dan mengeluarkan ASI secara manual sebelum menyusui dapat membantu bila terdapat bendungan payudara dan puting susu tertarik ke dalam.

23

d) Pompa ASI yang efektif bukan yang berbentuk ”terompet” atau bentuk (Squeeze dan bulb) dapat dipakai untuk mengeluarkan ASI. 3) Puting susu nyeri Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui. Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi mulut bayi dan puting susu ibu benar, perasaan nyeri akan segera hilang. Cara menangani : a) Pastikan posisi menyusui sudah benar. b) Mulailah menyusui pada payudara yang tidak sakit, guna membantu mengurangi sakit pada puting susu yang sakit. c) Segera setelah minum, keluarkan sedikit ASI, oleskan pada puting susu dan biarkan payudara terbuka untuk beberapa waktu sampai puting susu kering. Nyeri pada puting susu merupakan masalah yang umum terjadi pada wanita menyusui. Dari hasil penelitian terhadap 100 ibu menyusui, 96 diantaranya mengalami nyeri puting susu pada waktu tertentu, terutama hari ke 3 dan ke 7 bahkan beberapa wanita nyeri puting susu dapat berlangsung selama 6 minggu (Wheeler, 2003, p.181).

24

4) Puting susu lecet Puting susu akan terasa nyeri apabila tidak ditangani dengan benar akan menjadi lecet. Puting susu lecet dapat disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh dermatitis. Cara menangani : a) Cari penyebab puting lecet. b) Obati penyebab puting lecet terutama perhatikan posisi menyusui. c) Kerjakan semua cara-cara menangani susu nyeri di atas tadi. d) Ibu dapat terus memberikan ASInya pada keadaan luka tidak begitu sakit. e) Olesi puting susu dengan ASI akhir (hind milk), jangan sekalikali memberikan obat lain, seperti krim, salep, dan lain-lain. f) Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu kurang lebih 1x24 jam, dan biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu sekitar 2x24 jam. g) Selama puting susu di istirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan, dan tidak dianjurkan dengan alat pompa karena nyeri. h) Cuci payudara sekali saja sehari dan tidak dibenarkan untuk menggunakan dengan sabun. i) Bila sangat menyakitkan, berhenti menyusui pada payudara yang sakit untuk sementara, untuk memberi kesempatan lukanya sembuh.

25

j) Keluarkan ASI dari payudara yang sakit dengan tangan (jangan dengan pompa ASI) untuk tetap mempertahankan kelancaran pembentukan ASI. k) Berikan

ASI

perah

dengan

sendok

atau

gelas,

jangan

menggunakan dot. l) Setelah terasa membaik, mulai menyusui kembali mula-mula dengan waktu yang lebih singkat. m)Bila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu, rujuk ke puskesmas. 5) Payudara bengkak Pada hari-hari pertama, payudara sering terasa penuh dan nyeri, disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah banyak. Penyebab bengkak : a) Posisi mulut bayi dan puting susu ibu salah. b) Produksi ASI berlebihan. c) Terlambat menyusui. d) Pengeluaran ASI yang jarang. e) Waktu menyusui yang terbatas. Cara mengatasinya : a) Susui bayinya semaunya dia sesering mungkin tanpa jadwal dan tanpa batas waktu. b) Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan atau pompa ASI yang efektif.

26

c) Sebelum menyusui, untuk merangsang reflek oksitosin dapat dilakukan: kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit, massage leher dan punggung. d) Setelah menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi oedema. 6) Mastitis atau abses payudara Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak, kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran ASI yang berlanjut. Tindakan yang dapat dilakukan : a) Kompres hangat atau panas dan pemijatan. b) Rangsang oksitosin, dimulai pada payudara yang tidak sakit yaitu stimulasi puting susu, pijat leher punggung, dan lain-lain. c) Pemberian antibiotik : Flucloxacilin atau erythromycin selama 710 hari. d) Bila perlu bisa diberikan istirahat total dan obat untuk penghilang rasa nyeri. e) Kalau terjadi abses sebaiknya tidak disusukan karena mungkin perlu tindakan bedah. 7) Sindrom ASI kurang Tanda bahwa ASI benar-benar kurang, antra lain : a) Berat badan (BB) bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram per bulan.

27

b) BB lahir dalam waktu 2 minggu belum kembali. c) Ngompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam, cairan urin pekat, bau dan warna kuning. 8) Ibu bekerja Seringkali alasan pekerjaan membuat seseorang ibu berhenti menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu menyusui yang bekerja: a) Susuilah bayi sebelum ibu bekerja b) ASI dikeluarkan untuk persediaan di rumah sebelum berangkat bekerja. c) Pengosongan payudara ditempat kerja setiap 3-4 jam. d) ASI dapat disimpan di lemari pendingin dan dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja dengan cangkir. e) Pada saat ibu di rumah sesering mungkin bayi disusui dan ganti jadwal menyusuinya sehingga banyak menyusui di malam hari. f) Keterampilan mengeluarkan ASI dan merubah jadwal menyusui sebaiknya telah mulai dipraktikkan sejak satu bulan sebelum kembali bekerja. 9) Ibu melahirkan dengan SC Posisi menyusui yang dianjurkan adalah sebagai berikut : a) Ibu dapat dalam posisi berbaring miring dengan bahu dan kepala yang ditopang bantal, sementara bayi disusukan dengan kakinya ke arah ibu.

28

b) Apabila ibu sudah dapat duduk bayi dapat ditidurkan di bantal di atas pangkuan ibu dengan posisi kaki bayi mengarah ke belakang ibu di bawah lengan ibu. c) Dengan posisi memegang bola yaitu ibu terlentang dan bayi berada di ketiak ibu dengan kaki ke arah atas dan tangan ibu memegang kepala bayi. Masalah menyusui pada bayi: 1) Bayi sering menangis Menangis untuk bayi adalah cara berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Karena itu bila bayi sering menangis perlu dicari sebabnya, dan sebabnya tidak selalu karena kurang ASI. 2) Bayi bingung puting Bingung puting (nipple confusion) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu. Peristiwa ini terjadi karena mekanisme pada puting ibu berbeda dengan mekanisme menyusu pada botol. 3) BBLR Bayi kecil, prematur atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih relatif lemah. Oleh karenanya bayi kecil justru harus cepat dan lebih sering dilatih menyusu. Berikan sesering mungkin walaupun waktu menyusunya pendek-pendek.

29

4) Bayi kuning (ikterik) Bayi kuning lebih sering terjadi dan lebih berat kasusnya pada bayibayi yang tidak mendapat ASI cukup. Menyusui dini sangat penting, karena bayi akan mendapat kolostrum atau susu jolong (susu awal). Kolostrum bersifat purgatif ringan, sehingga membantu bayi untuk mengeluarkan mekonium (feses bayi pertama yang berwarna kehitaman). Bilirubin dikeluarkan melalui feses, jadi di sini kolostrum berfungsi mencegah dan menghilangkan bayi kuning. 5) Bayi kembar Mula-mula ibu dapat menyusui seorang demi seorang, tetapi sebenarnya ibu dapat menyusui sekaligus berdua. Salah satu posisi yang mudah untuk menyusui adalah dengan posisi memegang bola (football position). Jika ibu menyusui bersama-sama, bayi haruslah menyusu pada payudara secara bergantian, jangan hanya menetap pada satu payudara saja. 6) Bayi sakit Sebagian kecil sekali dari bayi yang sakit, dengan indikasi khusus tidak diperbolehkan mendapatkan makanan per oral, tetapi apabila sudah diperbolehkan, maka ASI harus tetap diberikan. 7) Bayi sumbing Ibu harus tetap mencoba menyusui bayinya, karena bayi masih bisa menyusu dengan kelainan seperti ini. Keuntungan khusus untuk keadaan seperti ini adalah bahwa menyusu justru dapat melatih

30

kekuatan

otot

rahang

dan

lidah,

sehingga

memperbaiki

perkembangan bicara anak. 8) Bayi dengan lidah pendek Keadaan seperti ini jarang terjadi yaitu bayi mempunyai Lingual frenulum (jaringan ikat penghubung lidah dan dasar mulut) yang pendek dan tebal serta kaku tak elastis, sehingga membatasi gerak lidah dan bayi tidak dapat menjulurkan lidahnya untuk mengurut puting dengan optimal. 9) Bayi yang memerlukan perawatan Bila bayi sakit dan memerlukan perawatan padahal bayi masih menyusu pada ibu, baiknya bila ada fasilitas, ibu ikut dirawat agar pemberian ASI tetap dapat dilanjutkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan maka ibu dianjurkan memerah ASI setiap 3 jam dan disimpan didalam lemari es untuk kemudian sehari sekali diantar ke rumah sakit di dalam termos es. Perlu diperlukan tanda pada botol penampung ASI, jam berapa ASI diperah dan yang lebih dahulu diperah dapat diperlukan terlebih dahulu.

3. Perilaku a. Pengertian Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan

31

kumpulan berbagai faktor yang paling berinteraksi (Wawan dan Dewi, 2010, p.48). Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005, p.43). Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skiner (1938), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seorang terhadap stimulus (rasangan dari luar) (Notoatmodjo, 2005, p.43). Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (Notoatmodjo, 2005, p.43) 1) Perilaku tertutup (civert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang yang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

32

2) Perilaku terbuka (Overt Behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktik.

b. Faktor faktor yang mempengaruhi perilaku Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dipengarui oleh 3 faktor utama yaitu: 1) Faktor predisposisi Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya. 2) Faktor pendukung Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta dan

33

termasuk juga dukungan sosial, baik dukungan suami maupun keluarga. 3) Faktor penguat Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku pada petugas kesehatan, keluarga, termasuk juga disini undang-undang peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

c. Perilaku kesehatan Perilaku kesehatan pada hakekatnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku ini mempunyai respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas

kesehatan

dan

obat-obatan.

Perilaku

kesehatan

dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance). Perilaku pemeliharan kesehatan adalah usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit atau usaha untuk penyembuhan bila sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga aspek, yaitu: a) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan bila sakit serta pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit.

34

b) Perilaku peningkatan kesehatan. c) Perilaku gizi. 2) Perilaku pencarian dan penanganan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku

ini

menyangkut

upaya

atau

tindakan

seseorang pada saat sakit atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 3) Perilaku kesehatan lingkungan Perilaku kesehatan lingkungan adalah cara seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatan.

4. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengindraan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni pengliatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.

35

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Penelitian yang dilakukan Rogers dikutip dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang tersebut menjadi proses yang berurutan, yakni: 1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2) Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus. 3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial, orang telah mencoba perilaku baru 5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

36

a. Tingkat pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kemnbali terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyenbutkan, menguraikan, menyatakan, dan sebagainya. 2) Memahami (Komprehension) Memahami

diartikan

sebagai

kemampuan

untuk

menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan

37

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan terhadap suatu objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi

diartikan

sebagai

kemampuan

untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum–hukum, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (Analisys) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesa (Synthesis) Sintesisa

yang

dimaksud

menunjukan

pada

suatu

kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi

ini

berkaitan

dengan

kemampuan

untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

38

objek. Penelitian-penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1) Faktor internal a) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan (Wawan, 2010, p.16). Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan kesehatanya Perubahan

atau

tindakan

pemeliharaan

atau

peningkatan

kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan dan didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng), karena didasari oleh kesadaran (Notoatmodjo, 2005, p.26). Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh seseorang tingkat pendidikan merupakan suatu wahana untuk mendasari seseorang berprilaku secara

39

ilmiah. Tingkat pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang disampaikan. Pendidikan diperoleh melalui proses belajar yang khusus diselenggarakan dalam waktu tertentu, tempat tertentu dan kurikulum tertentu, namun dapat diperoleh dari bimbingan yang diselenggarakan sewaktu-waktu dengan maksud mempertinggi kemampuan atau ketrampilan khusus. Dalam garis besar ada tiga jenjang pendidikan yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A) pendidikan menengah (SLTP/MTs/Paket B, SMA/MA/SMK), dan pendidikan tinggi (D3/S1). Masing-masing tingkat pendidikan tersebut memberikan tingkat pengetahuan tertentu yang sesuai dengan tingkat pendidikan. Pendidikan ibu ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah. Masih banyaknya ibu yang beranggapan bahwa kehamilan, persalinan, dan nifas merupakan sesuatu yang alami yang berarti tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan, serta tanpa mereka sadari bahwa mereka termasuk dalam kelompok resiko tinggi (Ambarwati, 2009) Pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Karena dapat membuat seseorang untuk lebih mudah mengambil keputusan dan bertindak. Pendidikan tentang pemberian ASI merupakan suatu proses mengubah kepribadian, sikap, dan pengertian tentang ASI

40

sehingga tercipta pola kebudayaan dalam memberikan ASI tanpa tambahan bahan makanan apapun. Berpedoman pada tujuan pendidikan

diperkirakan

bahwa

semakin

meningkatnya

pendidikan yang dicapai sebagian besar penduduk, semakin membantu kemudahan pembinaan akan pentingnya pemberian ASI (Kristiyanasari, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi Febrianti, 2010 di Kelurahan Lamper Tengah menyebutkan bahwa dari 85 ibu menyusui sebagian besar berpendidikan SMA sebesar 38,8%, berpendidikan SMP sebesar 80,6%, PT 17,6% dan SD 12,9%. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang diperoleh, semakin tinggi pula pengetahuan tentang pemberian ASI yang dimiliki. b) Pekerjaan Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupanya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan dan banyak tantangan (Wawan, 2010, p.17) Pada masa modern seperti saat ini, sebagian ibu muda merasa enggan menuyusui anaknya. Sebenarnya gejala tersebut sudah membudaya sejak lama. Ada beberapa faktor yang membuat sebagian ibu muda tidak memyusui anaknya salah

41

satunya adalah sebagian besar para ibu yang aktif bekerja dikantor sehingga menyita waktu (Prasetyono, 2009, p.11-13) Secara ideal setiap tempat kerja yang memperkerjakan perempuan hendaknya memiliki ”tempat penitipan bayi/anak”. Dengan demikian ibu dapat membawa bayinya ketempat kerja dan dapat menyusui setiap beberapa jam. Namun, bila tidak memungkinkan, karena tempat kerja jauh dari rumah, tidak memiliki kendaraan pribadi, tidak ada mobil jemputan dari kantor atau lingkungan tempat kerja kurang sehat untuk bayi maka ada cara lain yang juga mudah. Berikan ASI perah/pompa pada bayi saat ibu bekerja. Untuk itu diperlukan fasilitas dan peraturanperaturan perusahaan yang memungkinkan seorang ibu tetap dapat memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan, misalnya dengan menyediakan ruangan untuk memerah ASI yang memadai, memberi izin dan waktu untuk memerah ASI, dan cuti hamil yang lebih fleksibel (Utami, 2001, p.38) Menurut penelitian Devi Febrianti 2010, ibu menyusui yang memiliki pengetahuan baik sebagian besar pada ibu yang bekerja. Upaya yang diberikan kepada ibu yang bekerja yaitu dengan memberikan KIE tentang teknik menyusui yang benar dan memberikan leaflet sehingga dapat mempelajari di rumah atau dibaca sebagai sumber informasi agar ibu dapat lebih mengerti

42

tentang manfaat menyusui dan dapat mempraktikan bagaimana menyusui yang benar meskipun ibu bekerja. c) Umur Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Pada umur 20-35 tahun merupakan usia yang baik dan reproduktif untuk terjadinya kehamilan dan persalinan karena organ reproduksi paling sehat adalah pada masa ini. Dapat disimpulkan bahwa umur seseorang mempengaruhi pola pikir dari masing masing responden, karena semakin tua usia ibu maka semakin banyak pola pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya. 2) Faktor eksternal a) Faktor lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia

dan

pengaruhnya dapat

mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan, 2010) Di daerah pedesaan, pada umumnya ibu menyusui bayi mereka, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kebiasaan yang kurang baik, seperti pemberian makanan pralaktal yaitu pemberian makanan atau minuman pengganti ASI apabila

43

ASI belum keluar pada hari pertama setelah kelahiran (Departemen Kesehatan RI, 2005,p.1) b) Sosial budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

44

B. Kerangka Teori Faktor presdiposisi -

Pengetahuan

-

Tingkat pendidikan

-

Sikap

-

Tradisi

Faktor pendukung: - Sarana dan prasarana - Fasilitas kesehatan

Perilaku kesehatan

- Praktik

Faktor penguat: - Sikap tokoh masyarakat - Sikap tenaga kesehatan - Keluarga

Gambar 1.2 Skema kerangka teori Sumber : Modifikasi dari Lawrence Green, Notoatmodjo (2005)

45

C. Kerangka konsep Karakteristik : -

Pendidikan

-

Umur

-

Pekerjaan

Pengetahuan

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

Praktik menyusui