POPULASI KUNCI: KUNCI - aidsindonesia.or.id

Salah satu faktor penting yang menyebabkan populasi kunci rentan tertular adalah ... populasi kunci yang telah mencapai...

5 downloads 474 Views 3MB Size
LAPORAN LAPORAN KPA KPANASIONAL NASIONAL JANUARI-MARET 2009 JANUARI-MARET 2009

POPULASI KUNCI:

KUNCI

PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

Sekretariat KPA Nasional Menara Eksekutif Lt. 9 Jl. M.H. Thamrin Kav. 9 Jakarta Pusat Telp. (021) 3901758 Fax. (021) 3902665 www.aidsindonesia.or.id

PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Laporan KPA Nasional periode Januari-Maret 2009 telah diselesaikan. Penyusunan laporan ini bertujuan memberikan informasi mengenai perkembangan epidemi HIV di Indonesia dan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang telah dilakukan pada periode ini. Tema laporan kali ini adalah “Populasi Kunci sebagai Kunci Penanggulangan HIV dan AIDS”. Secara umum epidemi HIV di Indonesia terkonsentrasi pada populasi kunci, dimana areaarea geografisnya sudah pula teridentifikasi. Populasi kunci tersebut adalah kelompok Pelanggan Wanita Pekerja Seks (WPS), WPS, Pengguna Napza Suntik (Penasun), Lakilaki Seks dengan Laki-laki (LSL), dan Waria. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku populasi kunci yang menyebabkan mereka berisiko untuk tertular dan menularkan HIV kepada orang lain. Dalam laporan periode ini, disampaikan pula berbagai agenda kerja terkait perumusan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS, pertemuan kooordinasi, dan pelatihanpelatihan di lingkungan sektor. Kami ucapkan terima kasih atas partisipasi berbagai sektor yang terlibat dalam memberikan informasi penanggulangan HIV dan AIDS yang terjadi di masing-masing tempat. Informasi yang kami sajikan adalah laporan sektor yang masuk ke Sekretariat KPA Nasional pada periode penulisan laporan ini. Harapan ke depan akan lebih banyak lagi sektor yang memberikan laporan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS. Kritik, masukan dan saran dengan senang hati kami terima sebagai bahan perbaikan di masa mendatang. Kami mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam laporan ini. Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berupaya keras bersamasama menanggulangi epidemi HIV di Indonesia.

Sekretaris KPA Nasional

Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH.

I

DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF

I II III

Populasi Kunci sebagai Kunci Gambaran Populasi Kunci di Indonesia Berdasarkan Surveilans Terpadu Biologis Perilaku HIV atau IMS (STBP) 2007

1

Pelaksanaan Kegiatan KPA Nasional A.Pengembangan Kebijakan ! Perumusan Kebijakan Perencanaan Penanggulangan HIV dan AIDS Sektor untuk Rancangan RPJMN 2010-2014

5 5 5

B.Penetapan Langkah Strategis ! High Level Multi Stakeholder Dialogue on HIV Prevention, Treatment, Care, and Support for Migrants in The ASEAN Region ! Regional Technical Meeting on Responding to the Feminization of AIDS ! Pertemuan Kelompok Kerja (Pokja) Gender dan HAM ! Pertemuan Tim Pelaksana

5

C.Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan ! Pertemuan Persiapan Implementasi GF ATM Ronde 8 ! Pengembangan Jaringan Populasi Kunci

8 8 9

D.Penyebarluasan Informasi ! Penyebaran Informasi melalui Pusat Informasi AIDS Nasional (PIAN) ! Pelatihan Radio dan Newsletter Komunitas

11 11 12

1

5 6 6 7

E.Kerja Sama Internasional dan Regional ! Donor Conference on Harm Reduction ! Bantuan Pemerintah Australia bagi DKI Jakarta ! Launch of Pacific Friends of The Global Fund ! Perkembangan ICAAP IX hingga Maret 2009 ! Pertemuan The Steering Committee (ISC) of The Indonesian Partnership Fund for HIV and AIDS (IPF)

12 12 13 13 14 15

F.Mengendalikan, Memantau, dan Mengevaluasi ! Pengkajian Distribusi Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) ! Pengkajian Sistem Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan HIV dan AIDS ! Finalisasi Agenda dan Pedoman Nasional Penelitian HIV dan AIDS

16 16 16 17

G.Pengarahan kepada KPA Daerah ! Kegiatan KPA di Daerah ! Program Akselerasi Khusus di Tiga Provinsi

17 17 18

H.Pengembangan Sekretariat KPA Nasional

19

PELAKSANAAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS OLEH SEKTOR

20

II

RINGKASAN EKSEKUTIF

Tingkat epidemi HIV di Indonesia secara umum adalah ‘terkonsentrasi’, dimana prevalensi HIV di kalangan populasi kunci melebihi 5%. Populasi kunci meliputi Pelanggan Wanita Pekerja Seks (WPS), WPS, Pengguna napza suntik (Penasun), Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), Waria, dan Gay. Epidemi HIV berkembang lebih lanjut di Tanah Papua sampai pada tingkat ‘generalized’, dimana prevalensi HIV di populasi umum lebih dari 1%. Tepatnya prevalensi HIV di populasi umum Tanah Papua adalah sebesar 2,4% (STBP 2007). Salah satu faktor penting yang menyebabkan populasi kunci rentan tertular adalah perilaku seks berisiko. Hasil Surveilans Terpadu Biologis Perilaku HIV atau IMS (STBP) 2007 menunjukkan bahwa angka pemakaian kondom pada populasi kunci tersebut masih rendah. Selain itu, tingkat pengetahuan terhadap HIV dan AIDS serta Infeksi Menular Seksual (IMS) belum memadai. Menghadapi kondisi demikian telah dikembangkan upaya strategik yang komprehensif dan terpadu. Rencana Aksi Nasional (RAN) 2007-2010 telah menetapkan populasi kunci sebagai fokus penanggulangan HIV dan AIDS. Ternyata, capaian program pun telah meningkat sebagaimana tercantum dalam laporan tahun 2008. Hasilnya adalah terdapat populasi kunci yang telah mencapai target dan ada pula yang belum. Inilah yang menjadi tantangan upaya penanggulangan HIV dan AIDS ke depan, meningkatkan terus cakupan dan yang lebih penting lagi efektivitas program. Pada Desember 2008 telah dilakukan Pertemuan Nasional Jaringan Populasi Kunci untuk menentukan peran populasi kunci dalam strategi penanggulangan HIV dan AIDS. Pada pertemuan tersebut masing-masing jaringan memberikan rekomendasi. Sinergi ini nantinya akan menjawab tantangan yang dihadapi populasi kunci.

III

Populasi Kunci sebagai Kunci Hingga 31 Maret 2009 data Depkes menyebutkan jumlah kumulatif pasien AIDS yang dilaporkan sebesar 16.964 orang dan HIV 6.668 orang. Penularan melalui heteroseksual merupakan penyebaran HIV tertinggi (48%) yang kemudian diikuti oleh penggunaan napza suntik (42%) dan homoseksual (4%).

Grafik 1: Kumulatif Pasien AIDS Hingga 31 Maret 2009 (Sumber: Depkes, 2009)

Secara umum, epidemi HIV di Indonesia telah mencapai tahap terkonsentrasi dengan prevalensi HIV >5% di kalangan populasi kunci. Populasi kunci meliputi Pelanggan Wanita Pekerja Seks (WPS), WPS, Pengguna napza suntik (Penasun), Waria, dan Lakilaki yang Seks dengan Laki-laki (LSL). Gambaran Populasi Kunci di Indonesia Berdasarkan Surveilans Terpadu Biologis Perilaku HIV atau IMS (STBP) 2007

! Pelanggan Wanita Pekerja Seks (WPS) lEstimasi jumlah Pelanggan WPS, baik Pelanggan WPS Langsung dan WPS Tidak Langsung, tahun 2006 di Indonesia adalah 2.342.660-3.981.180 orang.

lBerdasarkan geografis, prevalensi klamidia pada kelompok pria berisiko khususnya di Papua cukup rendah sementara prevalensi sifilis relatif lebih tinggi. Hanya sedikit dari mereka yang memanfaatkan layanan IMS. Hanya 63% pekerja pelabuhan di Papua yang berobat IMS di layanan kesehatan umum. Sebagian besar memilih mengobati sendiri atau tidak berobat sama sekali dengan jumlah 52-71%. lPenggunaan kondom secara konsisten pada pria berisiko sangat rendah, baik dengan WPS maupun pasangan seks kasual (hubungan seks tanpa imbalan). Angkanya berada pada kisaran 7-21% pada kelompok pekerja di luar Papua dan 37-46% di Papua. Sebagian besar dari mereka tidak mengetahui bahwa kondom dapat mengurangi penularan HIV dengan kisaran 36-55% di antara mereka yang mengetahui.

1

! WPS l Estimasi tahun 2006 menyebutkan terdapat 94.840-161.460 WPS Langsung dan 69.240-116.700 WPS Tidak Langsung di Indonesia. l Antara 6-16% WPS Langsung dan 2-9% WPS Tidak Langsung telah terinfeksi HIV. Sebagian besar WPS terinfeksi pada enam bulan pertama menjajakan seks. l Pemakaian kondom konsisten pada WPS tahun 2007 masih rendah dan tidak menunjukkan adanya peningkatan selama periode 2002-2007. Pada WPS Langsung menunjukkan antara 2-38% dan 24-45% WPS Tidak Langsung yang menggunakan kondom konsisten. Kerusakan kondom pun dialami dengan besaran 8-28% pada WPS Langsung dan 6-19% pada WPS Tidak Langsung.

! Pengguna Napza Suntik (Penasun) l Estimasi tahun 2006 menyebutkan jumlah Penasun di Indonesia sebanyak 190.460247.800 Penasun.

l Penasun melakukan seks dengan banyak pasangan termasuk pasangan tetap sebesar 38-59%, pasangan tidak tetap sebesar 20-60%, dan WPS sebesar 9-54%. Terdapat pula yang melaporkan telah menjual seks dengan jumlah 19% penasun perempuan dan 3% penasun laki-laki. l Hubungan seks tanpa kondom adalah hal yang biasa pada Penasun. Hasil penelitian di lima kota menunjukkan sekitar 82-95% Penasun berhubungan seks tanpa kondom.

! Waria l Estimasi jumlah Waria pada tahun 2006 adalah 20.960-35.300 orang di Indonesia. l Pemakaian kondom konsisten pada seks anal pada Waria tetap tidak memadai yakni sebesar 13% di Jakarta dan 48% di Bandung. lTingkat pengetahuan mengenai tindakan pencegahan terhadap penularan HIV dan IMS menunjukkan tingkat sedang hingga tinggi di empat dari lima kota, sedangkan pengetahuan mengenai HIV dan IMS cenderung dangkal. 90% Waria di empat kota mengetahui bahwa kondom melindungi mereka dari infeksi HIV, 80% mengetahui bahwa tindakan mengurangi jumlah pasangan seksual dapat mengurangi risiko infeksi, dan 63-79% mengetahui bahwa seks anal mempunyai risiko lebih tinggi terinfeksi HIV, sedangkan di Jakarta pengetahuan mengenai tindakan pencegahan jauh lebih rendah.

! Laki-laki Seks dengan Laki-laki (LSL) l Estimasi jumlah LSL tahun 2006 adalah 384.320-1.149.270 orang. Pengumpulan data perilaku LSL diperoleh dari enam kota, yakni Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Malang. Sedangkan data biologis diperoleh di tiga kota, yakni Jakarta, Bandung, dan Surabaya. l Pemakaian kondom secara konsisten masih tetap rendah. 60% LSL memakai kondom dengan pasangan laki-laki, sedangkan dengan pasangan perempuan angka ini lebih rendah lagi, yakni 32% dengan perempuan kasual. Sedangkan kondom konsisten adalah 30% dengan pasangan laki-laki komersial dan kasual. Pada pasangan perempuan, pemakaian kondom konsisten berkisar 11% dengan pasangan kasual dan 18% saat menjual seks. l Tingkat pengetahuan tentang cara pencegahan penularan HIV dan IMS angka secara seksual adalah menengah hingga tinggi di enam kota, sementara pengetahuan keseluruhannya lebih rendah. Lebih dari 80% LSL di enam kota mengetahui bahwa kondom dapat melindungi dari penularan HIV dan IMS dan 63-87% mengetahui bahwa risiko tertular HIV dan IMS dapat diturunkan dengan mengurangi jumlah pasangan seks.

2

Rencana Aksi Nasional (RAN) 2007-2010 Program penanggulangan HIV dan AIDS difokuskan pada populasi kunci dengan target sebagai berikut: (1) 80% populasi paling berisiko terjangkau oleh program pencegahan yang komprehensif. (2) Perubahan perilaku pada 60% populasi kunci. (3) Semua ODHA yang memenuhi syarat menerima pengobatan ARV dan perawatan, dukungan, serta pengobatan sesuai kebutuhan. (4) Lingkungan yang memberdayakan, yaitu masyarakat sipil berperan aktif dalam penghapusan stigma dan diskriminasi. (5) Sumber-sumber daya dan dana baik domestik dan internasional memenuhi estimasi kebutuhan pada tahun 2008. (6) 60% Ibu hamil HIV positif menerima ARV profilaksis. (7) Yatim piatu dan anak terlantar menerima paket dukungan. (8) Berkurangnya infeksi baru sebanyak 50% atau terdapat sejumlah 35.000 infeksi baru dibandingkan dengan proyeksi sejumlah 70.000 infeksi baru pada tahun 2010 apabila cakupan program masih sama dengan saat ini.

Skenario program intervensi sampai dengan tahun 2020:

Grafik 2: Pemodelan Trend Epidemi HIV dengan Beberapa Cakupan Program hingga 2020

3

Sementara ini, capaian program pada populasi kunci sampai akhir 2008 digambarkan sebagai berikut:

Grafik 3: Capaian dan Target 2008 per Populasi Kunci (Sumber: KPA Nasional, 2008)

Apabila dilihat antara target dan capaian pada masing-masing populasi kunci, nampak bahwa pada beberapa populasi masih terdapat kesenjangan, yakni pada Penasun, WBP, WPS, dan Pelanggan. Sementara pada Waria dan LSL capaiannya telah melebihi target. Secara umum telah terdapat tanda-tanda peningkatan capaian sekalipun belum sepenuhnya tercapai. Ke depan, peningkatan kualitas program perlu dinilai dan dijaga betul demi pencapaian perubahan perilaku populasi kunci.

Unjuk Kerja Jaringan Populasi Kunci Pada 16-19 Desember 2008 telah diadakan Pertemuan Jaringan Populasi Kunci di Hotel Batavia Jakarta dan masing-masing jaringan memberikan rekomendasi: 1. Gay Waria dan LSL Lain Indonesia (GWL-Ina) merekomendasikan agar jaringan lebih berfungsi sebagai pusat komunikasi antar lembaga dan aktivis HIV dan AIDS di tingkat nasional dan internasional, menjadi pusat informasi, dapat menjalankan fungsi advokasi, dan dapat mengembangkan manajemen yang baik. 2. Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) merekomendasikan konsep organisasi yang harus diperbaiki dan adanya manajemen organisasi yang disempurnakan. 3.Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) merekomendasikan dikembangkannya strategi advokasi bersama mengenai penyediaan layanan kesehatan, kampanye bersama mengenai HAM, dan mengadakan Pertemuan Nasional untuk menghasilkan deklarasi “Pemenuhan Hak Asasi Manusia terutama Hak Kesehatan”. 4. Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia (JOTHI) merekomendasikan adanya upaya efisiensi, demokrasi, dan transparansi sistem koordinasi penanggulangan HIV dan AIDS, memastikan pelibatan orang yang terinfeksi HIV dan kelompok kunci, dan menyatukan penerapan strategi dan kemitraan yang bersifat adil, setara, dan bertanggung jawab. 5. Organisasi Pekerja Seks Indonesia (OPSI) merekomendasikan untuk diselenggarakannya konferensi nasional bagi kelompok marginal.

4

PELAKSANAAN KEGIATAN KPA NASIONAL A. Pengembangan Kebijakan ! Perumusan Kebijakan Perencanaan Penanggulangan HIV dan AIDS Sektor untuk Rancangan RPJMN 2010-2014 Salah satu agenda kerja Forum Perencanaan dan Penganggaran Penanggulangan HIV dan AIDS adalah finalisasi perumusan kebijakan perencanaan penanggulangan HIV dan AIDS untuk diintegrasikan dalam rancangan RPJMN 2010-2014. Prosesnya melibatkan seluruh sektor yang dipimpin oleh Bappenas. Pertemuan tersebut dihadiri 18 sektor. Agenda pertemuan antara lain arahan dari Bappenas dan KPA Nasional, penyampaian usulan kebijakan perencanaan oleh masing-masing sektor, pembahasan oleh tim perumus dan direktorat terkait di Bappenas, rekomendasi, dan rencana tindak lanjut. Sebagai rencana tindak lanjut, seluruh kementrian lembaga melakukan revisi matriks kebijakan yang telah diusulkan sesuai dengan masukan dan arahan direktorat terkait di Bappenas. Matriks revisi dari kementrian lembaga dikirim paling lambat 27 Maret 2009 kepada Tim Teknis Forum. Selanjutnya akan dilakukan kompilasi dan hasilnya akan disampaikan kepada tim Bappenas dan akan Gambar 1: Lokakarya Nasional Perencanaan pada 26 Februari 2009 di Bappenas

disampaikan kepada direktorat terkait di Bappenas pada awal April 2009.

B. Penetapan Langkah Strategis ! High Level Multi Stakeholder Dialogue on HIV Prevention, Treatment, Care, and Support for Migrants in The ASEAN Region Krisis keuangan global berdampak pula pada meningkatnya jumlah buruh migran di Asia Tenggara. Salah satu masalah yang muncul adalah rentannya buruh migran terhadap penularan HIV. Terdapat fakta bahwa di negara-negara ASEAN program penanggulangan HIV dan AIDS bagi buruh migran dirasa kurang. Hal inilah yang melatarbelakangi pertemuan tingkat tinggi pada 12-13 Februari 2009 di Bangkok, Thailand. Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan dari Departemen Luar Negeri, Kesehatan, dan Perburuhan dari 10 negara-negara anggota ASEAN, Civil Society Organization (CSO), badan-badan PBB, dan Sekretariat ASEAN. Peserta dari Indonesia diwakili oleh Ben Perkasa Drajat (Departemen Luar Negeri), Rooswati (Depnaker), Dyah Mustikawati (Depkes), Thaufik Zulbahary (Solidaritas Perempuan), Halik Sidik (KPA Nasional), dan Vera Hakim (UNDP).

5

Gambar 3: High Level Meeting di Bangkok

Tim Indonesia menetapkan tiga agenda utama sebagai rekomendasi: 1. Memperkuat sistem edukasi, komunikasi, dan penyampaian informasi kepada pekerja migran melalui saluran yang ada dalam pre-departure system. 2. Memperbaiki sistem rujukan layanan VCT dan CST serta keterhubungan antara kedua layanan tersebut untuk pekerja migran.

3. Meningkatkan peran KBRI maupun Atase Tenaga Kerja di negara tujuan dalam memberikan informasi dan layanan terkait penanggulangan AIDS melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penetapan mekanisme kerja, dan jejaring dengan stakeholder terkait di dunia tujuan. ! Regional Technical Meeting on Responding to the Feminization of AIDS Adanya konstruksi sosial di masyarakat berdampak pada penanggulangan HIV dan AIDS yang belum sepenuhnya sensitif gender. Hal ini menimbulkan rendahnya posisi tawar perempuan yang pada akhirnya perempuan rentan tertular HIV. Menjawab hal tersebut, bertempat di Bangkok tanggal 18-20 Februari 2009 diadakanlah pertemuan yang dihadiri perwakilan Indonesia, yaitu Ashley Heslop (UNAIDS), Geni Floribunda Achnas (Uplift International), dan I Gusti Ngurah Wahyunda (IKON Bali). Hal-hal yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut menyangkut hal teknis isu gender, isu di masing-masing wilayah, dan metodologi penelitian sebagai upaya menghasilkan program-program yang berbasis evidence. Hasil pertemuan tersebut adalah rekomendasi advokasi mengenai feminisasi AIDS kepada stakeholder. ! Pertemuan Kelompok Kerja (Pokja) Gender dan HAM Pemahaman mengenai gender dan HAM masih dirasa kurang sehingga menghambat upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Banyak perempuan yang telah terinfeksi HIV namun tidak memiliki informasi HIV dan AIDS yang cukup. Sehingga diperlukan intervensi yang intensif mengingat belum nampaknya perubahan yang signifikan. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah pendekatan kultural dengan melibatkan laki-laki dalam tanggung jawab tersebut. Inilah latar belakang pertemuan pada 10 Februari 2009 di Sekretariat KPA Nasional dalam rangka pembentukan Pokja Gender dan HAM. Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari POLRI, PKBI, BNN, UNFPA, WHO, HCPI, KPI, IPPI, JOTHI, dan Depkumham.

6

Hasil dari pertemuan tersebut adalah adanya draft Keputusan Ketua KPA Nasional tentang Pembentukan Kelompok Kerja Gender dan HAM untuk Penanggulangan HIV dan AIDS. Selain itu, dirumuskan pula tugas pokja tersebut yaitu membantu KPA Nasional dalam merumuskan kebijakan, mengembangkan program, menggerakkan sektor, daerah, profesional, dan masyarakat sipil, serta memberikan bantuan teknis dan advokasi mengenai gender dan HAM kepada pemangku kepentingan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Bersama dengan pokja penelitian mengusulkan kajian-kajian dan mempertimbangkan hasilnya sebagai masukan untuk merumuskan kebijakan. ! Pertemuan Tim Pelaksana Bertempat di ruang pertemuan Menegpora, pada 21 Januari 2009 telah diadakan pertemuan tim pelaksana. Agenda yang dibahas dalam pertemuan tersebut meliputi ulasan status kesepakatan pertemuan yang lalu oleh Dr. Kemal Siregar. Dilanjutkan dengan laporan pelaksanaan Hari AIDS Sedunia 2008 oleh DR.M.Budi Setiawan (Deputi II Kemenegpora), presentasi Kapusdokkes POLRI oleh Armita (Kabid Pelayanan Kesehatan), Informasi tentang GF Ronde 8 oleh Dr. Fonny (Deputi Program KPA Nasional), perencanaan laporan UNGASS dan Review STRANAS dan RAN 2010-2014 oleh Dr. Kemal Siregar, dan diakhiri dengan peluncuran website KPA Nasional terbaru oleh Otniel Aldi (Pusat Informasi AIDS Nasional).

Gambar 4: Pertemuan Tim Pelaksana Maret 2009

-

-

Kesepakatan tim pelaksana adalah sebagai berikut: - Kerja sama dan Agenda Kerja dengan KORPRI yang akan ditindaklanjuti dengan Direktorat Dirjen PMD Depdagri. - Dephan diusulkan menjadi leading sector pada peringatan HAS 2009 dan akan ditindaklanjuti dengan penerbitan surat resmi dari Menkokesra.

Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi (SKD) Depkominfo bersama Sekretariat KPA Nasional untuk merancang strategi kampanye penanggulangan AIDS. Sosialisasi Permenkokesra No.2 Tahun 2007 mengenai ratifikasi HAM internasional di lingkungan POLRI hingga semua level. Pelibatan Dirjen Administrasi Kependudukan Depdagri dan BPS.

Pertemuan Tim Pelaksana dilakukan kembali pada 25 Maret 2009 sebagai hasil dari usulan pada pertemuan sebelumnya. Pertemuan dilaksanakan di Ditkuathan Dephan dengan agenda pertemuan meliputi: penetapan leading sector untuk HAS 2009, laporan kegiatan KPA Nasional selama tahun 2008, persiapan ICAAP 9, laporan kegiatan TNI/POLRI, laporan kegiatan JOTHI, dan terakhir ditutup dengan pembacaan kesepakatan hasil pertemuan.

7

Kesepakatan pertemuan tim pelaksana adalah sebagai berikut: - Jadwal pertemuan tim pelaksana kembali seperti semula, yakni tiap tiga bulan sekali. Apabila terdapat pertemuan yang sifatnya lebih intensif dan teknis, akan dilakukan pada pertemuan pokja. Pertemuan lanjutan akan dilakukan pada 22 Juli 2009 dan bertempat di Depnakertrans.

- Kesepakatan sementara terkait dengan HAS 2009 yakni Dephan akan menjadi wakil ketua, sedangkan untuk leading sector diusulkan dari Depnakertrans. - Penyusunan buku Petunjuk Penanggulangan AIDS di Lingkungan POLRI (termasuk untuk Polmas) akan dilakukan secara bertahap mengingat besarnya dana yang dibutuhkan. Sebagai penanggung jawab kegiatan adalah Bapak Haryanto. - Akan dibentuk perumus rekomendasi yang beranggotakan JOTHI, PKNI, KPA Nasional, dan BNN untuk menyikapi amandemen UU Narkotika dan Psikotropika No.22 dan No.5 tahun 1997, serta surat edaran yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA). - Usulan paparan pada pertemuan berikutnya adalah dari Depkominfo, Yayasan Spiritia, dan Forum Perencanaan dan Penganggaran (Bappenas). C. Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan ! Pertemuan Persiapan Implementasi GF ATM Ronde 8 KPA Nasional bersama dengan Depkes dan PKBI selaku Pengelola Dana Hibah Utama (Principle Recipient) Ronde 8 melakukan pertemuan dengan tim provinsi dan kabupaten/kota, khususnya di 12 provinsi sebagai calon sub recipient dan sub sub recipient. Pertemuan tersebut dilaksanakan di empat regional, yaitu Papua, DKI Jakarta, Surabaya, dan Batam. Pertemuan diadakan pada 31 Maret - 4 April 2009 dengan tujuan utama memperkuat pengelolaan dana dukungan GF Ronde 8. Pertemuan di setiap regional dihadiri oleh perwakilan provinsi dan kabupaten yang mendapat dukungan dana GF ATM Ronde 8, yaitu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Gambar 7: Peserta dalam Pertemuan Persiapan Implementasi GF ATM Ronde 8

Selatan, Bali, Papua, dan Papua Barat.

Adapun perwakilan dari provinsi dan kabupaten terdiri dari KPA Provinsi, KPA Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, PKBI Provinsi, dan perwakilan organisasi Populasi Kunci dari masing-masing provinsi, yaitu JOTHI, PKNI, GWL-INA, dan OPSI.

8

! Pengembangan Jaringan Populasi Kunci

Selama tiga bulan ini, beberapa kegiatan telah dilakukan berkaitan dengan populasi kunci. l Pertemuan Nasional Waria Pertemuan Nasional Waria diadakan pada 18-23 Januari 2009 di Rumah Jambu Luwuk, Ciawi, Jawa Barat. Landasan diadakannya pertemuan, yakni dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kepercayaan diri waria dalam berorganisasi, meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab waria baik kepada diri dan organisasi dalam rangka penanggulangan AIDS, maupun pelayanan publik lainnya, serta meningkatkan kerja sama organisasi waria nasional dan internasional dalam rangka menghapus stigma dan diskriminasi. Hasil pertemuan tersebut adalah teridentifikasinya pelanggaran HAM, stigma, dan diskriminasi yang selama ini dialami waria.

l Lokakarya Pengembangan Perangkat Penilaian Organisasi Perangkat penilaian kapasitas lembaga merupakan perangkat yang digunakan untuk menilai kapasitas KPA di tingkat provinsi. Dalam proses penilaiannya dilakukan oleh anggota dan staf KPA Provinsi sendiri dengan bantuan fasilitator. Sebelum perangkat penilaian ini digunakan, KPA Nasional dan HIV Cooperation Program for Indonesia (HCPI) mengadakan lokakarya dengan mengundang KPA dari enam provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Papua. Setiap provinsi diwakili oleh empat orang yang terdiri atas Pengurus KPA Provinsi, Pengelola Program (PP), Perwakilan Tim Asistensi (dari unsur LSM), dan Perwakilan dari Pokja (unsur SKPD-Satuan Kerja Perangkat Daerah). Lokakarya tersebut berlangsung pada 22-23 Januari 2009 di Hotel Efita, Bogor.

l Pertemuan Penyusunan Draft AD/ART OPSI Beberapa jaringan populasi kunci di Indonesia telah terbentuk dan mengadakan pertemuan pada tanggal 17-18 Desember 2009 di Hotel Batavia, Jakarta. Pertemuan yang bertajuk Pertemuan Nasional Populasi Kunci ini difasilitasi oleh KPA Nasional yang diwakili oleh 10 orang dari delapan provinsi dan menghasilkan deklarasi Organisasi Pekerja Seks Indonesia (OPSI). l Peresmian Sekretariat Nasional Jaringan Populasi Kunci Sekretariat jaringan populasi kunci diresmikan pada tanggal 20 Februari 2009 di Gedung Menara Eksekutif lantai 7. Hadir dalam peresmian tersebut Ibu Nafsiah Mboi (Sekretaris KPA Nasional), Murray Proctor (Duta AIDS Australia), Nancy Fee (UNAIDS), Zahidul Huque (UNFPA), dan undangan lain seperti dari UNICEF, USAID, AusAID, WHO, dan perwakilan jaringan populasi kunci.

9

Dalam sambutannya Ibu Nafsiah Mboi menyampaikan terima kasih kepada UNAIDS yang telah mendukung pengadaan sekretariat bagi jaringan populasi kunci serta seluruh pihak yang hadir dan turut mendukung terselenggaranya pertemuan tersebut. Murray Proctor menyampaikan bahwa dengan adanya jaringan populasi kunci sudah sangat tepat, selain itu perlu dipikirkan peningkatan upaya penanggulangan di Papua, karena transmisinya telah masuk pada populasi umum.

Gambar 6: Peresmian Jaringan Populasi Kunci di Menara Eksekutif, Jakarta

! Pemetaan Populasi Kunci di 12 Provinsi Dalam rangka memperbaharui data estimasi tahun 2006, KPA Nasional dan PKBI dibantu jaringan populasi kunci di 12 provinsi dan 72 kabupaten/kota yang mendapat dukungan GF Ronde 8 melakukan pemetaan lokasi dan estimasi jumlah populasi kunci di setiap hot spots. Tujuan pemetaan adalah untuk keperluan perencanaan program, manajemen program, dan evaluasi. Proses yang dilakukan dengan cara memanfaatkan data estimasi yang pernah ada, yakni estimasi tahun 2006 yang telah mencakup seluruh provinsi dan kabupaten dan melalui kesepakatan dengan pemangku kepentingan setempat mengenai data jumlah dan lokasi populasi kunci. Hasil pemetaan sejauh mungkin mendekati kenyataan, oleh karena itu pemutakhiran data provinsi akan diperoleh melalui pendataan dan pemetaan kabupaten/kota. Sedangkan pemutakhiran data nasional melalui hasil estimasi dan pemetaan tingkat provinsi. Pada bulan April nanti akan dilakukan pertemuan KPA Nasional, PKBI, KPA Provinsi DKI, Mitra Internasional, dan jaringan populasi kunci untuk berbagi

informasi

pengalaman pemetaan

dan

mengenai

yang

pernah

dilakukan. Direncanakan pada bulan Juni 2009, hasil pemetaan dan estimasi akan disajikan Gambar 12: Contoh Pemetaan Lokasi Populasi Kunci

kepada tiga Principle Recipient (PR) GF Ronde 8.

10

D. Penyebarluasan Informasi ! Penyebaran Informasi melalui Pusat Informasi AIDS Nasional (PIAN) Selama periode pelaporan ini, PIAN telah melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:

l Koleksi Pustaka Pada periode ini PIAN telah menambah beberapa judul pustaka seperti “11 Langkah Memahami HIV dan AIDS: Buku Pegangan untuk Wartawan” dan “International Harm Reduction and Human Rights: The Global Response to Drug Related HIV Epidemics”. Informasi pustaka lebih lanjut dapat diakses melalui www.aidsindonesia.or.id.

l Pemberitaan HIV dan AIDS di Media KPA Nasional menerima informasi mengenai artikel-artikel yang terbit di surat kabar terkait dengan HIV dan AIDS. Pada bulan Februari 2009 telah terkumpul 115 artikel terkait dengan kesehatan reproduksi, lokalisasi, human trafficking, dan HIV dan AIDS. Beritaberita tersebut disampaikan melalui 24 media cetak dan satu media TV. Di antara media cetak tersebut, dua di antaranya dalam bahasa Inggris. Dilihat dari empat kategori tersebut, HIV dan AIDS lebih banyak diberitakan dibanding dengan kategori lainnya yaitu 48%, human trafficking sebesar 26%, lokalisasi dan wanita pekerja seks sebesar 15%, dan kesehatan reproduksi sebesar 11%. Masih ditemukan penulisan yang belum tepat dalam penggunaan terminologi HIV dan AIDS. Adanya pergantian bidang peliputan pada wartawan ternyata menjadi tantangan tersendiri. Ke depan perlu upaya intensif dan berkesinambungan membekali wartawan untuk menggunakan terminologi HIV dan AIDS secara tepat.

l Pengembangan E-Learning E-Learning merupakan pembelajaran jarak jauh (distance learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer, dan internet. Pembelajar dapat memanfaatkan komputer di kantor ataupun di rumah dengan memanfaatkan koneksi jaringan lokal atau jaringan internet atau media cd atau dvd yang telah disiapkan. E-Learning dapat dilakukan secara formal dan informal. Secara formal melalui pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran, dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang disepakati. Secara informal E-Learning dilakukan dengan interaksi lebih sederhana melalui mailinglist, e-newsletter atau website pribadi, sehingga organisasi dan perusahaan dapat menyosialisasikan jasa, program, pengetahuan, dan keterampilan tertentu kepada masyarakat luas. Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan dari World Vision, BPPT, Kapeta Foundation, Departemen Perhubungan, IBCA, YPI, dan Depkominfo. Pemaparan dilakukan oleh pakar e-learning, Romi Satrio Wahono, dilanjutkan dengan pembahasan dengan peserta.

11

! Pelatihan Radio dan Newsletter Komunitas Bertempat di Hotel Cipta Jakarta pada 24-25 Maret 2009 telah diadakan Pelatihan Radio dan Newsletter Komunitas dengan 20 peserta yang berasal dari 10 provinsi. Selain pemberian materi, peserta juga melakukan praktek liputan dan pembuatan newsletter. Praktek liputan tersebut dilakukan ke komunitas OPSI, JOTHI, GWL-INA, dan IPPI.

Gambar 8: Pelatihan Radio dan Newsletter Komunitas

Hasil praktek liputan dipresentasikan dalam format newsletter. Peserta juga mendapatkan teori dan praktek mengenai radio komunitas. Materi mengenai radio komunitas disampaikan oleh Iman Abda dari Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI). Peserta praktek membuat berita dalam format radio dan membacakan berita yang telah dibuat. Tindak lanjut pelatihan tersebut adalah akan dibuatnya newsletter dan radio komunitas di 10 provinsi yang akan dilakukan oleh populasi kunci. Demi terlaksananya kegiatan, KPA Provinsi diharapkan melakukan monitoring program dan dukungan pendanaan. E. Kerja Sama Internasional dan Regional ! Donor Conference on Harm Reduction Bertempat di Amsterdam pada 28-30 Januari 2009 dilakukan pertemuan dalam rangka penguatan dukungan lembaga donor terkait dengan program harm reduction di seluruh dunia. Hadir first lady dari Georgia, Sandra Saakashvili-Roelofs, salah satu pengambil keputusan tingkat tinggi yang mewakili berbagai lembaga donor seperti GFATM, DfiD, AusAID, Norwegian Agency for Development Cooperation (Norad), dan lembaga pembangunan lainnya. Dr. Nafsiah Mboi selaku Sekretaris KPA Nasional dan Prof. Tjandra Yoga Aditama selaku Direktur Jendral P2PL Depkes mewakili delegasi Indonesia dalam pertemuan tersebut. Salah satu hasil dari konferensi tersebut adalah adanya dukungan donor dan lembaga internasional dalam program harm reduction. Selain itu, Mr. Koenders, Menteri Pembangunan Belanda, dan Mr. Paul Bekkers, Duta AIDS Belanda, menekankan kembali komitmen Belanda dalam program harm reduction, kebijakan praktis tentang narkotika, dan intensifikasi upaya pencegahan HIV.

12

! Bantuan Pemerintah Australia bagi DKI Jakarta Komitmen pemerintah Australia untuk membantu penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Balai Kota Jakarta pada 12 Februari 2009. Penandatanganan tersebut dilakukan antara Duta Besar Australia, Bill Farmer, dengan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, disaksikan oleh Sekretaris KPA Nasional, Ibu Nafsiah Mboi. Isi kerja sama tersebut adalah layanan pencegahan HIV dan perawatan di 31 puskesmas di Jakarta. Bantuan sebesar 100 juta dollar tersebut disalurkan melalui Program Kemitraan Australia-Indonesia untuk HIV untuk periode 2008-2015 yang bertujuan mencegah penyebaran HIV dan memperbaiki kualitas hidup ODHA. Jumlah pasien AIDS di DKI Jakarta dilaporkan sebesar 4.479 orang yang mana angka tersebut masih di bawah angka yang sebenarnya. Estimasi ODHA di DKI Jakarta sebesar 27.000 orang yang mana pertukaran jarum suntik merupakan cara penularan tertinggi. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan bahwa mudahnya akses layanan HIV dan AIDS akan menyebabkan angka HIV dan AIDS terungkap ke permukaan. ! Launch of Pacific Friends of The Global Fund Bertempat di Sidney, Australia pada 23-24 Februari 2009 lalu diadakan pertemuan Launch of Pacific Friends of The Global Fund. Pertemuan tersebut dalam rangka memperluas dan meningkatkan kesadaran regional tentang bahaya AIDS, TB, dan Malaria di kawasan Pasifik. Selain itu, pertemuan tersebut juga berupaya menarik dukungan dan komitmen untuk meningkatkan sumber daya baru untuk menurunkan laju epidemi dan upaya penanggulangan AIDS, TB, dan Malaria. Pebisnis, politikus, dan tokoh masyarakat dari wilayah Pasifik hadir dalam pertemuan tersebut termasuk Ibu Nafsiah Mboi. Acara ini menjadi penting mengingat di wilayah Pasifik terdapat 500.000 kasus baru TBC setiap tahunnya dan 350.000 orang yang hidup dengan HIV dan AIDS. Alan Gyngell, Eksekutif Direktur dari Lowy Institute selaku pemrakarsa pertemuan, menyatakan bahwa, “Secara khusus, penyebaran infeksi HIV telah mencapai tingkat tertinggi yang dapat ditoleransi. Peningkatan pendanaan sangat diperlukan untuk stabilisasi, pengurangan penyebaran HIV di Papua Nugini, dan memastikan bahwa pandemi HIV tidak meluas ke tempat-tempat lain di wilayah Pasifik”.

13

! Perkembangan ICAAP IX hingga Maret 2009 Pembukaan ICAAP IX telah ditentukan akan dibuka pada 9 Agustus 2009 di Garuda Wishnu Kencana, Bali. Akan dilakukan pula pertemuan para Duta AIDS dalam high level meeting. Ibu Ani Yudhoyono selaku Duta AIDS Indonesia akan menjadi tuan rumah pada acara tersebut dengan didampingi Murray Practor Duta AIDS Australia dan Paul Bekkers Duta AIDS Belanda. Gambar 10: Penandatanganan Bantuan AusAID untuk ICAAP ke-9 tanggal 20 Februari 2009

Telah disetujuinya empat sidang utama: - Plenary I: Overview of AIDS Epidemic in Asia & The Pacific Region: Response & Challenges - Plenary II: Health System Strengthening and Sustaining The Response - Plenary III: Inequity, Vulnerability, and AIDS

- Plenary IV: Power and AIDS Governance Bagi peserta yang ingin berpartisipasi dapat mengirimkan abstrak dengan batas waktu tanggal 27 Maret 2009. Dibuka pula kesempatan beasiswa bagi 500 orang baik penuh atau sebagian dengan komposisi 70% bagi peserta internasional dan 30% bagi peserta dalam negeri. Batas penyerahan aplikasi beasiswa adalah 30 April 2009 yang diperuntukkan bagi empat kelompok, yakni masyarakat, ahli (tenaga profesional, peneliti, dan mahasiswa), media, dan pemuda. AusAID telah menyetujui bantuan keuangan untuk beasiswa sebesar 170.000 $AUD dengan komposisi 60% ditujukan bagi peserta dari Papua Nugini dan Pasifik, 20% peserta dari Indonesia, dan 20% dari Negara Mekong (Thailand, Kamboja, dan Laos). AusAID mengharapkan 50% dari dana tersebut ditujukan bagi masyarakat sipil. Penandatanganan bantuan AusAID tersebut dilakukan pada 20 Februari 2009 di Sekretariat KPA Nasional diwakili Murray Proctor Duta AIDS Australia dan Ibu Nafsiah Mboi Sekretaris KPA Nasional. Besarnya dana adalah 300.000 $AUD demi mendukung jalannya kegiatan ICAAP IX.

14

! Pertemuan The Steering Committee (ISC) of The Indonesian Partnership Fund for HIV and AIDS (IPF) Pada tanggal 19 Maret 2009 telah diadakan pertemuan ISC di ruang pertemuan Menkokesra dengan agenda pertemuan antara lain laporan kegiatan Dana Kemitraan Indonesia untuk HIV dan AIDS (DKIA) periode Juli-Desember 2008 dan usulan anggaran DKIA untuk tahun 2009. Pertemuan dibuka oleh Prof. Indroyono, Sekretaris Menkokesra. Pada kesempatan tersebut, dibagikan kepada peserta laporan tertulis kegiatan DKIA periode Juli-Desember 2008 dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Gambar 11: Pertemuan IPF Steering Committee di Kantor Menkokesra

Ibu Nafsiah Mboi selaku Direktur Program DKIA dalam presentasinya menyampaikan tiga hal utama, yaitu laporan program yang terdiri dari komponen 1, komponen 2, komponen 3, laporan keuangan, dan rencana kegiatan selanjutnya. Pada komponen 1, DKIA telah mendukung penguatan KPA baik di tingkat nasional maupun daerah. Komponen 2, melalui “respons cepat” telah membantu Depkes dan PMI dalam menyediakan ARV senilai 3,2 miliar rupiah dan PMI dalam pemeriksaan darah untuk HIV senilai 1,3 miliar rupiah. Sedangkan komponen 3 disepakati untuk penyaluran bantuan kepada 10 organisasi atau LSM melalui program dana hibah. Dalam laporan keuangan Ibu Nafsiah Mboi memaparkan tentang meningkatnya alokasi anggaran APBN dan APBD pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk penanggulangan HIV dan AIDS. Pelajaran penting yang diperoleh bahwa Dana Kemitraan Indonesia 2005-2008 untuk menanggulangi epidemi HIV di Indonesia, merupakan satu sumber dana yang fleksibel, efektif, dan bertanggung jawab.

15

F. Mengendalikan, Memantau, dan Mengevaluasi ! Pengkajian Distribusi Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Media KIE merupakan salah satu sarana pendukung penyebaran informasi HIV dan AIDS. Divisi Dukungan Umum KPA Nasional melakukan pengkajian terhadap pendistribusian media KIE. Pengkajian tersebut meliputi sejauh mana media KIE yang disebarkan dapat menjangkau sesuai dengan daerah tujuan dan kendala yang ditemui di lapangan. Pengolahan data masih dilakukan yang nantinya hasil dari pengkajian tersebut sebagai bahan masukan, terutama agar penyebaran media KIE menjadi lebih optimal. ! Pengkajian Sistem Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan HIV dan AIDS Telah dilakukan pengkajian sistem monitoring evaluasi data terkait dengan penanggulangan HIV dan AIDS. Pengkajian tersebut dilakukan dengan melakukan kunjungan ke lembaga atau sektor, seperti KPA Nasional, Depkes, PMI, Dephankam, Depkumham, HCPI, FHI-ASA, dan Depnakertrans. Hasil sementara kajian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Praktek penerapan monitoring dan evaluasi HIV dan AIDS adalah sesuatu yang baru. 2. Mitra cenderung mempunyai sistem monitoring evaluasi sendiri dan belum menggambarkan sistem monitoring evaluasi nasional. 3. Terbatasnya jumlah tenaga profesional. 4. Kurangnya harmonisasi pelatihan dan bantuan teknis. 5. Sistem monitoring evaluasi yang terdesentralisasi. Bertempat di Wisma PKBI pada 13-14 Januari 2009 dilakukan Lokakarya Pengkajian Sistem Monev yang mencakup rencana monev, kapasitas manajemen data, dan sistem pencatatan dan pelaporan. Bentuk kajian berupa self assessment sistem monitoring yang instrumennya berasal dari Global Fund. Dalam kegiatan tersebut hadir perwakilan dari pemerintah, mitra internasional, dan LSM atau universitas. Hasil pertemuan adalah diperolehnya gambaran situasi monev pada setiap mitra kerja, baik pada sektor pemerintah, LSM, dan mitra kerja internasional. Tindak lanjut dari kegiatan adalah diperlukannya penguatan sistem monev secara nasional dengan melibatkan setiap sub sistem di masing-masing mitra kerja seperti manajemen, komunikasi data, serta diseminasinya dalam suatu manual yang jelas.

Gambar 5: Pengkajian Sistem Monev

16

! Finalisasi Agenda dan Pedoman Nasional Penelitian HIV dan AIDS Menjawab perkembangan epidemi HIV, maka diperlukan upaya strategis yang sistematis dan efektif, salah satunya melalui penelitian HIV dan AIDS. Penelitian yang dilakukan tersebut sebagai upaya mempersiapkan referensi dan bahan bukti (evidence based). Merespons hal tersebut, KPA Nasional bekerja sama dengan HCPI, Australia HIV Consortium, dan World Health Organization (WHO) melakukan pertemuan di Bogor pada 28-29 Januari 2009 untuk menghasilkan agenda dan pedoman nasional penelitian HIV dan AIDS. Peserta berjumlah 16 orang yang berasal dari KPA Nasional, HCPI, WHO, Jaringan Epidemiologi Nasional, Pokdisus FKUI, Puslitkes UI, BPPT, FK Unpad, dan FK UGM. Hasil dari pertemuan tersebut adalah terbentuknya tim inti yang berada di bawah koordinasi Pokja Penelitian KPA Nasional. Tugas tim inti ini nantinya membantu KPA Nasional mengembangkan agenda dan pedoman nasional penelitian HIV dan AIDS, memperkuat kapasitas penelitian, dan memantau distribusi dan kualitas penelitian HIV

G. Pengarahan kepada KPA Daerah ! KPA Nasional telah melaksanakan kegiatan-kegiatan di daerah sebagai berikut:

l Evaluasi Layanan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dan Penyusunan POKJA CST di Kalimantan Barat Bagus Rachmat Prabowo selaku Korwil untuk wilayah Kalimantan dan Sulawesi melakukan kunjungan ke klinik PTRM RS Soedarso dan RS Alianyang. Jumlah pasien aktif yang mengunjungi klinik PTRM RS Soedarso saat ini berjumlah 30 orang, sedangkan klinik PTRM RS Alianyang melayani 40 pasien. Dengan jumlah pasien yang demikian untuk enam bulan pertama, hal ini merupakan langkah awal yang baik, mengingat angka drop out-nya termasuk rendah (kurang dari 30%). Diskusi dengan pasien metadon, LSM Pontianak Plus, dan klinik PTRM menunjukkan adanya harapan besar terhadap program lanjutan setelah PTRM, mengingat sudah banyaknya pasien yang dalam kondisi stabil. Pertemuan Advokasi Stakeholder KPA Provinsi Bangka-Belitung Bertempat di Kantor Gubernur Provinsi Bangka Belitung pada 10 Februari 2009, telah dilaksanakan pertemuan advokasi. Acara dibuka oleh Asisten II Setda Bidang Ekonomi Pembangunan didampingi Sekretaris KPA Babel dan dihadiri oleh 40 stakeholder. Dalam sambutannya, Ibu Nafsiah Mboi selaku Sekretaris KPA Nasional, memberikan penghargaan terhadap upaya yang telah dilakukan Provinsi Babel. Upaya tersebut di antaranya pendirian lokalisasi di beberapa tempat untuk memudahkan kontrol terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV, adanya kunjungan Wakil Gubernur dan pejabat daerah terkait Rencana Strategis Daerah dan Perda Penanggulangan AIDS, dan adanya Sekretariat KPA Provinsi yang telah memiliki ruang kantor sendiri berikut kelengkapannya.

17

l Kunjungan Lapangan Layanan Harm Reduction di Makassar Kunjungan lapangan layanan harm reduction telah dilakukan staf KPA Nasional pada tanggal 23-25 Februari 2009. Adapun hasil kunjungan lapangan tersebut di antaranya telah terbentuk jejaring dan kesepakatan tertulis antara pihak kepolisian dan LSM penjangkau mengenai layanan harm reduction, pihak kepolisian telah mengikuti kaidah dekresi hukum dalam penerapan program LAJSS (Layanan Alat Jarum Suntik Steril) dan PTRM di puskesmas dan rumah sakit, program rujukan telah berjalan baik, bahkan hingga jejaring pemberian ART dan pendistribusian metadon di puskesmas, dan danya komitmen yang tinggi dari walikota untuk program ini yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan pokja CST menyatukan semua sub program CST sehingga program di tingkat rumah sakit menjadi lebih komprehensif.

l Capacity Building Pengelola Program (PP) dan Pengelola Administrasi (PA) seJawa Timur di Malang Korwil Jawa-Bali, Bapak Inang Winarso, hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut. Acara yang dilakukan pada 22-25 Februari 2009 tersebut diisi dengan pemaparan estimasi HIV dan kasus AIDS yang dilaporkan Jawa Timur dan cara menghitung kebutuhan setiap kabupaten/kota berdasarkan estimasi populasi kunci. Selain itu, dilakukan pula presentasi sumber pendanaan dari perusahaan-perusahaan lokal yang dapat dihimpun melalui CSR perusahaan yang tergabung dalam Indonesian Business Coalition (IBCA). Rencana tindak lanjut dari pertemuan tersebut adalah akan dilaksanakannya pertemuan antara PP dan PA setiap tiga bulan sekali dengan agenda presentasi kemajuan dan penambahan layanan di masing-masing kabupaten/kota.

l Perjanjian Kerja Baru antara KPA Nasional dan KPA Daerah Pada Maret 2009 Surat Perjanjian Kerja (SPK) periode April 2008-Maret 2009 antara KPA Nasional dengan KPA Provinsi/Kabupaten/Kota berakhir. Selama ini melalui bantuan dana IPF, telah terjalin kerja sama dengan 32 provinsi dan 156 kabupaten/kota. Hampir semua kabupaten/kota yang ikut dalam SPK 2008 diperbaharui kembali, namun terdapat beberapa pertimbangan untuk memperbaharui perjanjian kerja tersebut. Kesiapan daerah dalam menjalankan program, keaktifan dalam mengirim laporan, dan sumber pendanaan yang ada di daerah merupakan kriteria yang menjadi pertimbangan. ! Program Akselerasi Khusus di Tiga Provinsi Provinsi Bali, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah dengan prevalensi HIV yang cukup tinggi. Pada tahun 2005, IHPCP (Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project) memberikan bantuan kepada ketiga provinsi tersebut untuk meningkatkan respons program penanggulangan. Pada September 2007 bantuan dihentikan dan untuk menjaga kesinambungan program, maka melalui bantuan DKIA program dilanjutkan dengan besarnya dana sekitar 9,6 Miliar dan program ini berakhir pada Maret 2009.

18

Berbagai kemajuan telah dicapai oleh tiga provinsi tersebut. Hasil monitoring KPA Nasional menunjukkan bahwa Provinsi Bali pada tahun 2008 hasil capaiannya, kecuali kelompok pelanggan, menunjukkan bahwa capaian pada populasi kunci telah mendekati target, bahkan pada Penasun dan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) telah melewati target yang ditetapkan. H. Pengembangan Sekretariat KPA Nasional ! Terdapat dua kegiatan rutin awal tahun KPA Nasional, yakni Evaluasi Kinerja Staf dan Rencana Pelaksanaan Audit tahun anggaran 2008. Sekretariat KPA Nasional memiliki 46 staf, tiga konsultan, dan lima orang kontrak waktu tertentu. Dengan akan berakhirnya masa kontrak maka dilakukan evaluasi kinerja staf KPA Nasional.

! Februari 2009 dilakukan audit keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil audit menyatakan bahwa periode 1 Januari-31 Desember 2008 untuk empat komponen utama yaitu Laporan Keuangan, Sistem Pengendalian Internal, Statement of Assets and Equipment serta Statement of Cash Position atas pengeluaran selama tahun 2008 didapatkan hasil opini wajar tanpa pengecualian,

Gambar 13: Tim Audit Keuangan BPKP

Yang artinya KPA Nasional telah menyajikan secara wajar dan menerapkan secara efektif dalam semua hal yang material, pengendalian internal atas pelaporan keuangan seta pengelolaan pelaksanaan proyek untuk tahun 2008 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh UNDP. Adapun hasil temuan dalam kategori low risk secara nilai (0,008% dari total pengeluaran) tidak signifikan pengaruhnya terhadap kewajaran laporan keuangan tahun 2008 sehingga opini auditor untuk laporan keuangan KPA Nasional tahun 2008 adalah un-qualified.

19

PELAKSANAAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS OLEH SEKTOR Kemenegpora Kepemimpin an Pemuda Bersih Narkoba dan HIV dan AIDS ”Pantas Juara”

Tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan upaya pencegahan terhadap penjualan dan pemakaian narkoba dan penyebaran HIV dan AIDS bagi generasi muda. 2. Memberikan informasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba dan bahaya HIV dan AIDS. ! Pembentukan Kader Pemuda Bersih Narkoba dan HIV dan AIDS ”Pantas Juara” yang diselenggarakan di Palu, Sulawesi Tengah pada 13-14 Maret 2009. Peserta dalam kegiatan ini adalah siswa (OSIS), mahasiswa (BEM), dan OKP. Peserta yang hadir sekitar 1.250 orang. ! Kegiatan serupa juga dilaksanakan di Balikpapan, Kalimantan Timur pada 18-21 Maret 2009 dengan jumlah peserta 50 orang. Kegiatan ini terselanggara atas dukungan dari APBN. Hasil dari kegiatan adalah terbentuknya 2.500 kader pemuda bersih narkoba dan HIV dan AIDS. Selain itu banyak media yang turut meliput kegiatan tersebut.

Departemen Sosial Uji Coba Perlindungan Sosial bagi ADHA dan Pemberdayaan Keluarganya

Tujuan kegiatan adalah untuk melakukan koordinasi dengan lembaga atau instansi atau LSM setempat. Kegiatan ini dilakukan di dua provinsi, yakni di Yogyakarta dan Medan dengan tanggal pelaksanaan 17-19 Februari di Yogyakarta dan 23-25 Februari di Medan. Hasil kesepakatan dari pertemuan di Yogyakarta adalah sebagai berikut: 1. Adanya dukungan Dinas Sosial Provinsi untuk membantu kegiatan. 2.Dukungan dari LSM yang ada di Yogyakarta, seperti Kontras, Victory Plus, Violet Community, Dimas Support, Jogja Family Support, Diajeng, Pesta, Yayasan Kembang, KDS Dimas, KDS Diajeng, Jaringan Muda Peduli AIDS Jogja, Yayasan Kebaya, dan Yayasan Indria Nati. Hasil kesepakatan dari Provinsi Sumatera Utara, Medan adalah sebagai berikut: 1. Adanya dukungan Dinas Sosial Provinsi untuk membantu kegiatan. 2.Dukungan dari beberapa LSM di Medan yang akan mendukung kegiatan. Tindak lanjut dari pertemuan tersebut yakni akan dilakukan pemberian bantuan UEF bagi ADHA dan pemberian modal usaha bagi kepala keluarganya.

20

TNI Penyusunan Annual Review 2008 dan rencana kerja 2009

Tujuan dari kegiatan adalah mengevaluasi kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS selama tahun 2008 dan merancang

Sosialisasi Penanggulan gan HIV dan AIDS

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan personel TNI dan keluarganya tentang penanggulangan HIV dan AIDS.

Focus Group Discussion (FGD) tentang HIV dan AIDS Ditinjau dari Aspek Hukum

Kegiatan bertujuan untuk menyamakan persepsi para pemangku kepentingan dalam menyikapi permasalahan HIV dan AIDS, khususnya dari aspek hukum.

Screening Narkoba

Kegiatan dilakukan di Puskes TNI yang menghasilkan adanya buku annual review 2008 dan rencana kerja 2009.

Kegiatan dilakukan bagi 850 Mabesal dan 1.000 Kormar Jakarta. Dana kegiatan berasal dari APBN.

Sebanyak 35 orang peserta dari Babinkum TNI Jakarta terlibat dalam kegiatan. Mencegah penyalahgunaan narkoba di lingkungan TNI merupakan salah satu tujuan dari screening narkoba. Screening dilakukan bagi 124 prajurit di Sekkau Jakarta dan 109 Seskoau di Lembang.

Sosialisasi Penanggula ngan Narkoba

Screening HIV

Meningkatkan pemahaman anggota dan keluarga tentang permasalahan narkoba dan penanggulangannya merupakan tujuan dari kegiatan sosialisasi. Kegiatan sosialisasi melibatkan 80 orang anggota PIA Ardyagarini Koopaau I Jakarta. Deteksi dini bagi anggota TNI merupakan landasan dari screening HIV yang nantinya akan dilakukan upaya penanganan secara cepat dan tepat. Sebanyak 2.645 anggota Mabesal dan 2.344 anggota Kormar mengikuti screening HIV.

Sosialisasi Hasil STHP 2007

Tujuan dari sosialisasi adalah menyamakan persepsi para pemangku kepentingan tentang permasalahan HIV dan AIDS di lingkungan TNI. Selain itu dalam rangka pengambilan langkah-langkah penanggulangan ke depan. Sebanyak 60 pemangku kepentingan menghadiri acara sosialisasi. Kegiatan tersebut dilakukan di Tanjung Pinang dan Surabaya.

Pengadaan rapid test HIV

Pengadaan alat menjadi hal yang penting dalam mendukung kegiatan tes HIV. Sebanyak 35.000 sampel dari target 50.000 sampel telah dilakukan pada tiga bulan ini.

21