BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.id

Program pengendalian infeksi bisa dapat efektif jika ... Alur proses kerja CSSD meliputi pengumpulan, pembersihan, penge...

33 downloads 274 Views 25KB Size
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu mata rantai pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat penyembuhan dan pemulihan penderita. Perkembangan global yang terjadi dewasa ini, berdampak pula terhadap dunia perumah sakitan. Persaingan antar rumah sakit dan terbukanya AFTA dari tahun 2003 sampai pada saat sekarang ini, membuat semua rumah sakit berusaha meningkatkan mutu pelayanannya untuk menjaring konsumen sebanyak – banyaknya di Indonesia. Sehingga peningkatan mutu layanan merupakan suatu kebutuhan yang mendesak bagi rumah sakit dan setiap unit layanan di rumah sakit terus menerus dipacu untuk memperbaiki mutu layanannya. Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan wajib berupaya untuk mencegah risiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit (Dirjen Yanmed, 2009). Seiring dengan peningkatan pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakat mulai berubah. Masyarakat mulai menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu, termasuk juga pelayanan kesehatan ini. Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, maka fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam Rumah Sakit secara bertahap perlu terus ditingkatkan, agar menjadi lebih efektif dan efisien, serta memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat (Mulyadi, 2007). Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pengetahuan, maka peningkatan sumber daya manusia menjadi tuntutan masyarakat, sehingga kinerja pelayanan dapat diandalkan, bermutu dan berorentasi kepada pelanggan yang dapat memberikan kepuasan pasien. Tata cara penyelenggaraanya harus juga sesuai dengan standar kode etik yang telah ditetapkan (Azwar, 2010).

2

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah sakit. Ada lebih kurang 1,7 juta infeksi yang mengakibatkan 99.000 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat, sehingga kesehatan terkait infeksi penyebab utama keempat kematian (Klevens, et al 2002). Pencegahan Infeksi merupakan tanggung jawab semua individu dan penyelenggara kesehatan. Setiap orang harus bisa bekerja sama untuk mengurangi risiko infeksi di rumah sakit. Program pengendalian infeksi bisa dapat efektif jika kita semua bertindak secara komprehensif dan meliputi kegiatan pengawasan dan pencegahan, serta pelatihan staf rumah sakit. NICE memperbaharui pedoman mengenai infeksi kontrol di pelayanan kesehatan, yang awalnya di lakukan penelitian tahun 2003. Panduan terbaru mengatakan bahwa setiap tenaga kesehatan harus melakukan tindakan dekontaminasi segera setelah melakukan pemeriksaan atau tindakan kesehatan sebelum melakukan kontak dengan pasien selanjutnya, dan sekarang menjadi suatu keharusan termasuk tindakan aseptic (NICE, 2012). Kunci utama dari sebuah pencegahan infeksi yang efektif adalah melindungi pasien dari penularan penyakit menular dan dari kondisi yang disebabkan oleh perawatan yang diterima di rumah sakit. Serta mencegah penyakit menular kepada petugas kesehatan merupakan aspek penting lainnya dalam pengendalian infeksi. Untuk mencapai keberhasilan itu maka perlu dilakukan pencegahan dan pengendalian yang efektif di rumah sakit. Central Sterile Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Sterilisasi adalah unit layanan yang sangat strategis dalam upaya pencegahan infeksi. CSSD adalah tempat dimana dilaksanakan proses sterilisasi dalam upaya pencegahan infeksi, penerimaan dan pendistribusian semua alat / instrumen yang memerlukan kondisi steril untuk kegiatan klinisi kedokteran dan lain – lain. Oleh karena itu layanan harus dijalankan sesuai standar dan mutu yang telah ditetapkan, sehingga didapat outcome rumah sakit yang bermutu tinggi (Hidayat, 2003 cit. Rijadi, 2002)

3

Instalasi pusat sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi. Instalasi pusat sterilisasi sangat bergantung pada unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik, unsur penunjang medik, maupun instalasi antaralain perlengkapan, rumah tangga, pemeliharaan sarana rumah sakit, sanitasi dan lain – lain. Apabila terjadi hambatan pada salah satu sub unit diatas maka pada akhirnya akan mengganggu proses dan hasil sterilisasi (Depkes, 2009). Kesalahan pada sterilisasi dapat mengakibatkan bencana dan konsekuensi beban ekonomi (cit, CDC, 1998). Kualitas produk yang disterilkan harus dinilai dengan indikator kualitas tertentu. Ini harus mencakup tidak hanya produk, tapi juga struktur dan proses kerja di CSSD. Struktur organisasi instalasi pusat sterilisasi dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi (dalam jabatan fungsional) dan bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur Penunjang Medik. Kepala Instalasi dibantu sekurang – kurangnya oleh penanggung jawab administrasi, sub instalasi dekontaminasi, sub sterilisasi dan sub produksi, sub instalasi pengawasan Mutu, pemeliharaan sarana & peralatan K3 dan diklat serta sub instalasi distribusi. Alur proses kerja CSSD meliputi

pengumpulan,

pembersihan,

pengeringan,

pemilihan,

pengemasan/penyusunan, sterilisasi/selesai, penyimpanan dan distribusi. Rumah sakit merupakan tempat kegiatan yang sangat kompleks, rumah sakit adalah tempat yang padat modal karena membutuhkan biaya yang besar dalam pengelolaannya. Padat teknologi karena di rumah sakit terdapat peralatan – peralatan canggih untuk mendiagnosis penyakit, padat karya karena memerlukan banyak tenaga kerja dengan keahlian khusus. Dalam operasional kegiatan pelayan medis rumah sakit memerlukan banyak peralatan dan peralatan tersebut mutlak diperlukan dalam keadaan steril, dan dalam pemeliharaannya memerlukan sumber daya manusia yang memahami teknik sterilisasi yang benar, selain itu juga diperlukan lahan tempat untuk melakukan kegiatan sterilisasi yang memadai. Bila ditinjau dari besarnya jumlah alat dan bahan yang harus disterilkan di rumah sakit, maka rumah sakit dianjurkan untuk mempunyai suatu instalasi pusat sterilisasi

4

tersendiri dan mandiri. Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang

meliputi perencanaan,

pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan, serta monitoring dan evaluasi. Untuk itu agar dapat dilakukan dan diterapkan di rumah sakit di seluruh Indonesia, pemerintah yang diwakilkan oleh Kemenkes mengeluarkan dan menetapkan suatu pedoman tentang penerapan CSSD di Indonesia dengan baik dan benar. Sementara belum diketahui sejauh mana rumah sakit yang ada di Indonesia sudah menerapkan pedoman tersebut. Pada tahun 2010 Departemen Kesehatan RI, mengeluarkan Permenkes no 340 tentang klasifikasi rumah sakit, menyatakan bahwa rumah sakit tipe A dan B di wajibkan memiliki unit sterilisasi yang lengkap dan benar menurut pedoman dan standar penyelenggaraan CSSD di rumah sakit. Berdasarkan pedoman dan standar yang dibuat, yang merupakan salah satu instalasi yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada direktur / wakil direktur rumah sakit. Instalasi pusat sterilisasi ini bertugas untuk memberikan pelayanan terhadap semua kebutuhan kondisi steril atau bebas dari semua mikroorganisme secara tepat dan cepat. Untuk melaksanakan tugas sterilisasi alat atau bahan secara profesional diperlukan pengetahuan dan keterampilan tertentu oleh perawat, apoteker ataupun tenaga non medik yang berpengalaman dibidang sterilisasi. Data rumah sakit tipe A dan B di DKI Jakarta sebanyak 26 rumah sakit, tipe A sebanyak 6 buah rumah sakit dan tipe B sebanyak 20 buah rumah sakit (Persi, 2009). Rumah Sakit Pertamina Pusat (RSPP) merupakan rumah sakit dengan penyelenggaraan dan pengelolaan instalasi sterilisasi yang sudah sesuai dengan pedoman instalasi pusat sterilisasi rumah sakit (Hidayat, 2008). Rumah sakit Fatmawati merupakan rumah sakit yang sedang dan terus mengembangkan mutu pelayanan di rumah sakitnya, salah satunya dengan memajukan dan mengembangkan unit sterilisasi pusatnya menjadi unit sterilisasi yang sesuai dengan pedoman depkes.

5

B. Perumusan Masalah Bagaimana penerapan CSSD di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta dan RSUP Fatmawati Jakarta?

C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Untuk mengevaluasi pengelolaan CSSD yang mempengaruhi

mutu

pelayanan sterilisasi di Rumah Sakit Pertamina Pusat Jakarta dan Rumah sakit Fatmawati Jakarta pada tahun 2011. Tujuan Khusus : 1. Mengetahui gambaran pengelolaan kebijakannya,

instalasi

pusat

sterilisasi dan

pengembangan SDM, kepatuhan terhadap peraturan

manajemen CSSD serta pelaksanaan di Rumah Sakit. 2. Mengidentifikasi komponen dan masalah instalasi pusat sterilisasi di RS Pusat Pertamina dan RSUP Fatmawati. 3. Mengetahui mutu pelayanan di CSSD berdasarkan penerapan pedoman instalasi pusat sterilisasi kemenkes.

D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai penerapan ilmu yang telah dipelajari secara terintegrasi dan komprehensif. 2. Sebagai acuan pengelolaan dan pembangunan CSSD Rumah Sakit. 3. Menambah pengetahuan untuk tenaga kesehatan di bidang sterilisasi dan untuk memperbaharui pengetahuan tenaga sterilisasi tentang pengelolaan CSSD Rumah Sakit.

E. Keaslian Penelitian

Pada lingkungan Magister Manajemen Rumah Sakit UGM belum pernah dilakukan penelitian mengenai Evaluasi Penerapan CSSD di Rumah Sakit Terhadap Pedoman Depkes.

6

Di negara lain terdapat beberapa penelitian yang hampir sama, 1. Penelitian berupa literatur review yang dilakukan oleh Sangthong,et al (2005). Dengan judul Development of Quality Indicators for Sterilization Practices of the Central Sterile Supply Department. Penelitian ini tentang meningkatkan kualitas indikator penilaian, dilakukan pada saat tahun 2003 – 2004. 2. Penelitian berupa artikel penelitian yang dilakukan oleh Klevens, dkk., (2002). Dengan judul Estimating Health Care-Associated Infections and Deaths in U.S. Hospitals, 2002. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan perkiraan jumlah infeksi kesehatan terkait (HAI) dan kematian di rumah sakit Amerika Serikat. 3. Penelitian berupa jurnal penelitian yang dilakukan oleh Chaubey, (2005). Dengan judul Estimation of Sterilization Capacity in Superspecialty Tertiary Care Hospital in South East Asia Region. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas sterilisasi untuk menekan angka infeksi di beberapa rumah sakit di Asia Tenggara.